Monday, April 2, 2012

[fanfic] Help

Cast: Ueda Yuusuke, Hirano Kinari
Rating: PG
Warning: BL, AU, OOC
Disclaimer: I own nothing
Note: Happy belated birthday, Ue-chaaaaaaaaan!!




Kalau belum terlalu larut, mampir ke rumah ya.

Pesan singkat itu terpampang di layar handphone-nya, membawa seulas senyum di bibir Yuusuke. Ibu jarinya baru saja hendak menekan tombol ‘reply’ ketika sebuah pesan baru masuk.

Jam berapapun, pokoknya datang saja ya.

Kali ini Yuusuke tertawa dan harus menutup mulut dengan tangannya karena beberapa tamu kedainya melirik ke arahnya dengan tatapan bingung. Yuusuke membungkuk minta maaf dan buru-buru mengantongi kembali handphone-nya. Ia merasa Kinari tak menunggu jawaban darinya.

Pintu kedai terbuka dan Yuusuke menoleh, “Irassh---“

OTANJOUBI OMEDETOU, YUUSUKE! –SAN!

Yuusuke merasa ia nyaris saja tuli dengan seruan yang datang dari teman-temannya itu. Semua orang di dalam kedai menoleh terperangah, termasuk Yuusuke yang memandang teman-temannya dengan bingung. Wajah-wajah yang tertawa atau tersenyum sumringah. Oumi berdiri menjulang di tengah, kedua tangannya membawa sebuah cake dengan beberapa lilin menyala. Menit berikutnya, Yuusuke tertawa dan menghampiri teman-temannya itu.

“Ke, hahahaha, kenapa kalian tahu ulang tahunku?” tanyanya, menerima kue yang diulurkan Oumi.

Mao nyengir, “Tentu saja kami tahu ulang tahunmu, kau pikir kami teman macam apa?”

Yuusuke tertawa lagi. Ia tersenyum malu-malu dan membungkuk, “Terima kasih, ya.”

“Ayo, ditiup dong.” Sergah Fumiya tak sabar.

“Ah, hai, hai.” Yuusuke menarik nafas dan meniup semua api lilin yang menyala dalam sekali tiupan. Teman-temannya bertepuk tangan dan berseru riang, begitu juga tamu-tamu yang lain. Pria itu membungkuk beberapa kali, berterima kasih pada tiap orang.

“Ini dari kami,” Fumiya dan Okazaki mengulurkan masing-masing satu kantong kertas berukuran sedang yang diterima Yuusuke dengan satu tangan. “Ah, arigatou.

“Yang ini titipan dari Jinnai,” Mao mengulurkan sebotol sake. “Akan kusimpankan untukmu,” ujarnya lagi karena kedua tangan Yuusuke sudah penuh dan menghilang ke bagian belakang toko. Yuusuke meminta seorang asisten tokonya untuk mengambilkan pisau. Ia memutuskan untuk membagi-bagi kue ulang tahunnya dengan semua orang yang ada di situ.

“Ah, aku tadi mencoba menelepon Kareshi-san tapi katanya dia masih sibuk di tempat baitonya. Tapi kurasa dia pasti sudah menelepon Yuusuke-san, ya.” Komentar Oumi sambil melepas jaketnya dan duduk di salah satu kursi.

Yuusuke hanya tersenyum. “Sebut saja kalian mau apa, ya. Khusus hari ini, es krimnya gratis.”

“YEEEEEEEEEEEEEEEEEYYYYYYYYYYYYYY!!!!”

*****

Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam ketika Yuusuke mengeluarkan sepedanya dari garasi di samping rumah. Pintu samping terbuka, menyembulkan wajah ibunya yang mengingatkannya untuk berhati-hati di jalan dan jangan lupa untuk mampir ke apotik 24 jam sebelum pulang karena obat maag ayahnya sudah habis. Yuusuke menaiki sepedanya dan melambaikan tangan.

Udara malam itu masih cukup dingin dan Yuusuke setengah menyesal kenapa ia tak mengenakan jaket yang lebih tebal tapi buru-buru dibuangnya jauh-jauh perasaan itu karena hari ini ia cukup senang. Teman-temannya tinggal sampai makan malam, ibunya membuat shabu-shabu spesial untuk mereka semua, Mitsuya dan Jinnai mampir sebentar dan Yuusuke akhirnya membuka botol sake yang dibawakan Mao tadi. Ia pun akhirnya tak tahan untuk tidak mengirim pesan pada Kinari dan meledeknya karena tak datang dan melewatkan semua kesenangan itu. Kinari tak menjawab.

Lima belas menit kemudian, Yuusuke memarkir sepedanya di parkiran sepeda di depan gedung apartemen dimana Kinari tinggal. Pria itu memilih untuk lewat tangga menuju lantai lima dibanding naik lift. Langkah-langkahnya terasa ringan saat menapaki dua anak tangga tiap kali. Ia menimbang-nimbang mungkin sebaiknya ia memberitahu Kinari kalau ia sudah sampai; mengingat hari sudah cukup larut, rasanya agak tak enak kalau harus menekan bel tapi niat itu tak terlaksana. Jendela di samping pintu apartemen bernomor 507 itu masih menunjukkan kalau lampu di dalamnya masih menyala. Yuusuke berusaha mengintip ke dalam tapi pandangannya terhalang korden yang tertutup rapat.

Mungkin sebaiknya mengetuk saja, pikirnya. Tangannya sudah terangkat ketika didengar suara benda jatuh dari dalam apartemen diikuti umpatan tertahan. Ia mengenali suara itu. Suara barang lain jatuh, kali ini lebih pelan dari yang pertama, lagi-lagi disusul dengan umpatan; kali ini lebih panjang dari yang pertama. Yuusuke tak perlu berpikir dua kali dan mengetuk pintu dengan tak sabar.

“Kinari? Ada apa? Kinari!”

Kembali terdengar suara-suara disusul suara gerendel pintu dan kunci dibuka. Yuusuke mundur selangkah, tepat saat pintu didorong membuka dari dalam. “Maaf, tadi hanya tempat sampah yang tertendang dan--- Yuusuke!”

Kinari sendiri yang membuka pintunya tapi bukan itu yang membuat Yuusuke tak segera menjawab. Kinari tampak… berantakan. Rambutnya yang biasanya jatuh dengan lembut membingkai wajahnya kali ini terlihat sedikit acak-acakan. Kaus yang dikenakannya basah di bagian depan dan Yuusuke bisa mencium samar aroma sake dari kekasihnya itu. Ia bertelanjang kaki dan nampak kesal dan lelah.

“Ada a--- ah!” Kinari menepuk keningnya, satu tangannya menggenggam lap meja. “Aku kan memintamu mampir ya. Aku benar-benar lupa.” Dilihatnya Kinari melirik ke dalam rumah dengan ekspresi sedikit khawatir sebelum kembali memandangnya. Kinari melangkah keluar dan menutup pintu di belakangnya. Diremas-remasnya lap tangan yang dibawanya itu dengan gelisah. “Ahaha, padahal aku sendiri yang mengundangmu kemari ya,” Kepalanya tertunduk memandang kakinya, “Umh, maaf, tapi sepertinya….”

Kalimatnya terputus oleh Yuusuke yang melangkah maju dan meletakkan kedua telapak tangannya di masing-masing pipi Kinari; dengan lembut memaksa Kinari untuk memandangnya. Yuusuke meneliti wajah kekasihnya itu baik-baik. Kedua mata kecoklatan Kinari terlihat sedih, khawatir, kesal dan lelah sekaligus sedikit takut. Satu ibu jari Yuusuke bergerak menghapus sisa air mata di sudut mata Kinari.

“Ah,” Kinari tertawa canggung dan mengangkat tangannya sendiri untuk mengusap matanya dengan punggung tangan. “Kemasukan debu. Aku… sedang bersih-bersih, hahaha…”

“Kinari,” Yuusuke memanggil namanya dengan lembut dan Kinari pun terdiam, “Ada apa?”

Tangan Kinari mendarat di atas tangan Yuusuke yang masih menyentuk pipinya, sedikit gemetar. Kinari menggigit bibirnya kuat-kuat dan ia menggelengkan kepalanya keras-keras hingga Yuusuke takut Kinari akan jadi pusing karenanya. Disambutnya Kinari yang melingkarkan kedua lengan ke sekeliling tubuh Yuusuke dengan erat dan mungkin terlalu kencang tapi Yuusuke tak terlalu peduli.

*****

Kinari menyusut hidungnya dengan sapu tangan lalu tertawa pelan, “Maaf ya, Yuusuke.”

Yuusuke mengangsurkan sekaleng kopi hangat yang baru saja dibelinya di mesin otomatis di seberang apartemen Kinari. “Kenapa minta maaf?” tanyanya sambil mendudukkan diri di sebelah Kinari di atas bangku kayu di taman itu. Yuusuke tadi mengajaknya turun ke taman apartemen (mungkin setengah menggeret Kinari karena pacarnya itu nampak enggan bergerak dan lebih memilih untuk tetap memeluknya saja) dan duduk di bangku taman. Suasana lebih tenang di taman itu dan supaya tak mengganggu tetangga Kinari karena Kinari tampak agak enggan membiarkan Yuusuke masuk ke dalam apartemennya.

“Karena kamu harus melihatku seperti ini,” ujar Kinari sambil menyesap kopinya.

Yuusuke tertawa pelan sambil mengusap lembut kepala Kinari. “Daijoubu. Sesekali melihatmu seperti ini bagus juga, kok.”

Mou,” Kinari menyenggol pundak Yuusuke dengan pundaknya sendiri dan tak bisa menahan senyum karena Yuusuke pun tersenyum padanya.

Mereka terdiam beberapa lama. Kinari menyandarkan pelipisnya di ujung pundak kokoh kekasihnya dan Yuusuke hanya menikmati kopi bagiannya tanpa berkata apa-apa. Beberapa jenak kemudian, Yuusuke menggerakkan kepalanya untuk mengecup pucuk kepala Kinari, membuat pemuda itu mendesah pelan dan akhirnya duduk tegak lagi. Kinari menarik dan menghela nafas beberapa kali. Yuusuke melirik ke arahnya dan sekali lagi menepuk bagian belakang kepala Kinari dengan sayang.

“Aku hanya berharap kau mau lebih percaya padaku,” ujarnya lembut.

Kinari menggigit bibir, “Aku… hanya tak ingin kau ikut repot gara-gara Ibuku.”

Yuusuke mengetuk-ngetuk pinggiran kaleng kopinya dengan ujung jemarinya. “Dulu, Sho-chan sering marah padaku karena katanya aku ini terlalu suka ikut campur urusannya tiap kali kutegur sehabis berkelahi, kau tahu?” Kinari menggelengkan kepalanya. “Aku hanya berpikir, karena ia temanku dan kupikir potensi seperti itu sebaiknya disalurkan di tempat lain yang lebih berguna.”

“Yuusuke sekali ya,” ujar Kinari sambil tertawa pelan, “Selalu positif tentang orang lain.”

“Ahahaha, sou yade? Yah, mungkin memang begitu ya. Tapi, kamu ini kan bukan sekedar temanku, loh. Kamu pacarku. Kalau aku tak diberitahu hal seserius ini, aku tidak tahu harus bagaimana.”

“Aku pun tidak tahu harus bagaimana,” Kinari bergumam sambil mengangkat bahunya dengan tak bersemangat. “Aku…”

“Kupikir ibumu ada di pusat rehabilitasi?”

Kinari mengangguk, “Sampai dua minggu yang lalu.” Pemuda itu menengadahkan kepala, memandang kosong ke arah lampu taman di seberang mereka. Yuusuke memperhatikan helaian poni panjangnya yang bergerak lembut dan menjulurkan tangan untuk menyelipkan helain halus itu ke belakang telinga Kinari.

“Aku sudah cerita kan, Ibu jadi seperti itu sejak Ayah pergi. Dengan keputusan keluarga, kami memasukkan Ibu ke pusat rehabilitasi. Tapi, keluarga pamanku yang selama ini membiayai perawatan Ibu sedang kesusahan. Mereka butuh biaya banyak untuk memperbaiki rumah mereka yang terbakar juga membayar sewa apartemen sementara. Karena itu, tak ada pilihan lain selain membawa Ibu pulang dan merawatnya di rumah. Kondisi Ibu pun sedang baik.”

“Ada yang terjadi hari ini?” Yuusuke mengusap punggung Kinari seolah member keberanian untuk melanjutkan ceritanya.

Kinari diam beberapa saat, menyesap kopinya lalu berujar pelan, “Kemarin Ayah menelepon. Biasanya Ayah menelepon hanya di hari Minggu tapi kali ini beliau menelepon karena tahu Ibu ada di rumah dan Ayah ingin bertemu dan ingin bicara pada Ibu. Entah untuk apa. Aku sedang di kamar mandi saat itu jadi Ibu yang mengangkat. Rupanya itu memicu Ibu dan… “ suara Kinari bergetar menahan luapan emosinya, “Ibu mengamuk.”

Yuusuke sama sekali tak tahu harus berkata atau berbuat apa jadi dilanjutkkannya mengusap punggung Kinari yang kembali tampak kesal dan sedih. Ia merasa simpati dan ikut sedih tapi dengan jujur ia akan mengakui kalau ia tak bisa sepenuhnya mengerti perasan Kinari. Ia hanya tahu kalau saat ini Kinari pasti sangatlah marah dan kesal juga sedih, mungkin sedikit merasa tak berdaya.

“Ibu hanya bisa tenang saat tertidur, itu pun setelah kupaksa meminum obatnya. Tapi tadi entah bagaimana Ibu menemukan kunci lemari tempat aku menyembunyikan minuman keras dan…” Kinari melambai pada bagian kausnya yang masih sedikit basah. “Aku tak bisa meninggalkan Ibu yang seperti itu tapi aku tak bisa lama-lama bolos kerja sambilan.”

“Aku sama sekali tak tahu harus bagaimana, Yuusuke.” Kinari mengepalkan kedua tangannya, menjatuhkan kaleng kopinya dan membuat sisa cairan gelap itu tumpah ke tanah.

Yuusuke mengecup keningnya dan memeluknya erat-erat. Tak berkata apa-apa.

*****

To: Ueda Yuusuke
From: Hirano Kinari
Subject: Gomen.

Kemarin terima kasih ya. Dan maaf karena aku jadi mengacaukan ulang tahun Yuusuke. Besok ada waktu? Mungkin aku bisa mampir sebentar ke tempatmu dan membawa kue.

To: Hirano Kinari
From: Ueda Yuusuke
Subject: Iie

Aku sudah dapat kue dari yang lain dan sake dari Sho-chan. Bawakan aku pie lemon-mu yang enak itu :p

To: Hirano Kinari
From: Ueda Yuusuke
Subject: Oh

Lebih baik lagi, tak usah bawa apa-apa :)

*****

Baru kali itu Kinari merasa sedikit gugup saat mau bertemu Yuusuke. Rasanya seperti datang ke kencan pertama mereka dulu. Tapi mungkin kali ini karena ia masih merasa sedikit malu karena sudah kelepasan tak terkendali seperti itu di depan Yuusuke. Memang sih, Yuusuke pacarnya tapi pakai menangis tak terkendali di pelukan Yuusuke itu cukup memalukan untuknya. Karena itu, ia sengaja datang menjelang waktu kedai es krim itu tutup. Dan berharap pada apapun di muka bumi ini kalau rombongan berisik dan selalu ingin tahu itu kali ini, untuk kali ini saja, tak ada di kedai.

Sapaan ramah dan hangat khas kedai itu menyambutnya begitu Kinari membuka pintu. Sayangnya bukan Yuusuke yang berjaga. Pelayan kedai itu tersenyum ramah padanya dan mengatakan kalau Yuusuke sudah berpesan padanya untuk langsung saja masuk ke rumah karena Yuusuke sedang keluar mengantar pesanan untuk pesta.

Kinari duduk menunggu di ruang duduk kecil di bagian belakang kedai yang biasanya digunakan untuk mengurus administrasi kedai itu. Ruang itu tadinya hanya lorong yang menghubungkan kedai dengan bagian rumah tinggal di belakangnya namun diubah fungsinya setelah kedai itu berkembang lebih maju dan ramai pengunjung. Sebuah jendela kecil menghubungkan ruang itu dengan bagian kasir di depannya. Pelayan toko mengantarkan secangkir teh hijau hangat dan semangkuk biskuit beras.

Yang ditunggu datang setengah jam kemudian tapi Kinari masih harus menunggu sedikit lebih lama karena itu bertepatan dengan waktu tutup kedai jadi Yuusuke harus membantu beres-beres sebentar. Ketika akhirnya Yuusuke duduk di depannya, Kinari mengerjapkan kedua matanya dengan heran; memandang dua buah amplop coklat tebal yang diletakkan Yuusuke di atas meja dan didorong pelan ke arahnya.

“A, apa ini?”

Yuusuke tak langsung menjawab, karena itu Kinari mengambil sebuah dan mengintip isinya. Matanya membelalak tak percaya dan detik berikutnya, kedua alisnya berkerut tak senang dan ia menatap Yuusuke dengan curiga.

“Yuusuke, serius. Ini apa?”

Yuusuke menggaruk ujung hidungnya lalu meringis. “Sudah kuduga. Ini…”

“Aku sama sekali tidak mengharapkan ini.” Kinari memotong ucapan pacarnya itu, menahan nadanya agar tak terdengar marah tapi ia tetap tampak tersinggung.

Yuusuke menyentuh tangan Kinari yang terlihat seperti mau melempar amplop itu ke tempat sampah. “Tunggu. Setidaknya dengarkan dulu apa yang mau kukatakan. Ya?”

Kinari menarik nafas lalu meletakkan amplop tebal itu kembali ke atas meja. Yuusuke memiringkan kepalanya sedikit, “Ookini.” Ia kemudian meletakkan tangannya di atas amplop yang tadi diletakkan Kinari. “Aku sudah berpikir panjang dan aku tak peduli kamu mau menganggapku tukang ikut campur atau apapun tapi kupikir, aku sungguh ingin membantumu. Aku berpikir ini hal yang wajar dan kalau aku bisa, kenapa tidak? Dan sebelum kau menyela, aku akan mengatakan ini: Ini bukan pemberian cuma-cuma loh. Aku tahu kau pasti tak akan mau menerima. Karena itu, anggap saja ini pinjaman jangka panjang. Kamu bisa mengembalikannya kapan saja kamu mau atau menyicilnya semampumu, terserah saja.”

Kinari nampak masih tak bisa menerima kata-kata Yuusuke, “Tapi, ini jumlahnya besar sekali. Aku tak bisa…”

“Kinari, aku ingin membantumu. Dan kalau kau sebegitu khawatirnya, aku sudah membicarakan ini baik-baik dengan orang tuaku. Mereka sudah setuju dan berpendapat bahwa kami memang harus membantumu.”

“Tapi---“

“Tentu saja ada syarat lainnya,” Yuusuke tak menggubris protes Kinari.

“Syarat?”

Yuusuke mengangguk. “Kamu harus berkonsentrasi. Istirahat yang cukup, makan yang cukup jadi kau bisa bekerja dengan baik dan suatu hari nanti, kau harus mau meninggalkan rumahmu dan masuk ke rumah ini.”

Kinari terdiam sejenak, berusaha mencerna perkataan Yuusuke. Sesaat kemudian, “Eh?”

Yuusuke mengangguk. “Kurasa aku tak perlu mengulang perkataanku.” Ujarnya sambil tersenyum lebar.

“EH?” suara Kinari meninggi dan wajahnya memerah. “A, aku… itu… me, memangnya tidak apa-apa seenaknya memutuskan begitu?”

Yuusuke menggelengkan kepala, “Semuanya nanti bisa diatur, kok” ujarnya seraya mengerling.

Kinari menunduk. Sekilas, ia masih nampak tersipu tapi kelamaan Yuusuke bisa melihat kalau Kinari kembali terlihat enggan dan tak enak. Yuusuke mengulurkan tangannya; menyentuhkan ujung jari-jarinya dengan ujung jemari Kinari. Dijentikkannya dengan pelan sampai Kinari mau mengangkat wajah dan memandangnya.

“Aku pun ingin Ibumu mendapatkan perawatan yang terbaik dan sembuh secepatnya.” Ujarnya pelan dan bersungguh-sungguh.

Kinari mencerna perkataan Yuusuke sebelum akhirnya mengangguk. Ia kemudian melirik ke arah amplop yang satu lagi. “Ini juga?”

“Ah, yang itu… itu dari Mao dan teman-teman.”

Mata Kinari kembali melebar tak percaya.

“Maaf. Aku… cerita pada mereka karena aku ingin minta saran dan mereka memaksa untuk menyumbang. Mereka tak mau dengar meskipun aku sudah bilang kalau kau pasti tak akan setuju dan akan menolak. Mereka juga menolak untuk dikembalikan. Kupikir, untuk yang satu ini sebaiknya kau menerima perasaan mereka.”

Kinari kembali terdiam.

“Kalau kau mau mengembalikan, silakan kembalikan sendiri pada mereka ya, meskipun aku tak yakin mereka akan mau menerima.” Yuusuke tertawa pelan.

“Aku…” Kinari menarik nafas. “Ini terlalu banyak.”

Yuusuke menggeleng. “Tak usah dipikirkan. Yang harus kau pikirkan saat ini hanya Ibumu dan bagaimana memberi perawatan yang terbaik. Itu saja. Ya?”

Ketika akhirnya Kinari mengangguk dan tersenyum, Yuusuke merasa ia terlihat begitu cantik. Kinari mengangkat tubuhnya dan bergeser ke sebelah Yuusuke. Untuk beberapa lama, ditatapnya pria tampan itu dan ketika Kinari merangkulnya dan menciumnya, Yuusuke mengerti Kinari tengah berusaha menyampaikan rasa terima kasihnya. Yuusuke membalas tatapannya dengan lembut, juga membalas ciumannya dengan senang hati.

Nande,” Kinari berbisik di sela ciuman mereka, mengusap bibir Yuusuke dengan ibu jarinya, “soko made boku ni tasukete kureta?

Nande tte… mochiron deshou?” Yuusuke tertawa pelan dan mengecup Kinari lagi, “Suki yakara de.

Yuusuke menganggap semu kemerahan di pipi Kinari itu adalah pemandangan paling imut di muka bumi ini. “Boku mo, Yuusuke ga suki.

-end-

18 comments:

  1. Ababababababbababbaa apa iniiiiiii?!! KISAMAAAAA NANI MONO DA!! Ini manis banget!!
    Oh Kinari, hidupmu kenapa susah begitu? Sini sini mari sama kakak!! (dan cara kapten Yuusuke meminta Kinari masuk ke keluarga itu....hauuuuu, keren dan lelaki sekali!!)

    ReplyDelete
  2. J..jadi sebentar lagi ngunduh mantu ya. Ah, aku terharu. Kinari pasti cantik ya pake gaun pengantin. Ue-chan, lamaranmu keren sekali! >_

    ReplyDelete
  3. 'suatu hari nanti'! Bukan sebentar lg, oii XD Uechan mau ngumpulin duit lg dulu *disambit centong es krim*

    eh, itu caranya jdnya licik bgt ya. Jd macam di pilem2 yg menikah utk bayar utang lorz

    ReplyDelete
  4. Ah, lama ataupun sebentar itu relatif, ya kan Kuma? (trus kenapa Kuma)

    Kinari terjebak dengan sadar dan senang hati?

    ReplyDelete
  5. karena Kuma *selalu* harus nunggu lama untuk kucingnya XDDD
    ah, gapapa, ini bayarnya dengan senang hati kok!!

    ReplyDelete
  6. APA INI MANIS SEKALI! 8DDD Otona kanji. Masalahnya agak berat. Tapi maniiiiiiis!!! Uechan jadikan aku pegawaimu saja biar bisa melihat adegan begini setiap hari!!! 8DDDD

    “Tentu saja kami tahu ulang tahunmu, kau pikir kami teman macam apa?” <--- arti tersirat: “Tentu saja kami tahu ulang tahunmu, kau pikir kami fanboy macam apa?” *disepak*

    “Kamu harus berkonsentrasi. Istirahat yang cukup, makan yang cukup jadi kau bisa bekerja dengan baik dan suatu hari nanti, kau harus mau meninggalkan rumahmu dan masuk ke rumah ini.” <--- *mati* SIAPA PRIA INI KEREN SEKALI

    ReplyDelete
  7. Nasibmu, Kuma XDD Tak apa, yang penting kau ganteng :3

    @Tacchin: Ini sepertinya terlalu cepat penyelesaiannya ya XD; Kau mau ngintip Uechan yang wangi es krim ichaicha sama pacarnya yg cantik?

    Kau sungguh mengerti maksudku, anak muda XD

    Kalian sungguh merasa itu bukan pemaksaan sepihak? XDD

    ReplyDelete
  8. Tentu saja. Pasti tiap hari ada aja adegan kecil tapi bikin niyaniya. :9

    Habisnya harus ada ya itu pasukan di ficnya Uechan/Kinari? XDDDD pasukan fanboy.

    Eh ya kalau yang dipaksa sebenarnya seneng, mananya yang dipaksa sih. Justru ini namanya Kinari untung dua kali. Dipinjemin uang sama dilamar sekaligus XDDDD

    ReplyDelete
  9. "Justru ini namanya Kinari untung dua kali. Dipinjemin uang sama dilamar sekaligus"

    INI DIA XDDDD

    ReplyDelete
  10. @Tacch: meski cuma lirik2an mesra pun bikin niyaniya ya, Tacc~ *elus2 Jinshan* #eh

    Nggak harus... sih, sebenernya XDDD Tapi ini kan lagi ultahnya Uechan dan karena mereka fanboy, jd pasti mereka muncul utk ngerayain kan XDDD

    Hihihihi untuk Kinari ini dan itu beda urusan ya XDD AHOAHOAHOAHOAHOAHOAHOAHOAHOA SOU KA, SOU KA

    ReplyDelete
  11. Toh ujungnya akan begitu juga, apa salahnya diijon dari sekarang supaya Kinari-nya ga digondol orang, begitu mungkin yang dipikirkan Ue-chan? XD

    ReplyDelete
  12. fffffffffffff--- ini jual diri buat bayar utangnya sih bahagia ya. XDDDDDDDDD *tewas*

    ReplyDelete
  13. Karena kebayang habis lirik-lirikan itu Uechan senyum maniiiis. XDDD *terkapar lagi* *lama2 doyan Uechan beneran ini sih*

    Memang mereka memiliki semangat fanboy yang kuat. XDDD Kinari, sabarlah berbagi Uechan dengan mereka. XDD

    Memang kan? XDDD Ini sih Uechannya aja yang nyari-nyari alasan biar Kinari ga merasa ga enak. XDD


    ReplyDelete
  14. Gw nyengir lebaaaaaaaaaaaaaaaarrrr di ruangan.

    HOI, kau yang disana, Mama-san! Bertanggung jawablah karena gw berguling2 niyaniya begini!

    Ue-chan, otona yakara naaaaaaaaaaaa~~ <3

    ReplyDelete
  15. @Icha & Tacchin: itu pas ngobrol sama ortunya pasti sekalian mikirnya "ah, kalo gitu anggap saja ini 'tanda jadi' untuk nanti kalau kau membawanya ke rumah ini ya, Yuusuke" gitu ya XD Jd nanti kalo jadi beneran, Uechan tinggal bawa barang2 yg lain (emangnya ini seserahan orang jawa apa XDDD)

    @Anne lalu Kinari pun dere2 jadinya XD

    @Tacc: Tapi ini Uechan, Tacchin! Apa salahnya kau jadi doyan padanya, haaaaaaaaah! Dia ganteng dan manis dan otona juga otokomae!! *menempeli*

    @Riri: Mereka butuh lebih banyak cinta, Kappa!! Bantu aku menyebarkannya! #eh

    ReplyDelete
  16. "Okan, Oton, aku melakukan ini demi calon menantu kalian!" nanchatte~? XD

    ReplyDelete
  17. Sudah direstui sama calon mertua juga gitu ya si Kinari? Hmmmm.... XD

    @mama-san dan "TACHIBANA-SAAAAAAAAAAAN!!!"? *tetep* XDDD

    ReplyDelete