Saturday, June 11, 2011

[fanfic] AU TsunexTomoru - Fever

Fandom: Tennis no Ouji-sama Musical 2nd Season
Cast: Aoki Tsunenori, Akazawa Tomoru
Rating: PG-13
Warning: BL, AU, OOC, cheesy lines
Disclaimer: I do not own anything
Note: Karena Tomoru adalah marmut jepang yang sangat lucu dan tampak enak buat diuyel-uyel. Ne, tanuki? XDD



"Grande hazelnut latte. Skim milk. Decaf." Tsune menyambut gelas yang diulurkan padanya sambil tersenyum sekilas. Setelah menyelipkan sejumlah tip, matanya mulai beredar memandang seisi kafe itu sampai dilihatnya Kikuchi melambaikan tangan ke arahnya dari meja di dekat pintu toilet.

Tsune mendengus dan mendekat. "Tak ada tempat yang lebih baik?" Desisnya sambil menjatuhkan ranselnya ke lantai dan duduk menyilangkan kaki di depan temannya.

Kikuchi mendelik tak terima. "Tempatnya penuh. Lihat sendiri kan? Dan kau tak suka duduk di luar."

Pemuda tampan itu mengedikkan bahu dan menyisir poninya dengan jari-jari tangan. Disesapnya kopinya dengan perlahan sambil melirik ke arah pintu sementara telinganya samar menangkap suara Kikuchi yang mulai berceloteh tentang pesta mahasiswa Jepang minggu depan.

"...jadi menurutmu enaknya bagaimana? Patungannya tak terlalu mahal kan? Oooi! Are you listening?"

Tsune mengangkat alis." Aanh? Oh, ya, terserah saja. Berapapun tak masalah." Ujarnya cepat sebelum Kikuchi ngamuk. "Ngomong-ngomong, lihat Tomoru? Dari kemarin kok tak kelihatan ya."

Ganti Kikuchi yang mengangkat alis. "Untuk apa cari Akazawa?"

"Aku cuma mau bilang kalau diktat yang dia cari sudah ada." Jawabnya acuh.

Kikuchi nyengir. "Ya simpankan saja. Lagipula kau tak perlu cari alasan begitu. Dilihat juga tahu kalau kau tertarik padanya."

Mata Tsune melemparkan tatapan tajam. "Problem?"

Temannya mengangkat kedua tangannya. "Nothing. Whatever floats your boat."

Tsune memutar bola matanya. "Jadi? Lihat tidak?"

Kikuchi menggigit donat yang ada di atas meja. "Tidak. Coba saja tanya anak yang di sana itu." Kikuchi menggerakkan dagunya ke arah seorang mahasiswa yang sedang duduk sendirian tak jauh dari mereka. "Kalau tak salah dia sekelas dengan Akazawa kan? Lagipula, kenapa tak telepon saja? Kau punya nomornya kan?"

Tsune mengetukkan ujung jari telunjuknya ke tutup gelas kopinya. Tentu saja dia punya nomor telepon Tomoru. Hanya saja dia tak pernah menggunakannya karena merasa belum perlu. Toh sejak perkenalan resmi mereka dua bulan yang lalu, hampir tiap hari mereka bertemu di kampus. Seringkali bahkan Tomoru ikut makan siang atau sekedar minum kopi dengan Tsune dan Kikuchi yang dengan senang hati membantunya menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus.

Memang, Tsune tertarik pada pemuda mungil yang sangat manis itu. Tapi harga dirinya masih menahannya untuk bergerak terlalu cepat. Tomoru nampak mudah takut pada apapun dan Tsune tak ingin menambah masalahnya. Lagipula, Tomoru ada di situ hanya setahun. Waktu yang terlalu singkat untuk dihabiskan berdua seandainya ia boleh terlalu besar kepala.

Tsune menggigit bibir sekilas sebelum akhirnya mengeluarkan handphone-nya dari dalam saku celana. Kikuchi nyengir.

------

Tomoru menggerut ujung selimut yang menutupi tubuhnya sampai ke dagu. Terbatuk beberapa kali dan nafasnya terasa begitu berat. Demamnya makin parah sejak semalam. Membuka mata saja rasanya pusing sekali. Meskipun begitu, tak urung matanya melirik pada sesosok pemuda yang tengah sibuk mondar-mandir di dapur kecil apartemennya.

Tiba-tiba saja Tsune meneleponnya dan Tomoru baru bisa menjawab setelah dua panggilan terlewatkan. Menjelaskan dengan terbata kalau ia demam dan tak bisa ke kampus. Pun menjawab sebisanya saat Tsune menanyakan alamat apartemennya. Setengah jam kemudian, pemuda itu muncul. Tomoru pasrah saja ditarik kembali ke tempat tidur karena tak punya tenaga untuk protes. Dibiarkannya Tsune menatap beberapa bungkusan obat di atas tempat tidur dan menggeleng pelan saat ditanya apakah ia sudah makan. Tomoru mengernyit saat mengerutkan kening, bergumam kalau ia akan membuatkan sesuatu dan menghilang ke dapur.

Terus terang, ia senang Tsune datang. Pemuda itu begitu baik padanya dan meskipun kadang tatapan matanya yang tajam membuat Tomoru takut, ia tidak pernah menjauh. Tsune mengantarnya keliling kota, menunjukkan tempat dan toko-toko yang mungkin berguna untuk Tomoru. Menemaninya makan siang atau mengajaknya bergabung dengan teman-temannya. Tomoru bukannya tak bisa menebak apa arti pandangan Tsune. Ia hanya tak mau terlalu besar kepala. Pemuda itu tampan dan sepertinya punya cukup banyak penggemar. Lagipula, mereka baru saja mulai berteman.

"Bisa bangun?" Suara Tsune yang dalam membuatnya menarik diri dari pikirannya dan mengangguk lemah. Tsune membantunya duduk, mengatur bantal di sandaran tempat tidur hingga Tomoru bisa duduk dengan nyaman. Tsune duduk di sisinya sambil memegang mangkuk berisi bubur yang mengepul.

"Ini instan sih. Tapi setidaknya kau harus makan sesuatu." Ujar Tsune sambil meniupi bubur itu dan mengaduk dengan sendok.

Tomoru mengangguk. Mata bulatnya mengerjap saat Tsune mengangsurkan sesendok bubur ke arah mulutnya. "Umh...aku makan sendiri saja..."

"Tak usah macam-macam. Kau kan sedang sakit." Tukas Tsune sambil menatapnya dengan tajam. Warna matanya yang berbeda membuatnya jadi terlihat mengancam meski pemuda itu tak bermaksud begitu.

Tomoru menurut. Dengan perlahan, bibirnya membuka dan melahap pelan. Dalam hati, ia bersyukur karena sedang demam atau ia harus menyembunyikan wajahnya yang memerah. Tsune tersenyum miring, menyendok lagi dan meniup beberapa kali sebelum mengangsurkannya pada Tomoru.

Tsune menyerah saat Tomoru menggeleng keras dan menolak untuk makan lagi karena mulutnya terasa begitu pahit. Toh, buburnya sudah dimakan setengah. Tsune menunggu sementara Tomoru meminum obatnya dan membantunya berbaring lagi. Ditepuknya lembut selimut yang menutupi tubuh Tomoru dan pemuda itu mungil itu membenamkan wajahnya ke balik selimut. Tomoru memejamkan matanya karena kepalanya terasa pusing lagi.

Sepertinya ia langsung tertidur karena begitu ia membuka mata, lampu kamarnya sudah menyala dan di luar sudah gelap. Tomoru meraba keningnya, diam sejenak dan menyimpulkan kalau demamnya sudah agak berkurang. Mengerahkan segenap tenaganya, Tomoru berbaring menyamping, memandang kamarnya yang lengang.

Demamnya pasti tinggi sekali sampai ia bermimpi kalau Tsune datang dan merawatnya. Ia yakin itu mimpi karena jam segini biasanya Tsune masih bertugas di perpustakaan. Meskipun ia tak bisa menjelaskan bagaimana caranya ada baskom dan lap kompres di dekat tempat tidurnya -seingatnya itu tak ada saat ia menjatuhkan diri ke tempat tidur kemarin malam- dan bagaimana caranya ia berganti piyama -semalam rasanya motifnya beruang berwarna kuning, sekarang biru tua polos.

Mengerjap beberapa kali lagi, Tomoru memutuskan untuk tidur lagi saja.


Tsune menekan tombol di handphone-nya, mengakhiri pembicaraan dengan ibunya setelah memberitahu kalau ia tak akan pulang malam itu. Dengan perlahan, ia masuk lagi ke dalam ruangan dari beranda mungil itu. Ditiliknya si pemilik apartemen yang masih tertidur pulas. Tsune mendekat dan meraba keningnya dengan hati-hati. Masih demam. Mungkin sebaiknya besok ia memanggil dokter keluarganya untuk memeriksa Tomoru.

Ini pertama kalinya Tsune menjaga orang sakit namun sepertinya ia cukup berbakat. Setidaknya, ia tahu apa yang harus dilakukan, meniru apa yang dilakukan pengasuhnya saat Tsune kecil sakit. Termasuk mengganti baju Tomoru yang basah karena keringat. Ia pernah dengar kalau baju yang basah kena keringat tak diganti, nanti malah bisa memperparah kondisi si orang yang sedang demam tinggi itu. Entah benar entah tidak, yang jelas Tsune tak mau sampai membuat Tomoru masuk rumah sakit.

Tak disangkal kalau ia harus menggigit bibir saat mengganti piyama Tomoru. Bukan pekerjaan yang mudah karena Tomoru tertidur pulas dan kulitnya putih sekali. Terasa begitu hangat saat disentuh. Terlalu hangat karena demamnya. Dan Tsune tak akan menyangkal kalau ia memandang agak terlalu lama. Tidak pada tempatnya, memang tapi mau bagaimana lagi?

Tsune menarik tangannya karena Tomoru membuka mata. Ia tersenyum pada Tomoru yang juga tersenyum lemah.

"Tsune-kun?"

"Apa?"

Pemuda itu menyentuh pergelangan tangannya. "Bukan mimpi ya."

Tsune mendenguskan tawanya dan menggeleng. "Demammu tak separah itu sampai kau berhalusinasi kok." Godanya.

Tomoru tak menyahut. Tangannya masih melingkar di pergelangan tangan Tsune sampai akhirnya Tsune memutuskan untuk duduk di sisi tempat tidur dan meletakkan tangannya yang digenggam di atas dada Tomoru yang tertutup selimut. Tangannya yang lain menyingkirkan helaian poni kecoklatan dari kening Tomoru. Seulas senyum lembut tersungging di bibir Tsune sementara Tomoru memejamkan dan membuka matanya bergantian.

"Pusing?" Tanya Tsune dengan nada yang begitu lembut dan khawatir.

Tomoru menggeleng pelan. Tanpa sadar mengeratkan genggamannya di pergelangan tangan Tsune. Pemuda berambut hitam itu terdiam sesaat, menatap tangan mereka dengan penuh perhatian sebelum menyentuh pipi Tomoru dengan ujung jemari. Tomoru membuka matanya perlahan. Sepasang mata bulat besar bertemu dengan sepasang yang tampak serupa tapi tak sama.

Banyak hal berputar dengan cepat di dalam kepala Tsune dan belum pernah ia merasa semantab dan seyakin itu sebelumnya. Ia tersenyum lembut pada Tomoru, memastikan pemuda mungil itu benar-benar bangun sebelum mulai bicara.

"Kita pacaran yuk."

Tomoru mengerjap. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Beberapa kali. "Eeh?"

Tsune tertawa pelan. "Kau dengar aku."

Tomoru memiringkan kepalanya. "Tapi...kenapa?"

Tsune mengedikkan bahunya. "Tak ada alasan. Tapi kupikir, aku tak bisa meninggalkanmu sendirian dan kurasa, bukan aku saja yang berpikir begitu kan?" Diliriknya tangannya yang tergenggam.

Tomoru mengikuti arah pandangan matanya dan tampak tersipu meski tak menarik tangannya menjauh. Matanya kemudian kembali memandang Tsune.

"Aku kan sering merepotkan Tsune-kun." Bisiknya ragu.

"Justru karena itu." Tsune berujar. Dijentiknya pelan ujung hidung Tomoru. "Aku tak akan merasa direpotkan kalau kau jadi pacarku."

Tomoru membenamkan bagian bawah wajahnya ke dalam selimut. Tsune menepuk pelan dadanya. "Menggeleng atau mengangguk saja sudah cukup, kok."

Tsune tak menyangka kalau jawabannya akan datang dengan begitu cepat. Tomoru menggerakkan kepalanya. Bukan ke kiri dan ke kanan tapi ke atas dan ke bawah. Samar tapi jelas itu sebuah anggukan.

Tsune tersenyum lebar, memutar tangannya dalam genggaman tangan Tomoru yang hangat, menjalin jemari mereka dan membawanya ke depan bibirnya. Disentuhkannya bibirnya ke punggung tangan Tomoru, memperhatikan bagaimana wajah Tomoru yang kemerahan berubah menjadi merah sekali. Kemudian ia merunduk, mendaratkan sebuah kecupan di kening Tomoru. Didengarnya pemuda mungil itu menarik nafas dan menghela pelan. Dikecupnya sekali lagi kulit yang hangat itu, mengelus rambut coklat Tomoru yang terasa luar biasa lembut.

"Sekarang makan ya." Bisiknya lembut.

Tomoru mengangguk.

-end-

31 comments:

  1. EBUSET UDAH KOKUHAKU AJA XDDD dua bulan oooi sasuga Keigo no Itoko. *ditabrak Ma-kun*
    pasangan ini enak ya buat fic fluff begini? Ihihihihi aku pun ingin dijaga seperti itu, Tsuneeee... *sayang sudah sembuh sih, ck*

    itu gue bengong di acara ganti piyama. XDDD ih maniiiiiiissss. *berguling-guling*

    ReplyDelete
  2. Kalo gak cepet2, nanti keburu pulang ke jepang Tomoru-nyaaaa XDD (Tsune: *dalam hati* kore wa CHANSU!)

    Msh enak dibuat fluff ehe~ Blm dpt ide buat adegan terkam menerkamnya *ninja* atau kau mau buat, Nei? *angkat2 alis*

    Kenapa bengong? XDDDD

    ReplyDelete
  3. Marmut Jepaaaaaaannnngggg tolong jangan pasang tampang minta dipelihara begitu dooooonnnngggg! Panther-nya kan jadi doyaaaaan~ (gyay)

    Tsune dewasa yaaaaa. Mikirnya ga pake lama-lama yaaaa. Bukan mantan playboy yaaaaaaaa *ditabrak motor pink tertentu*

    *gigit sayang panda*

    ReplyDelete
  4. baru dua bulaaaan loh Tsune XD tapi memang yg bening-bening begitu sayang buat dilepasin. Ih Kikuchi! *tampar sayang*

    ......justru aku setuju pairing ini dibikin biar mama-san dan kk Icha ada alasan icha2 lagi. *dibuang*
    aku bagian fluffnya saja lagi. Banyak ide untuk mereka. *disinisin pair yg lain*

    bengong karena......gentle sekali. *doki*

    ReplyDelete
  5. @kk Icha
    mau dibuat playboy? *kedip-kedip*

    Tsune : YADA.

    ReplyDelete
  6. TIDAK.


    ...kan bukan Bocchan. *ditabrak lagi*

    ReplyDelete
  7. PIH! Strategi macam apa itu? *buang Nei*

    Tsune bukan Bocchan! Biarkanlah Bocchan seenggaknya ada mirip2nya sama salah satu kakaknya. Biar gak krisis identitas amat *ditabrak*

    ReplyDelete
  8. Mirip Sainei, sama juga boong, bocchan. *diketekin Sainei*

    ReplyDelete
  9. Eh, tapi jgn dibikin terlalu fluff deh. Nanti norak kaya celeng dan rider kepanjangan kaki di sana itu *lirik*

    *diseruduk dan ditabrak*

    ReplyDelete
  10. Gyahh.. Lagi tsune-fever tampaknya! Tsune gerak cepat, Ena gak kalah cepat..muhahahaha

    ReplyDelete
  11. Aih, manisnyaaaaaaaaaaaaaaaa. Tsune kalau lagi sama Tomoru senyumnya emang rada beda sih. XDDD

    ReplyDelete
  12. @an99a: marmutnya gampang dikasih makan XD

    @Anne: Iya kan? Iya kaaaaaan?

    ReplyDelete
  13. Tsune gerak cepat!

    Bocchan, setidaknya kau memang adik Kazuki. Lama~

    Tsune lembut begini, aku jadi mau~...*guling2 iri pada Tomoru*

    ReplyDelete
  14. Tsune!! Kaw gombal sekale langsung tabrak bawa lari yah?? Curiga kali Tsune seperguruan sama Kenki, 2 bulan woiii~ bayi aja baru bisa merem melek XP

    ReplyDelete
  15. @Riri: Berbanding kebalik, Ri. Kazuki lama krn dia kebanyakan mikir. 17 tahun! XDDD Kalo Bocchan kan lama gara2 Tori-nya sok2 gak mau macarin anak ingusan masih pake seragam XDDDD *ditabrak*

    @Rey: analogi-nya nggak banget!! *timpuk kaus kaki* kalo Kenki sama Micchi kan dijodohiiiin jadi dia males nunggu lama2

    ReplyDelete
  16. *tangkap kaos kaki* tapi yg 2 ini memang pasangan yang manis sekali, Tsune kaw pintar memanfaatkan keadaan langsung tembak setelah jadi pahlawan *menunggu deskripsi part buka piyama*

    ReplyDelete
  17. Kyaaaaaaaaaa!!!
    *lempar umpan ke kandang marmut*

    Enak ya jadi orang muda dan ganteng, eh Tsune?? Marmut pun nemplok dgn pasrah (tante2 jg *batuk*)

    Jadi... Kikuchi gimana dong?? Forever alone?? *kilik2 Jun*

    ReplyDelete
  18. @Rey: iya dong. Bagaimanapun, Tsune kan anggota keluarga Keigo nfufufufufu

    Buka piyama? Buka piyama apa? *gosok halo*

    @abuchan: ena terlalu cantik untuk gak diapa2in hihihihihi

    ReplyDelete
  19. perlu dipajang di sini juga.



    Enaaaaa, kawin yuk.

    ReplyDelete
  20. Baidewei bb, tiap liat judul fic ini gw kebayang fever-nya Adam. X3

    ReplyDelete
  21. dan gak tau diri pula..
    udah sampe digrepe2 digantiin baju, disuapin bubr dll masih gak nyadar ajah.. *menyipitkan mata

    ReplyDelete
  22. @Icha: Pas lg mikir judul, terlintasnya lagu itu memang!! XDD Meskipun konotasinya beda banget yaaaaa XDDD

    @an99a: nggak nyadar apa?

    ReplyDelete
  23. Makanya awalnya gw kira ini fic terkam menerkam XD;

    ReplyDelete
  24. aku sedang tak punya energi untuk bikin yang terkam menerkam XDDD

    ReplyDelete
  25. *kasih sumbangan energi ala wuxia*

    ReplyDelete
  26. gak nyadar kalo beneran! alias ngerasa mimpi..! auch marmuuuttt..!! *tiban

    ReplyDelete