Thursday, February 2, 2012

[Fic] Simple

Cast: Jinnai Sho, Hirose Daisuke
Rating: PG-13 for being in bed
Warning: AU, BL, OOC
Disclaimer: I am nobody but a humble fangirl. I own nothing.
Note: Baiklah. Ini tak se-pervert yang kuduga. Jinshaaaaan, kenapa kau menahan dirimuuu!! *tabok*



Sesekali, Jinnai berpikir apakah ia akan terlibat masalah karena ini. Yah, dia memang tak pernah terlalu peduli pada aturan tapi yang satu ini masalahnya sama sekali berbeda dari sekedar bolos, merokok di atap sekolah atau berkelahi seperti yang kerap dilakukannya dulu. Masalah yang dimaksud lebih pada masalah untuk dirinya sendiri dan mungkin (meskipun belum tentu) akan jadi masalah untuk orang lain juga. 

Jinnai bukan tipe laki-laki yang suka berpikir macam-macam. Ia selalu senang dan ingin segala sesuatunya berjalan begitu saja dan simpel tanpa perlu berputar-putar. Masalah yang ini... bukannya rumit tapi bisa dibilang cukup membuatnya bingung. Meskipun berulang kali ia ingin kabur, selalu ada saja yang membuatnya penasaran dan yah, ia masih cukup jujur pada dirinya sendiri kalau sebenarnya ia pun tertarik. Sangat tertarik malah.

Ia mendesah dan melirik pada sosok yang berbaring di sampingnya, nampak sibuk dengan ponsel di kedua tangan. Jinnai menggapai rokok yang digeletakkannya di lemari di atas tempat tidur mungilnya. Gerakannya membuat temannya harus beringsut mendekat kalau tak ingin tersenggol jatuh ke lantai. Jinnai mengerjap saat Daisuke menyandarkan setengah bagian punggungnya ke dada Jinnai sementara satu tungkainya menyelusup ke antara kedua kaki Jinnai di bawah selimut.

”Kakimu dingin,” komentar Jinnai seraya menyalakan dan menghisap rokoknya.

Daisuke terkikik namun hanya mengedikkan bahu, masih begitu asyik bermain ponsel. Seolah ingin membuat Jinnai sebal, dia malah menggosokkan tumitnya ke betis Jinnai. Sebagai balasan, Jinnai merunduk dan menggigit pundak kurus Daisuke. Pemuda itu terpekik dan berputar sejenak, mengalihkan perhatian dari ponsel untuk memukul dada Jinnai. Sedetik kemudian, ia kembali sibuk dengan ponselnya.

Jinnai memutar kedua matanya sambil mengusap bagian dadanya yang dipukul. Ia pun tak berkomentar apapun saat Daisuke beringsut lagi, menarik sebelah lengan Jinnai yang tertindih tubuhnya untuk dilingkarkan ke pinggangnya. Jemari Daisuke pun bermain-main dengan jari-jari Jinnai dan mau tak mau, sudut-sudut bibir Jinnai terangkat membentuk cengiran miring. 

Bisa dibilang, Daisuke terlalu kurus untuk seleranya. Ayah Jinnai selalu prihatin tiap kali pemuda itu mampir ke toko sakenya dan menyuruhnya makan banyak-banyak. Daisuke tertawa renyah dan berkata kalau makan sebanyak apapun, ia tak pernah bisa gemuk. Jinnai mencibir dan dihadiahi sebuah lemparan gumpalan tisu ke punggungnya. Lengan dan tungkainya pun terlalu panjang tapi entah kenapa, selalu pas melingkari tubuh Jinnai tiap kali Daisuke memeluknya. 

Lebih dari semua itu, Jinnai harus mengakui kalau Daisuke terasa hangat (kecuali mungkin kakinya saat ini) dan caranya bereaksi pada Jinnai benar-benar membuat pria itu tak bisa menolak atau mengusirnya pergi. Meski diikuti kemanapun, meski Jinnai harus mengantarnya pulang tiap kali karena Daisuke menolak pulang kalau tak diantar, meski banyak perkataan atau tingkah laku Daisuke yang membuatnya memutar mata atau menjitak kepala Daisuke, Jinnai tak bisa bilang dia keberatan (setidaknya, pada dirinya sendiri).

Entah apa pula yang membawa mereka ke situasi seperti sekarang. Maksudnya, tentu saja, melakukan hal-hal yang sangat intim dan biasanya hanya dilakukan oleh pasangan. Jinnai nyaris lupa siapa di antara mereka yang memulai semua ini. Sentuhan lembut di punggung atau lengan, pelukan, kecupan lalu berlanjut lebih dari itu. Bukannya dia mengeluh, hanya saja, seperti yang sudah dikatakannya, Jinnai tak suka sesuatu yang rumit. 

Sekali lagi diliriknya Daisuke yang tengah tersenyum. Begitu manis, begitu menyilaukan. Seandainya dia tak mengatakan apapun juga, apakah Daisuke akan tetap berada di samping Jinnai seperti sekarang? Seandainya orang tua Daisuke tahu dengan siapa anaknya terlibat saat ini, apa yang akan terjadi? Seandainya ayahnya menentang, apa yang akan dilakukannya? Seandainya Mitsuya tak suka pada Daisuke (kemungkinannya kecil, tentu saja. Mitsuya mudah sekali diluluhkan), apa dia akan mengusirnya pergi?

Dia benci sekali harus memikirkan hal-hal seperti itu. 

Pria itu pun mematikan rokoknya meski masih tersisa setengah batang tapi ia tak begitu peduli. Berpikir membuatnya lapar dan ia ingat masih ada sepiring salad dan kroket yang siap digoreng di dalam kulkas. 

”Awas,” ujarnya memperingatkan Daisuke seraya berguling hendak melewati pemuda itu. Saat posisinya sedang tepat berada di atas Daisuke, pemuda itu dengan sigap melingkarkan kedua lengan di sekeliling leher Jinnai dan menahan pinggul Jinnai dengan sebelah lutut. 

Jinnai mengerjap lalu tertawa, ”Minggir.”

”Mau ke mana?” Daisuke mendekatkan wajahnya, menggesekkan ujung hidungnya dengan dagu Jinnai.

Jinnai menjilat bibirnya. ”Lapar.”

”Jadi mau meninggalkan aku sendirian di sini? Aku juga belum makan malam, loh.” Daisuke mengingatkan dengan manja.

 Jinnai mendenguskan tawanya. ”Yang benar saja. Sambil menungguku tadi kan kau sudah menghabiskan dua kotak takoyaki.”

”Kalau belum makan nasi, itu namanya belum makan.” Daisuke memprotes, memperkuat usahanya mencegah Jinnai yang masih berusaha menjauh dengan mengaitkan satu tungkai ke pinggang Jinnai. Ditariknya bagian bawah tubuh Jinnai turun hingga bersentuhan dengan pinggulnya sendiri. 

Jinnai mendesis. ”Baiklah. Tapi hanya ada salad dan kroket di kulkas. Atau kau mau menunggu aku memasak nasi dulu baru kau puas?” Pria itu memutar bola mata, berusaha tak bereaksi pada efek gerakan Daisuke yang sepertinya sengaja menekan di tempat yang cukup strategis.

Setengah mengalah, Jinnai pun melingkarkan kedua lengan mengelilingi tubuh Daisuke. Diangkatnya sedikit tubuh mereka supaya Daisuke berbaring bersandar bantal dan ia sendiri bisa lebih nyaman bersandar pada Daisuke. Pemuda itu tertawa senang, entah kenapa. Sebelah kakinya bergerak, tumitnya menelusuri kaki Jinnai mulai dari lutut naik ke paha dan mengulang gerakannya dengan pelan.

”Hmm, tapi itu berarti aku akan pulang kemalaman?” Jemarinya terulur memainkan anak rambut di pelipis Jinnai.

Jinnai mendengus, ”Ini sudah jam sebelas kurang, tahu.”

Daisuke mengedikkan bahu dengan genit, menggapai ponselnya yang tadi digeletakkan begitu saja di dekat bantal. Jemarinya bergerak cepat lalu kembali meletakkan ponselnya. ”Aku menginap.”

”Chottoooo~”

Daisuke hanya tertawa dan malahan mengeratkan pelukannya di sekeliling leher Jinnai dan kaki ini kedua kakinya memerangkap pinggul Jinnai dengan sempurna. ”Paman kan tahu aku di sini.” bisik Daisuke, memandang Jinnai dari balik bulu matanya yang panjang.

Jinnai memutar bola matanya lagi, ”Kau selalu menyapanya tiap kali datang kemari dan sebelum aku mengantarmu pulang. Bagaimana mungkin beliau tak tahu kau masih ada di sini, hah?” Tukas pria itu sambil menggigit ujung hidung Daisuke dengan gemas.

Daisuke tertawa lagi hingga matanya menghilang dan sudut-sudutnya membentuk kerutan imut. Jinnai mengusap tempat itu dengan ibu jarinya dan balas menatap Daisuke yang sudah membuka matanya lagi. Daisuke menatapnya dengan mata berbinar dan sedikit berbeda dari biasanya. Jinnai tahu apa maksudnya tapi entah kenapa ia malah mengalihkan pandang ke leher putih Daisuke.

Daisuke mencium pipinya dan Jinnai menutup mata. Mungkin ia memang terlalu banyak berpikir. Entahlah. Perutnya yang lapar kembali bergejolak dan Daisuke terkikik geli mendengarnya.

”Kubilang kan? Aku lapar nih,” protes Jinnai, kali ini memberanikan diri melihat ke arah Daisuke.

Pemuda itu nyengir lebar, ”Tapi aku masih ingin begini loh. Kalau masih tetap ingin ke dapur, kamu harus menggendongku dalam posisi begini.”

Satu tangan Jinnai bergerak ke samping tubuh Daisuke dan jari-jarinya menekan di antara tulang rusuk Daisuke. Pemuda itu pun spontan menjerit dan memberontak karena geli. Hebatnya, ia tetap keras kepala tak mau melepaskan Jinnai dari pelukannya.

”Oi, Daisuke~” Jinnai terengah saat Daisuke berhasil menggeliat dan malah memposisikan tubuh mereka sebegitu rupa hingga tubuh mereka merapat mulai dari pinggul hingga dada. Bergerak sedikit saja, Jinnai tahu dia harus melupakan makan malamnya.

Sebaliknya, Daisuke malah meletakkan kedua tangan di pundak Jinnai dan memandanginya dengan tatapan penuh puja dan pipi yang sedikit bersemu merah. Jinnai mengumpat dalam hati. Dibuangnya semua hal yang memenuhi otaknya, seperti yang biasa dilakukannya. Ujung-ujung jemari Daisuke menelusuri rahang dan bibir Jinnai, mengikuti dengan kecupan kecil di tempat yang baru saja disentuh. Pemuda itu mendesah senang saat Jinnai beringsut dan mengecupi lehernya. 
”Aku akan makin lapar setelah ini loh.” bisik Jinnai seraya menggigit bibir bawah Daisuke.

Daisuke tertawa, ”Hmm. Aku kan tak pernah menolak menemanimu makan malam.” Ia mendesah lagi, bergerak mengikuti isyarat tubuh Jinnai.

”Tsk. Tak ada makan malam untukmu.” Jinnai bergerak lagi, memeluk Daisuke erat-erat.

Kali ini pemuda itu menarik nafas tajam dan getaran tubuhnya membuat Jinnai merasa begitu senang. Wajah Daisuke berubah semakin merah tapi cengirannya tetap muncul. Daisuke menempelkan pipinya ke pipi Jinnai dan ia tersenyum saat membisikkan nama Jinnai dengan suara sedikit bergetar.

Jinnai menutup mata. Mungkin ia memang tak perlu berpikir serumit itu.  

-end-

28 comments:

  1. JINSHAN!! *menempel gesek-gesek pipi* kau tak perlu menahan diri untuk otome semanis itu loh, lupakan makan malam!!! Makan saja Dai-nyan! >9

    ReplyDelete
  2. Ih, sugestif sekali dainyaaannn!
    Udah Jinshan, bener deh, apalagi yg mau dipikirin kalo ada makhluk manis dan kepengen di depanmu!? Gak tiap hari dpt makhluk yg begitu! Terima saja gak usah mikir lagi! Hohoho

    ReplyDelete
  3. Dai-nyaaaannn! *gigit2 mamam santap* Jinshan, berbagi makan malam dulu ya? :9

    ...jadi yang mau jadi pacarmu harus disetujui Mitsuya dulu, Jinshan?! XD

    ReplyDelete
  4. @Nei & Lene: itu kan udah dimakan sebelumnya :p tapi abis ini tetep makan lagi krn Jinshan beneran laper XDDD ditemenin masak sama Dai-nya yg cuma pake jersey kegedean tanpa clana trus bapaknya Jinshan masuk dapur. Jeng jeeeeeng

    @Icha Karena kan nongkrongnya sama Micchi. Harus ada persetujuan ketua preman XDDDD *dibanting Micchi*

    ReplyDelete
  5. otousan masuk dan jeng jeng jeng...."ah, maaf mengganggu." --lalu otousan keluar.
    apakah waktu mau mutusin pacaran/engga sama Kenki, Micchi juga tanya ke Jinshan?

    ReplyDelete
  6. Otou-san: *mengepalkan tangan sambil nangis terharu di balik pintu* akhirnya anakku ada yg mau jugaaaa. Toko ini akan ada penerusnya!

    Oi, Otou-san! Anakmu itu ganteng dan seksi, tauuuu!!

    Nanya lah, pasti. Tapi sambil tsuntsun juga? XDDD Jinshan pasti mesem2 gejeh sambil godain Micchi yg lg sok2 galau

    ReplyDelete
  7. OI, OTOUSAN!!! XDDD
    ih, Micchi tsun-tsun segala, calonmu itu ganteng sekali loh, kalau tak mau, berikan padaku :3

    ReplyDelete
  8. Mari, saya temani minum, Otou-san XD

    Padahal nanti pun anaknya banyak ya, pake tsuntsun segala XD

    ReplyDelete
  9. AH NANI KORE. *berguling pegang pipi* *dokidoki bacanya*
    bagaimana bisa kau menahan diri disuguhi otome manis yang mau begini, Jinshan? Bagaimana bisa?

    .....itu bapaknya tak curiga sama sekali btw? XDD

    ReplyDelete
  10. Oraaaaaaaaaan *ikutan berguling* #loh

    Entahlaaaaah, aku juga bingung kenapa dia begitu XDDD Mungkin takut disuruh langsung ngawinin? #eh

    Bapaknya... hanya senang krn anaknya skrg udah gak berantem, bantu2 di toko, dan skrg udah mulai bawa pulang anak orang? XDDDD

    ReplyDelete
  11. bapak, justru anakmu nemu otome begitu karena berantem (nulungin orang)

    ReplyDelete
  12. Nobunaga-saaaaaan!!! *tepuk tangan ala fanboy*
    Jinshan malah jadi keliatan makin keren dan dewasa(?) krn nahan diri gitu, tapi kaaaaan. XDD

    Bapaknya malah seneng!? XDD

    ReplyDelete
  13. @Nei lah, kan yg ditulungin otome-nya? XDDD

    @Tacc: Oraaaaaan *raba2* huahahahaha krn bs menahan diri jd terlihat dewasa ya? Tenang saja, Jinshan, yg jelas kau tak akan masuk penjara kok *Kuma terpuruk*

    ReplyDelete
  14. Nobunaga-san! Yamete kudasai yo. *tapi senyum doyan* <---dua makhluk itu memang tak tertolong lagi

    iya, jadi kesannya emang ngejaga gitu. XDDD Kalo kuma sih.... berjuanglah. XDD

    ReplyDelete
  15. eh iya maksudnya nulungin si otome itu, jadinya berkelahi juga ujung-ujungnya X9
    hoahahahaha terima sajalah nasibmu, Kuma. Dimanapun kau pasti akan masuk penjara.

    ReplyDelete
  16. Otome-nya doyanan begini yaaa. Untunglah Jinshan sedikit tau diri. Ga kayak Kuma. #tetep

    ReplyDelete
  17. @Tacc:
    *pegangan sama Oran, pasang doyagao*

    Mungkin krn awal ketemunya aja nolongin gitu ya. Jd Jinshan punya (sedikit) tanggung jawab moral buat ngejagain XD

    Ah, Jinshaaaaan *menempeli*

    Otome-nya bukan tipe yg malu-malu soalnya XD

    ReplyDelete
  18. "di tengah hujan... nobunaga-san berdiri menungguku... *senyum malu2*" *makan oran*

    jadinya jinshan sedikit ngerasa perlu untuk ngejagain si otome makanya perkembangan hubungan pun agak susah...? *eh*

    ReplyDelete
  19. *kawinkan keduanya* #ehudahya XDD

    Iya, berasa nolongin anak anjing/kucing di tengah jalan, gak pengen mungut tapi diikutin sampe rumah dan jadi punya PR deh, Jinshan XDDDD

    ReplyDelete
  20. Perkembangan hubungan terhambat apanyaaa? Itu udah dimakan semalam dua kali begituuu XD

    ReplyDelete
  21. dijagain dulu, dipupuk, dikasih mamam, baru dimama~~mmmm

    ReplyDelete
  22. Mamam memamam dan perkembangan hubungan sama sekali tak ada hubungannya XDD

    ReplyDelete
  23. paling juga itu berkembang karena dainyannya yang mulai.... kan? eh? XD

    ReplyDelete
  24. Sudah diduga begitu ya? Jinshan gak pengen mulai krn blm pengen hidupnya tambah repot XDDD

    ReplyDelete
  25. tapi akhirnya pasrah dan kebawa pacenya Dainyan? XDDD

    ReplyDelete
  26. Shouganai deshou? *nemenin Jinshan minum2* XDDDD

    Kalau jadi Jinshan, apakah kau akan sanggup menolak, anak muda?

    ReplyDelete
  27. tentu saja dengan senang hati saya mengikuti dainyan. *eh*

    ReplyDelete
  28. *nemenin Jinnai no otousan minum teh*

    ReplyDelete