Cast: Inoue Masahiro, Matsuzaka Tori
Rating: PG-13
Disclaimer: Own nothing
Note: Untuk Anne yang sepagian ini berusaha dengan sangat kerasnya XDD;; Well, this is as much as I could do in the middle of deadlines.
Warning: BL, AU, OOC, randomness
Tak ada yang lebih nikmat di dunia ini selain tidur sepuasnya dan bangun siang di akhir minggu. Dengan pikiran itu, Tori menggeram pelan seraya menggeliat. Kedua lengannya meremas bantal di bawah kepalanya dan wajahnya dibenamkan ke dalam gundukan empuk berisi bulu angsa itu. Suasana kamarnya sejuk dan nyaman sekali karena pendingin ruangannya baru saja dibersihkan seminggu yang lalu. Padahal di luar sana, cuaca sudah mulai panas. Dia bahkan tak ambil pusing melirik ponselnya yang bergetar pelan di dekat bantalnya. LCD mungil di bagian depannya menyala samar, memberi tanda kalau ada panggilan masuk.
Dokter muda itu baru benar-benar membuka mata nyaris tengah hari. Itupun masih berguling-guling malas selama beberapa menit sebelum tangannya meraba-raba permukaan kasur mencari ponselnya. Pandangan matanya yang kabur menangkap deretan beberapa notofikasi di layar ponselnya. Tori mengerjap beberapa kali dan pandangannya malah makin kabur. Sial, rupanya semalam ia tidur tanpa melepas lensa kontaknya. Dengan malas, ia bangkit dan menuju kamar mandi dengan terhuyung. Keluar beberapa saat kemudian dengan wajah sedikit lebih segar dan kacamata bertengger di pangkal hidungnya.
Ibu jarinya bergerak lincah di permukaan ponselnya, membuka beberapa pesan yang masuk dari ibunya, Katou-sensei, Masaki, dan Shunsuke. Bibirnya melengkung membentuk senyum geli dan sesekali memutar bola matanya. Setelah membalas semua pesan, barulah ia membuka notifikasi panggilan tak terjawab. Hanya ada satu. Dengan kanji 'Inoue Masahiro' tertera di sebelah jam panggilan tersebut masuk.
Tori tersenyum seraya menggigit bibir, bisa membayangkan dengan jelas tampang sebal pemuda itu saat panggilannya tak dijawab. Sambil membuka tirai kamarnya, Tori menekan tombol 'Call' dan menunggu beberapa saat. Keningnya berkerut saat sebuah melodi musik mengalun samar dari luar ruangannya. Dijauhkannya sedikit ponselnya dari telinganya supaya ia bisa mendengar lebih jelas. Ia kenal sekali musik ini. Kerutan di keningnya makin menjadi dan Tori melirik ponselnya lalu mendengarkan lagi. Melirik ponselnya sekali lagi kemudian mendengarkan lagi. Musik itu makin keras sebelum akhirnya Tori menangkap suara seseorang berdesis dan mengumpat pelan.
"Moshi-moshi." suara yang ditangkap telinganya terdengar bergema. Seperti dua orang bersuara sama berbicara pada saat yang bersamaan.
Tori nyaris tertawa terbahak-bahak. Sambil menghela nafas, kakinya melangkah santai ke luar kamar. "Kapan datang?" Tanyanya pada ponselnya, sementara matanya menangkap sosok pemuda yang berdiri di dekat meja makan, memunggungi pintu kamar Tori.
"Eh? Tori? Bukannya sedang tidur? Eh?"
Tori menggigit bibirnya keras-keras agar tawanya tak tersembur. "Aku baru saja bangun, bodoh. Ada apa menelepon pagi-pagi? Kupikir aku sudah bilang kalau hari ini aku ingin tidur sampai siang." Dilihatnya Masahiro menggaruk bagian belakang kepalanya.
"Umh, iya. Ingat, kok. Tapi mendadak tadi pagi aku ingin sekali bertemu Tori." Masahiro menurunkan intonasi bicaranya dan meskipun Tori tak bisa melihat ekspresi Masahiro, dia bisa membayangkan dengan mudah semu kemerahan di pipi pemuda itu.
"Oh ya? Lalu karena itu kamu datang ke apartemenku dan menunggu lama sampai aku bangun? Tidak bosan?" Tori menyandarkan sisi tubuhnya ke ambang pintu. Rasanya sudah ingin sekali memeluk dan mencium kekasihnya itu, tapi ia masih bisa menahan dirinya. Diperhatikannya pemuda itu melangkah ke dapur dan sibuk mondar-mandir di depan konter, entah melakukan apa.
"Bosan sih, tapi aku bawa laptopku, kok." ujar pemuda itu singkat.
"Hee~ Lalu, sedang masak apa di dapurku?"
Pemuda itu terkekeh. "Yang simpel saja. Club sandwich. Kenapa sih tidak bilang kalau kulkasmu sudah kosong? Aku kan bisa menemani belanja atau mampir di supermarket sebelum kemari." Langkah pemuda itu terhenti, seperti tersadar akan sesuatu. "Tunggu! Kalau sudah bangun, kenapa malah meneleponku dan..." Masahiro memutar tubuhnya dengan cepat, nyaris menjatuhkan topless biskuit di atas meja makan. Matanya terbelalak lebar saat melihat Tori cengengesan di belakangnya. "Mou~"
Tori terbahak dan memutus sambungan teleponnya. Didekatinya pemuda yang sedang merengut dengan lucunya itu dan menyelipkan kedua lengannya ke sekeliling pinggang pemuda itu. Digerakkannya sedikit tubuh jangkung Masahiro, masih tertawa geli. "Memangnya tidak merasa aneh waktu mengangkat telepon dariku sementara kau sendiri sedang ada di sini?" Tori terkekeh senang.
Masahiro melengos. "Tadi kan kukira orang lain. Aku sudah takut akan membangunkan Tori karena tadi teleponku belum di-silent. Mana aku tahu kalau Tori akan menelepon. Lagipula, kenapa telepon kalau tahu aku di sini?"
Tori menjulurkan lidah, menarik pemuda itu lebih dekat padanya. "Loh, aku tidak tahu kalau Ma-kun ada di sini. Wajar kan kalau aku meneleponmu begitu melihat di ponselku kalau Ma-kun menelepon tadi pagi?" Ditatapnya pemuda itu sambil tersenyum miring.
"Ya memang, sih." Masahiro mendengus. Sedetik kemudian kedua lengannya balas melingkari tubuh Tori dan mendekapnya erat. "Ohayo," ujarnya sambil mengecup kening Tori.
"Ohayo." balas dokter muda itu sambil tersenyum lebar. Disandarkannya dagunya di dada pemuda itu, menatap kekasihnya dengan mata yang masih sedikit mengantuk namun terkesan manja. Masahiro menjilat bibirnya sendiri dan mengecup pucuk hidung Tori.
"Aku belum buat kopi karena nanti pasti Tori protes soal rasanya." Masahiro berujar.
Tori tertawa, "Payah deh. Tapi tak apalah. Aku sedang tak ingin minum kopi instan."
Masahiro mencubit lengannya sebagai bentuk protes dan Tori berjengit. "Sakit dong~ Kalau kasar-kasar, nanti aku usir dari sini loh."
"Pfft."
"Dan Ma-kun tahu aku pasti tega melakukannya."
Pemuda itu terdiam sebelum akhirnya mengangguk. "Tori mau makan sekarang? Sandwich-nya sedikit lagi jadi." ujarnya mengalihkan pembicaraan karena takut Tori benar-benar akan mengusirnya keluar. Dokter itu pernah mengusirnya dari ruang prakteknya dulu karena Masahiro tak bisa diam dan ngotot berada di dalam ruangan meskipun Tori sedang ada pasien. Rasanya tak enak sekali dilempar keluar seperti dulu lagi. Jadi lebih baik sekarang dia menurut saja.
"Hmm...mana ciuman selamat pagiku?" tagih dokter itu sambil mengeratkan pelukannya.
Masahiro nyengir lebar dan menunduk untuk mengecup bibir Tori dengan sayang. Dibiarkannya Tori menariknya lebih dekat lagi hingga dada mereka berhimpitan dan Tori melumat bibir Masahiro dengan agak sedikit bersemangat. Masahiro mengelus punggung Tori dengan sayang, mengerang pelan dan dibalas Tori dengan erangan yang serupa. Mereka bertukar kecupan di hidung sebelum saling melepaskan diri dan Masahiro melanjutkan membuat sandwich (yang ternyata berukuran lumayan besar).
Beberapa saat kemudian, mereka sudah duduk di sofa dengan Tori yang lebih senang menjadikan Masahiro sebagai sandaran dibanding bantalan punggung sofa yang empuk. Masahiro melebarkan kakinya agar Tori bisa duduk dengan nyaman, menyandarkan punggungnya ke dada Masahiro. Piring berisi sandwich didekap di pangkuannya sementara mulutnya sibuk mengunyah. Masahiro tertawa geli, mengecup pipi Tori yang menggembung penuh terisi makanan dan Tori menyikut pelan perut pemuda itu.
Padahal dia sudah membayangkan akan melewatkan hari pertama di akhir minggu itu sendirian saja. Atau paling tidak, hanya bicara dengan Masahiro lewat telepon. Tapi harus diakuinya kalau melewatkan akhir minggu sambil bermalas-malasan ditemani sang kekasih seperti ini, rasanya jauh lebih menyenangkan. Toh, tidurnya sudah cukup lama dan dia sudah merasa jauh lebih segar sekarang. Ia hanya berharap ia tak melakukan sesuatu yang membuat kekasihnya itu jadi bersemangat atau energinya yang sudah terkumpul akan kembali terkuras dengan cepat. Yah, bukan maksudnya benar-benar protes sih. Bersenang-senang dengan Masahiro di tempat tidur (atau sofa atau mungkin karpet ruang tamunya atau mungkin sekali di bath-tub) memang bentuk lain penyegaran tapi sungguh, Tori sedang ingin tidur saja.
Ditambah lagi, dekapan lengan Masahiro dan hangat tubuhnya benar-benar membuat Tori merasa nyaman sekali. Begini saja rasanya cukup dan dia tak ingin melakukan apa-apa lagi. Tori mendesah pelan dan disambut Masahiro dengan senyum dan kecupan pelan di pucuk kepalanya.
"Bukannya Ma-kun bilang ingin keluar dengan Sainei-san hari ini?" Tori bertanya, melipirkan matanya sejenak ke arah TV yang menyiarkan berita infotainment.
Masahiro menjumput sepotong sandwich. "Hmm? Oh. Tidak jadi. Ryuuji-nii tiba-tiba sakit perut. Sepertinya dia dikerjai anak buahnya kemarin malam dan disuruh makan wasabizushi dalam jumlah banyak." ujarnya sambil mengedikkan bahu.
Tori mengangkat alis. "Tak apa-apa, tuh?"
Masahiro mengibaskan tangannya. "Sudah diberi obat sama Kubo-nii, kok. Kazu-nii menyuruhnya diam di rumah hari ini."
Tori mengangguk-angguk. Jemari-nya diusap untuk menjatuhkan serpihan roti ke atas piring dan berdecak karena sandwich-nya sudah habis dimakan. Masahiro tertawa. "Lapar sekali? Kita pesan antar saja ya? Tori mau apa?" Masahiro menjangkau ponsel-nya dari atas meja.
"Kenapa harus pesan antar?" Tori mengangkat alis.
"Karena Tori bilang malas keluar dan ingin tidur saja di rumah juga karena kulkas Tori nyaris tak ada isinya meskipun ini awal bulan?"
Tori terbahak kencang sampai membungkuk-bungkuk. Ia menoleh untuk mengecup pipi pemuda itu. "Hm. Terima kasih karena sudah perhatian sekali. Ma-kun benar-benar calon suami yang baik, deh. Kalau pesan-antar dari restoran Italia yang di Roppongi itu, mungkin tidak?"
Masahiro membusungkan dadanya karena dipuji. "Mereka biasanya tidak melayani pesan antar, tapi kalau kutanya, kurasa mereka mau. Itu saja?"
Tori beringsut, menyandarkan kepalanya ke bahu Masahiro. "Sebenarnya ingin blueberry pie juga. Tapi tak usah deh. Kasihan Murai-kun kalau kau suruh dia mengantar kue ke sini juga."
Masahiro nyengir lebar. "Kan ada Kimito."
Cieeeehhhhh Bocchan kawaiiiiii~ *sundul pipinya* Ada babi guling2an di kasur!! Nanti makin gendut loh! XDDD
ReplyDeleteOh Sainei, deritamu. Sudah tak pernah muncul, sekalinya muncul sakit perut. ^^;;;
karena rajin guling itulah celengnya awet debu *disruduk* XDDDD
ReplyDeleteGue... gak tau gimana caranya memunculkan Sainei dengan agak dignified gitu *ninja*
kalau disuruh cuti seminggu terus begini terus, yakin deh begitu balik jasnya gak muat. *diseruduk* enak sekali sih babi ini!! *cubit perutnya*
ReplyDeleteya ampun, Sainei. Siapa yang tega mengerjaimu? *menatap Takki dengan curiga*
Wah, itu mah bahaya XDDD Gue yakin abis pulang bulan madu pun beratnya pasti nambah meskipun banyak... Ahem....berolahraga *grins*
ReplyDeleteTakki diperalat sama yg lain buat ngerjain Sainei *ninja*
Apalagi kalo bulan madunya di tempat yang banyak makanan enak, tsk. XD
ReplyDeleteSecara Takkii selalu jadi penjahat melulu akhir-akhir ini, mungkin aja sih. XDDD *poke abang pake gagang wajan*
beruntung aja deh, soalnya kalau nikah sama Kuma kau akan dibatasi makan dan tidak bisa foya-foya. *tetep cubit perutnya*
ReplyDelete*dilempar bor gigi*
Ma-kun buodoooohhhh. XDDD
ReplyDeleteAh, picspam itu berhasil! ...ya udah, ntar weekend kita picspam lagi, nfufufu~.
Thank youuuuu~~!
GDI, Anne *sambit* XDDD
ReplyDeleteSa...Saineiiiiiii, kenapa kau muncul lagi2 jadi penampakan saja?!!!!
ReplyDelete& sekarang malah sakit perut *LOLOLOLOL*
Ma-kun, memang calon suami yg baik ya?
entahlah, Ri XDDD
ReplyDeleteNfufufufufufufufu
Kenapa kau malah tertawa, Panda...
ReplyDelete*laso*
karena? *gyay*
ReplyDelete