Cast: Aoki Tsunenori, Akazawa Tomoru
Rating: NC-17
Warning: BL, AU, OOC, NSFW
Disclaimer: I own nothing
Note: HAPPY BIRTHDAY, NEI!!! *kecup basah*
Tsune sudah nyaris tertidur saat Tomoru meletakkan secangkir kopi panas di hadapannya. Matanya mengerjap pelan dan tersenyum samar, malas bergerak dari posisinya yang bersandar dengan nyaman di sudut sofa ruang tamu apartemen Tomoru. Entah apa yang dicampurkan Tomoru dalam masakannya untuk makan malam mereka tadi, yang jelas sekarang Tsune merasa sangat kenyang, nyaman dan mengantuk. Matanya menutup kembali saat dirasakannya bantalan sofa melesak pelan. Tomoru mengambil tempat di sampingnya, kedua kakinya dilipat di depan dada dan memandang Tsune dengan geli.
“Capek sekali?” tanyanya sambil iseng menusuk pipi Tsune.
Tsune bergumam pelan. “Aku ngantuk. Sejak kapan ya sofa Ena ini terasa senyaman ini?”
Tomoru terkikik geli. ”Bilang saja kalau mengantuk, dong. Kan tak perlu kubuatkan kopi.” Ujung jarinya kali ini menusuk bagian samping tubuh Tsune sampai pemuda itu menggeliat menjauh dan membuka matanya.
”Aku belum mau tidur,” jawab Tsune sambil menangkap jari Tomoru dan menggenggamnya kemudian menutup matanya lagi.
Tomoru kembali terkikik geli. Matanya yang besar mengerjap, menatap wajah tampan Tsune dengan penuh minat. Wajahnya bersemu merah saat tiba-tiba Tsune membuka mata dan balas menatapnya. Mau berpura-pura melihat ke arah lain tapi Tsune sudah bergerak lebih dulu dan mencuri satu kecupan dari bibirnya. Mata hitam-birunya berkilat jahil, sama dengan cengiran yang menghiasi bibir Tsune. Pun hanya bisa menyentuh bibirnya sendiri karena masih terkejut dan menatap Tsune menegakkan duduknya untuk meminum kopinya. Lagi-lagi Tomoru hanya bisa memandang uap tipis yang menguar samar dari gelas kopi, ditiup perlahan oleh Tsune dan untuk sesaat terlihat seperti membingkai tepi wajah Tsune.
Tomoru menahan nafas. Sekian bulan sejak terakhir kali mereka bertemu dan Tomoru selalu nyaris lupa bahwa Tsune terlihat sangatlah tampan dilihat dari jarak sedekat itu. Dadanya berdebar dan perutnya serasa seperti diaduk-aduk. Tsune melirik ke arahnya dari balik helaian poni yang jatuh menutupi nyaris setengah sisi wajahnya. Tomoru yakin jantungnya berhenti beberapa detik.
Tomoru pun beringsut mendekat. Sesaat ia ragu untuk merebahkan kepala di pundak Tsune sebelum Tsune tersenyum padanya. Perasaan salang tingkah dan tak karuan itu pun lenyap entah ke mana dan Tomoru bersandar manja ke bahu Tsune, nyaris menyurukkan wajahnya ke lekuk leher Tsune.
Ia rindu sekali.
Senyum Tsune berkembang makin lebar. “Aku juga.” Ucapnya pelan dan Tomoru terkikik tersipu karena tanpa sadar menyuarakan perasaannya. Tsune menunduk agar ia bisa memandang Tomoru dan dikejutkan oleh Tomoru yang kali ini memberanikan diri untuk mencuri kecupan darinya. Tomoru mengedikkan bahu penuh arti dan menarik tengkuk dengan sebelah tangan. Tsune membuka bibirnya dengan suka rela, membiarkan Tomoru menciumnya dan mendengkur pelan.
Mereka bertukar pandang sesaat, tersenyum seolah mengerti apa yang ingin disampaikan tanpa perlu berkata-kata. Tsune menyelipkan lengan ke pinggang Tomoru dan Tomoru pun beringsut ke pangkuan Tsune sambil kembali menciumnya. Kali ini Tsune balas mencium dengan antusias, bergantian memagut, menjilat, menggigit dan mengulum. Jari-jari Tomoru menyelip ke dalam helaian rambut hitam Tsune, membelai lembut dan mengusap dengan sayang. Tubuhnya menurut saat Tsune kembali bersandar dengan nyaman ke punggung sofa, membawa Tomoru lebih dekat dan lebih rapat padanya.
Telapak Tsune yang besar dan hangat mengelus lembut punggung dan sisi tubuh Tomoru. Sesekali turun ke bawah untuk meremas bokong kekasihnya itu, membuat Tomoru mengerang pelan dan menciumnya lebih dalam dan lebih bersemangat. Pemuda berambut kecoklatan itu pun tertawa tersipu saat merasakan sesuatu yang hangat dan keras menusuk bagian dalam pahanya. Tsune mengangkat alis, ikut tertawa pelan dan menggerakkan pinggulnya sedikit karena mengetahui hal yang sama pun juga terjadi pada Tomoru. Erangan Tomoru tepat di depan bibirnya membuat Tsune makin bersemangat dan kantuknya pun hilang entah kemana.
Tersengal pelan, Tomoru menyandarkan keningnya pada kening Tsune. Sesekali lidahnya menjilat bibir bawahnya. Tsune menyentuhkan ibu jarinya ke bibir tipis Tomoru yang kini begitu merah. Diusapnya pelan dan lembut seperti takut bibir itu akan terluka. Tomoru tersenyum dan kembali nafasnya tercekat saat mendapati Tsune menatapnya dengan penuh cinta. Tanpa banyak kata, Tomoru berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Tsune yang menyambut dengan senyum miring dan membimbing mereka ke kamar tidur.
Tanpa buang-buang waktu, mereka saling menanggalkan pakaian masing-masing. Bukan pekerjaan yang sulit mengingat mereka hanya mengenakan kaus dan celana olahraga. Tomoru baru saja hendak menarik lepas celana dalamnya tapi Tsune sudah mendorongnya ke tempat tidur dan menindihnya. Tomoru tertawa pelan dan menyambut ciumannya tanpa banyak komentar.
Seperti biasa, tiap kali mereka bertemu dan bercumbu, Tsune memperlakukan Tomoru dengan begitu lembut. Tentu saja, Tsune selalu punya alasan untuk itu. Frekuensi pertemuan yang dalam setahun bisa dihitung dengan jari, membuat Tsune tak pernah merasa ada perlunya untuk buru-buru. Tiap kali mereka bercumbu, Tsune selalu merasa seperti mereka kembali lagi ke awal. Mengenal lagi, mencari tahu lagi, mengingat-ingat apa yang tak disuka atau apa yang membuat mereka lupa diri. Tiap sentuhan, tiap kecupan, satu per satu ditanamkannya baik-baik dalam ingatannya.
Sebut saja dia egois kalau menjawab tak tahu apakah Tomoru pun merasakan hal yang sama tapi pacar tercintanya itu sama sekali tak pernah memprotes. Mungkin juga tak sempat karena perhatiannya sudah dialihkan oleh Tsune pada hal lain yang lebih penting saat itu. Seperti berkonsentrasi karena Tsune tengah mengecupi seluruh tubuhnya mulai dari leher, dada, perut, dan kini selangkangannya. Beberapa kali ia menggigit bibir, berusaha agar tak mengerang terlalu keras karena sungguh, ia benar-benar menyukai sentuhan Tsune dan rasanya sangatlah nikmat.
Tsune menyeringai puas begitu Tomoru akhirnya mengerang keras karena Tsune menggigit pangkal pahanya. Pelan, tentu saja, namun tempat itu adalah salah satu bagian tubuhnya yang cukup sensitif. Tsune kemudian mengecup tempat yang baru saja digigitnya, seolah meminta maaf dan bergerak lagi menyentuh tempat lain yang jauh lebih sensitif dan butuh perhatian lebih saat itu. Kepala Tomoru terbenam ke dalam bantal sementara erangan pelan meluncur tanpa putus dari bibirnya. Pinggulnya tersentak sesekali, berusaha mendapatkan lebih dari diberikan namun Tsune tak menyerah begitu saja dan menahan pinggul Tomoru dengan satu tangan.
Tsune kemudian mengangkat tubuhnya, sesaat tak mempedulikan Tomoru yang memandangnya dengan tatapan bertanya. Sekali lagi ia merebahkan tubuhnya di atas tubuh Tomoru dan memastikan agar ia tak terlalu membebani pacarnya itu. Tsune memeluknya dengan erat dan Tomoru hanya bisa balas memeluk dan menciumnya.
“Ena cantik,” desis Tsune sambil menggigit pelan bibir bawah Tomoru, menyukai bagaimana wajah Tomoru yang sudah bersemu berubah menjadi semakin merona karena pujiannya.
“Tsune-kun juga tampan.” Balasnya sambil tersipu dan tersenyum senang saat mendapati telinga Tsune memerah karenanya.
Mereka berciuman lagi dan Tomoru menyelipkan tangannya agar ia bisa menyentuh Tsune di bawah sana. Tsune menarik nafas tajam dan mendesah saat jemari Tomoru melingkar mantab dan bergerak pelan. Pemuda itu beringsut, memutar posisi mereka dan dengan senang hati melebarkan kedua kakinya untuk Tomoru.
Tsune menutup matanya dan menggeram rendah. Berat tubuh Tomoru di atasnya tak pernah jadi beban yang memberatkan untuk Tsune. Apalagi dengan kondisi seperti sekarang. Pemuda itu meletakkan tangannya di atas kepala Tomoru, memberi petunjuk dengan lembut. Sentuhan lembut dan basah di antara kedua kakinya sukses membuat Tsune terengah hebat dan Tomoru tersenyum senang, sedikit merasa bangga pada dirinya sendiri. Dalam hati berharap hanya ia satu-satunya orang yang pernah melihat Tsune seperti ini.
Ia kembali mencium Tsune, menyelipkan lidahnya dalam-dalam dan menghisap lidah Tsune dengan penuh hasrat. Sambil terengah, ia berbisik, “I want you.”
Tsune membelai kepalanya dengan lembut, lalu menyusuri garis rahang Tomoru dengan buku jarinya. Dijentiknya ujung hidung Tomoru dengan sayang dan melempar seringai lain. “You’re already on top of me.”
Wajah Tomoru memerah hebat meski kepalanya mengangguk. Sejenak ia menjulurkan tubuhnya agar bisa menjangkau laci di samping tempat tidur. Dengan penuh konsentrasi, ia memasangkan kondom pada Tsune dan mempersiapkan dirinya sendiri. Tsune menyelipkan sebelah lengan ke bawah kepalanya sendiri sebagai sandaran agar ia bisa melihat dengan lebih jelas apa yang dilakukan Tomoru. Kemaluannya bereaksi menyaksikan Tomoru menyelipkan dua jari ke dalam tubuhnya sendiri dan mengerang selama prosesnya. Disentuhnya lutut Tomoru dengan ujung jari-jarinya dan Tomoru tersenyum. Mereka berciuman lagi sebelum Tomoru mulai memposisikan tubuhnya dan perlahan membimbing Tsune ke dalam kehangatan tubuhnya.
Tsune menjulurkan kedua tangannya, mengambil kedua tangan Tomoru dan mengaitkan jari-jari mereka begitu tubuhnya terbenam sempurna di dalam tubuh Tomoru. Tsune mendesah panjang dan Tomoru menggeleng, mencegah Tsune untuk langsung bergerak atau ia akan meledak saat itu juga. Karena itu Tsune membiarkan Tomoru mengambil waktunya meskipun rasanya ia pun siap meledak kapan pun. Berada dalam tubuh Tomoru yang hangat dan mencengkeram erat tanpa melakukan apapun saja rasanya sudah sangat luar biasa nikmat. Untunglah Tomoru tak butuh waktu lama untuk membiasakan diri. Pegangan tangannya pada tangan Tsune mengerat dan ia pun mulai bergerak pelan.
“Ah, Tsune-kun...” Tomoru mendengkurkan namanya. Kepalanya terlempar ke belakang saat ia bergerak lebih cepat.
“Feels good?” tanyanya Tsune dengan suara parau, mendesah tiap kali Tomoru menggerakkan pinggulnya.
Tomoru mengangguk. ”Un. Kimochi ii. Aah.” Dilepasnya pegangan tangan mereka dan merebahkan tubuhnya untuk memeluk Tsune dan menciumnya. Wajahnya kemudian disurukkan ke lekuk leher Tsune dan mengerang tanpa malu-malu begitu Tsune ikut bergerak bersamanya.
Getaran suara Tomoru seolah menembus kulit Tsune dan merayap ke dalam tubuhnya. Geramannya menimpali erangan dan desahan Tomoru dengan harmonis. Tomoru terengah saat Tsune berhenti bergerak dan memeluknya erat. Pemuda itu bangkit untuk duduk dan memposisikan Tomoru di atas pangkuannya. Tomoru mengerang pelan dan melingkarkan kedua lengannya di sekeliling pundak Tsune. Tak ada pertanyaan di dalam mata lebarnya saat ia memandang Tsune. Hanya kepercayaan penuh dan permohonan untuk diberi kenikmatan penuh karena ia sungguh sudah tak tahan lagi.
Tsune menciumnya, memeluk pinggang Tomoru dengan erat dan mulai menggerakkan pinggulnya lagi. Tomoru mengerang lebih keras ke dalam ciuman mereka sebelum akhirnya menjauh dan memeluk Tsune erat-erat. Posisi seperti itu memudahkan Tsune menjangkau titik di dalam tubuh Tomoru yang dengan pasti akan membuatnya mencapai kenikmatan. Tomoru terisak, memohon agar Tsune bergerak lebih cepat, lebih keras dan lebih dalam dan Tsune dengan senang hati memenuhi keinginannya.
“Tomoru,” Tsune mendesiskan nama kekasihnya sambil menciumnya entah untuk yang keberapa kali. “Suki?” tanya lirih diiringi lenguhan rendah karena Tomoru mencengkeram terlalu keras.
Tomoru terisak. “Un. Suki.” Ia menggigit bibir Tsune. “Tsune-kun daisuki.”
Dan hanya itu yang dibutuhkan Tsune untuk melepaskan kendali dirinya, menyentak cepat hingga seluruh tubuh mereka terguncang. Tomoru menjerit keras, seluruh tubuhnya mengejang dan Tsune secara mendadak berhenti bergerak untuk melepaskan seluruh hasrat dan perasaannya ke dalam tubuh Tomoru.
Tubuh mereka tersentak pelan dengan sendirinya, tak ada yang berani bergerak meski Tomoru merasa ia perlu mencium Tsune dan dilakukannya tanpa ragu. Terengah-engah, Tsune membawa mereka berbaring dengan bibir masih saling memagut. Tsune menjentikkan jari di ujung hidung Tomoru dan mereka tertawa pelan di antara nafas yang terengah.
Tsune memeluknya erat-erat dan berbisik di telinganya. “I really miss those little noises that you make every time we make love.”
Tomoru tertawa dan menyikut perutnya dengan agak keras hingga Tsune mengaduh. Ia memutar tubuh dan berbaring membelakangi Tsune. Sambil mengulum senyum, ia berbisik. “I also miss how easy it is to get you off by telling you that I love you.”
“……….........and I love you, too.”
-end-
Huahahahaha sepupu Keigo ini memang hopelessly romantic! *tusuk tusuk Tsune gemas*
ReplyDelete...trus tiba-tiba gw pengen minum kopi. Tadi pagi ga minum cappucino. #ganyambung
Karena dia gede di Amrik #apahubungannya
ReplyDeleteAPA HUBUNGANNYA, TANUKI? *minum kopi juga*
Kankeinai!!!! XDDD
ReplyDeleteGa ada hubungannya sih, pengen aja. Good Day chococinoooooo
*korslet*
ReplyDelete'Ena cantik...'
ReplyDelete'Tsune-kun juga tampan.'
AGYWAGYAGYWGAYGAYWGAYAGAYAGAYA *gigit bantal* gue tahu sih kalian statusnya LDR dan ketemunya jarang, tapi tapi tapi jangan terlalu romantis dong, ikh!! *sirik*
AKU INGIN PUNYA PACAR!!
@Nei: Ih, jangan ngiri dong! Mereka kan sudah bersabar jauh-jauhan, jadi tak apalah kalo romantis dikit. #kemudianmelirikcelengdanriderkepanjangankaki
ReplyDeleteSemoga kau dapat pacar! XDDD
Terus gue cengengesan dalam bis. *pengen guling2 di kursi tapi mana bisaaaaa*
ReplyDeleteOh, Tsune. Kenapa tampan sekali siiihhhh... jualan potoset dan potobuk sana!
yang itu sih bahaya banget kalau setahun cuma ketemu tiga-empat kali. tapi tetap masih kalah sabar sih kalau sama Kazuki
ReplyDeleteini judulnya apa, ma?
*guling2 kyk kambing guling*
ReplyDeleteManiiiiissss! Walo NC-17 tp gak brasa ero, deh... Lol
*brb pasang kamera cctv d apartemen tomoru syapa tau bs nagkep adegan2 bagus* XD
@Anne: POTO TLANJANG, PLISSSSSS
ReplyDelete@Nei: emang nggak ada judulnya XDD belum kepikiran LOL
@Rei: HEH!
*ninja*
ReplyDelete*gyay*
ReplyDeleteTSUNE KENAPA JADI GUANTENG LUAR BIASA BEGINI HAAAAAAHHH??!!!
ReplyDeleteGw berguling2 di kasur jadinya saking gemesnya.
IRI TSUNE! AKU IRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!!!!
Accio pacar!
maksudmu apa heh, kappa? Dia memang sudah ganteng, tahu!!! *sambit ketimun*
ReplyDeleteHah?? Ena dikangkangin Tsune?? (@o@) *plak*
ReplyDeleteYang kali ini kalau ena lebam2 bukan lagi hasil seluncuran papan ya? *kedip*
Duh, diriku 7thn LDR ma hubby ga pernah d jadi seromantis mereka. . . *iridotcom*
Lolololol kappa!
ReplyDeleteAccio pacar! *ikutan*
Accio pacar yang mirip Kuma atau Tsune, minimal IseDai!!!
ReplyDeletestandar lo, Neeeeiii!! XDDD
ReplyDeletepunya idol semacam ini memang menyulitkanku untuk cari pacar! *disambit boneka celeng*
ReplyDeleteManis! Fluff lovely-dovey <3
ReplyDeleteManis bangeeeeeeeeeet!! Romantis, aih~ iri sekali sama mereka *gigit jari*
LOL *kasih permen*
ReplyDelete