Tuesday, March 22, 2011

[fanfic] AU KimitoxRyouta - Hitomi no Jyuunin

Author: Panda & Icha
Fandom: Kamen Rider Decade/Prince of Tennis Musical
Rating: NC-17
Warning: BL. AU. NSFW
Disclaimer: We do not own the characters. No profit gained. No harm intended.
Note: Icha-icha selanjutnya!! Douzo~!!

Ryouta mendesah pelan dan lirih. Bagian dalam mulutnya digigit sementara wajahnya memerah dan terasa panas. Namun dia tak berani mengarahkan pandang ke arah pemuda yang tengah menikmati lehernya. Sentuhan basah bibir dan lidah Kimito membuatnya dadanya berdebar kencang dan mengirim sinyal ke bagian bawah perutnya yang membuat celananya terasa lebih ketat. Rasanya agak aneh karena tak sampai sejam yang lalu, mereka baru saja berdebat agak keras yang nyaris membuat Ryouta kehilangan kesabaran. Tapi sekarang perdebatan itu seperti tak pernah terjadi. Ryouta menarik nafas tajam, jemarinya menggerut bagian belakang sweater yang dikenakan Kimito, dan menggigit bibir untuk menahan erangan yang siap meluncur lagi.

Kimito mengecupi leher Ryouta yang kukuh dari bawah telinga hingga ke tulang belikat, kemudian memberikan satu jilatan panjang ke arah atas kembali. Digigitnya sudut rahang Ryouta, kemudian tersenyum senang merasakan tubuh yang sedang disentuhnya bergetar halus. Sepertinya dirinya sungguh bodoh karena menunggu selama ini untuk mencicipi leher Ryouta yang menggoda, bahkan perlu dipicu kejadian luar biasa dahulu untuk memulainya. Kimito meraih wajah Ryouta kemudian menatap dalam-dalam ke manik mata cokelat gelap pacarnya itu. 

"Jangan menggigit bibir sekeras itu," Kimito mengecup sekilas sepasang bibir kemerahan itu. "Aku ingin mendengar suaramu."

Ryouta tak menjawab. Kepalanya terasa seperti berasap. Biasanya, kalau Kimito menciumnya, Ryouta tak pernah menahan diri seperti ini. Entah kenapa dia merasa sedikit malu. 

"Umh... aku takut berisik..." kilahnya sambil membuang muka.

Kimito berkedip sesaat menatap wajah Ryouta yang memerah. Manisnya bahkan mengalahkan krim paling manis yang pernah dicicipinya. Imutnya mengalahkan cupcake paling imut yang pernah dibuatkan Ryouta untuknya. Kimito jadi tak tahan dan diciumnya bibir itu. Dipagutnya bergantian dengan bersemangat sambil menarik Ryouta semakin rapat dengannya, dijilatinya menuntut agar diberi jalan. Mereka sudah beberapa kali berciuman sebelumnya--walaupun tidak seperti pasangan lain yang bermesraan di mana saja kapan saja--dan biasanya Ryouta selalu memberi respon yang sama bersemangatnya dengan Kimito. Namun tidak hari ini. Mungkin karena hari ini memang berbeda. 

Bibir Ryouta membuka, entah mengambil napas atau memang memenuhi permintaan Kimito, Kimito tak peduli. Tanpa menunggu dimasukkannya lidahnya ke mulut pacarnya, menjelajah dan menyapu semua bagian, menggoda lidah Ryouta yang refleks mengejarnya, mencicipi rasa Ryouta yang entah kenapa selalu manis. Senyum Kimito tak tertahan ketika Ryouta tersengal dan mengerang rendah. Suara itu bagaikan masuk langsung ke tubuhnya, merambati punggungnya dan membuat kemaluannya bereaksi dengan gembira.

Mungkin salahnya karena kali ini Ryouta tak menutup matanya. Tapi ketika Kimito mulai menciumnya tadi, matanya begitu terpaku pada ekspresi di wajah Kimito dan memilih untuk meredup daripada tertutup sempurna. Kimito terlihat tampan sekali dari jarak sedekat ini. Matanya yang selalu berkilat jahil, kali ini berbaur dengan sesuatu yang lain. Bibirnya yang tengah mencium Ryouta terasa begitu hangat dan manis dan menggoda dengan lebih berhasrat dan bersemangat dari biasanya. 

Mau tak mau, Ryouta mengerang karena kepalanya terasa seperti melayang dan ada sesuatu yang menyala di dalam tubuhnya. Sesuatu yang membuatnya membuka bibirnya dan membuatnya mengerang lebih keras. Sentuhan lembut tangan Kimito dan hangat tubuhnya yang menempel padanya. Semua itu membuat Ryouta tersengal dan beringsut karena selangkangannya sungguh tak nyaman. Dilebarkannya kedua kakinya, dengan maksud agar celananya tak terasa terlalu ketat, tapi malahan membuat pinggul Kimito merapat padanya.

"Mnnh..." Ryouta menggigit bibir lagi.

Kimito menghentikan gerakannya sesaat ketika bagian depan jeansnya bergesekan dengan celana jersey Hyoutei yang dikenakan Ryouta. Bukan karena kaget atau ragu, tapi karena harus bersusah payah menahan diri agar tidak melakukan tindakan yang membuat Ryouta terkejut. Mungkin hanya dirinya sendiri yang tahu seberapa sering ia harus menahan hasrat melihat senyum Ryouta, berusaha agar tidak menuruti nafsu untuk melahap Ryouta yang tertidur tanpa pertahanan sama sekali di sofa apartemennya. Mungkin hanya dirinya dan dinding kamar mandinya, karena ke sanalah Kimito melarikan diri untuk menenangkan diri--dan kadang menyentuh dirinya sendiri, karena Kimito hanya laki-laki biasa. Namun memang selalu ada sesuatu yang menghalangi dirinya sendiri untuk melangkah sejauh ini sebelumnya. Kenyataan bahwa ia tidak bisa 'melihat' hal paling berarti bagi Ryouta. Kenyataan yang selalu membuatnya merasa tidak percaya diri dan kuatir Ryouta memilih orang lain. 

Tapi tidak kali ini. Kali ini Kimito menekan pinggulnya merapat dan bergerak sedikit--mencoba. Sungguh senang saat didapatinya Ryouta tidak menjauh. Tangannya mulai merayap masuk dari ujung bawah t-shirt yang dikenakan Ryouta, mengusap otot perut Ryouta yang mengagumkan dan terus naik ke dada. Dijilatnya cuping telinga Ryouta sambil,menggoda tonjolan di dada Ryouta dan menikmati erangan pacarnya itu.

Ryouta menarik nafas tajam. Sentuhan Kimito memang lembut dan terkesan sedikit hati-hati tapi rasanya seperti membakar kulitnya. Dia juga sedikit terkejut karena ternyata dia suka disentuh seperti itu. Selama ini hanya dirinya sendiri yang tahu di mana dia suka disentuh. Dan saat pinggul Kimito menekan pelan, Ryouta tak sanggup menahan diri untuk tidak merespon. Rasanya terlalu nikmat dan tubuhnya menggelenyar seiring dengan getaran halus merayapi punggung dan bagian bawah perutnya. 

Ryouta pemuda yang sehat dan dia heran kenapa dia bisa menahan diri untuk sesuatu yang dia tahu bisa senikmat ini. Pun punggungnya melengkung dan Ryouta tersengal hebat saat jari-jari Kimito menggoda tonjolan di dadanya. Kemaluannya bereaksi dan menegang dengan cepat. Entah kenapa, tiba-tiba saja Ryouta merasa begitu gugup dan takut. Tangannya pun reflek mendorong dada Kimito menjauh. 

"Tu..tunggu! Kimi-chan....!" serunya sedikit panik.

Kimito melepaskan cuping telinga Ryouta yang sejak tadi dikulumnya, menimbulkan bunyi yang sebenarnya membuat dirinya makin bersemangat. Namun Ryouta tampak tidak nyaman, maka ia mengangkat tubuhnya menjauh dari tubuh Ryouta. Masih di atas Ryouta yang telentang di atas tempat tidurnya, tapi tidak lagi mencumbu maupun menekan selangkangan pacarnya. Tangannya meninggalkan tonjolan di dada Ryouta, namun dibiarkannya tetap di perut Ryouta. Hanya menyentuh saja, tidak ada belaian maupun usapan. Ia tak ingin Ryouta merasa makin tak nyaman. Kimito tahu bahwa ia adalah pacar pertama Ryouta. Pemuda yang selalu sibuk dengan toko kue dan tenis itu belum pernah punya orang istimewa. Dan kalau melihat dari reaksinya yang seperti ini, juga belum pernah disentuh seperti ini oleh siapapun. Kimito tersenyum sambil menyentuh pipi Ryouta lembut dengan buku-buku jarinya. 

"Hmmm? Kenapa?"

Ryouta menunduk, tak berani mengangkat wajah untuk menatap sang pacar. Sedikit tersengal, ia berusaha mengatur nafas dan emosinya yang tak karuan. Pun, dia sadar sekali Kimito memperhatikannya. Meskipun nadanya terdengar lembut, Ryouta tahu pacarnya itu pasti sedikit kesal karena didorong menjauh. Tapi Ryouta butuh bernafas sejenak sebelum meneruskan bercumbu dengan Kimito. Dia paham sekali ke mana cumbuan ini mengarah. Setelah menarik nafas panjang beberapa kali, Ryouta akhirnya memberanikan diri mengangkat kepalanya dan nyaris tercekat. Kimito yang sedang menahan hasrat seperti itu terlihat tampan sekali. Diulurkannya tangannya untuk menyentuh pipi Kimito dan membelai helaian rambutnya yang melewati bahu. Ryouta menggeleng pelan.

"Tidak..." bisiknya. Ditariknya pelan kepala Kimito dan mengecup lembut bibir tipis itu. Kemudian ditatapnya Kimito dan bertanya tak pasti. "Kimi-chan yakin? Aku tidak tampan, tidak cantik, tidak seksi. Yakin?"

Tanpa sadar Kimito menghembuskan napas lega dan tersenyum. Ternyata Ryouta bukannya tidak ingin disentuh olehnya. Dengan lembut diusapnya kulit di antara kedua lengkungan alis Ryouta yang berkerut tanpa disadari pemiliknya, membujuk agar guratan rasa khawatir itu hilang dari wajah Ryouta. Matanya tetap menatap sepasang mata Ryouta yang biasanya selalu menatap yakin ke depan--dengan serius menekuni resep baru maupun mengincar bola yang melambung untuk dikembalikan ke lapangan lawan. Namun kali ini dalam sepasang mata itu ada rasa ragu, ada rasa cemas dan tidak percaya diri. Diam-diam Kimito merasa tersanjung karena Ryouta mau menunjukkan sisi yang rapuh kepada dirinya. Dikecupnya dahi Ryouta penuh sayang. 

"Kalau kau tidak tampan dan seksi, untuk apa aku cemburu?"

Ya, hanya beberapa jam sebelumnya Kimito memang sedang terbakar rasa cemburu yang luar biasa.

Ryouta menggaruk ujung hidungnya dengan salah tingkah. Senang karena akhirnya Kimito mengaku kalau dia cemburu. Juga besar kepala karena dibilang tampan dan seksi. Tak pernah ada yang memujinya seperti itu sebelumnya. Dia hanya sering disebut 'anak manis'. Ryouta mengangkat wajahnya lagi dan mengecup pipi Kimito. "Umh...terima kasih..." Bibirnya berpindah ke bibir Kimito, menekan pelan lalu memagut dan tersenyum manis. 

Senyum Ryouta berubah tersipu saat tangannya melingkar ke pinggang Kimito dan menariknya mendekat lagi. Setelah mendengar kata-kata Kimito, Ryouta seperti mendapat keberanian untuk mengaitkan satu tungkainya ke betis Kimito, mengunci lembut dan menjaga tubuh mereka saling merapat erat. Ryouta mendesah. Senang karena hangat tubuh dan detak jantung Kimito, juga denyut hangat bagian bawah tubuhnya. Ryouta memiringkan kepalanya, menjilat pelan kulit di bawah bibir Kimito.

Kimito nyengir senang ketika Ryouta menariknya mendekat. Untung episode galau Ryouta tak terlalu lama, karena bisa-bisa ia selesai tanpa disentuh karena melihat Ryouta yang seperti itu. Ia menggosokkan hidungnya ke pipi Ryouta dan tangannya kembali merayapi kulit tubuh Ryouta. Sungguh, ia tidak hanya merayu saat mengatakan bahwa Ryouta tampan dan seksi. Mata pacarnya itu tajam, dinaungi sepasang alis yang tegas. Walaupun tidak setinggi Kimito, badan Ryouta tidak bisa dibilang jelek. Bagus sekali malahan untuk ukuran orang yang bercita-cita menjadi pemilik patisserie. 

Pertama kali melihatnya saat Ryouta harus berganti baju karena kehujanan saat menuju apartemennya, Kimito nyaris tak bisa bernapas melihat otot-otot yang terbentuk bagus di perut Ryouta. Otot-otot yang sama dengan yang sedang disentuhnya sekarang. Kimito menarik napas dan membenamkan wajah ke lekuk bahu Ryouta, menghirup aroma khas tenis bercampur krim gula, dan membiarkan pinggulnya menekan selangkangan Ryouta.

Sepertinya bibirnya nyaris berdarah karena digigit terlalu kencang. Tapi Ryouta masih belum berani bersuara dengan lepas. Meskipun pinggulnya kini mulai terangkat sedikit, menyambut dan membalas tekanan pinggul Kimito. Karena itu, diciumnya Kimito dalam-dalam, memilih untuk mengerang ke dalam mulut pacarnya. Tak peduli meski itu justru membuat erangannya tak berhenti. Tangannya yang melingkar di pinggang Kimito bergerak turun dan menarik ujung kaus yang dikenakan Kimito. 

Kimito melahap mulut Ryouta dengan tak sabar, sudah melepaskan pertahanan dirinya sedikit demi sedikit karena merasakan reaksi Ryouta yang mulai bersemangat. Saking bersemangatnya, pacarnya itu mulai bergerak hendak melucutinya. Kimito memagut bibir bawah Ryouta sedikit kuat, kemudian melepaskannya dan menegakkan tubuh. Masih sambil berlutut di antara kedua kaki Ryouta, ia menarik lepas kaus yang dikenakannya. Setelah mengibaskan rambutnya yang tergerai ke wajah, ia nyengir lebar.

"Tidak adil dong kalau aku saja yang buka baju," ucapnya seraya mendorong ujung t-shirt Ryouta, memperlihatkan perut indah pacarnya itu. Tak tahan, Kimito merunduk dan menjilat, dari batas pinggang jersey Ryouta hingga ke tonjolan di sebelah kiri dadanya.

Untuk beberapa detik, Ryouta seperti lupa bagaimana caranya bernafas. Tentu saja ini bukan kali pertama untuknya melihat Kimito bertelanjang dada. Hasil foto-foto Kimito untuk katalog pakaian dalam bersama Inoue-kun sukses membuat Ryouta tak bisa tidur nyenyak. Kali ini yang ada di depannya sungguh membuat selangkangannya menjerit gembira. Kulit Kimito yang putih dan otot-ototnya memang tak menonjol tapi terbentuk bagus dan halus. Ryouta baru saja hendak mengulurkan tangan untuk menyentuh tapi perbuatan Kimito membuatnya mengerang pelan dan panjang. 

"Mmmh..." Ryouta bisa merasakan punggungnya melengkung lagi. Kedua tangannya akhirnya menjangkau ujung kausnya dan menariknya lepas dengan agak susah payah. Kemudian ditariknya tengkuk Kimito, "Celananya juga?" tanyanya sambil memagut bibir Kimito.

Kimito menarik dirinya menjauh lagi agar dapat lebih mudah memandangi pemandangan indah yang tergelar di hadapannya. Murai Ryouta, tak tertutupi apapun dari leher hingga pinggul. Ada rona merah di tulang pipi Ryouta, yang menyebar hingga pangkal lehernya. Sungguh menggiurkan, dan membuat Kimito nyaris tak tahan untuk melahap Ryouta saat itu juga kalau saja ia tidak khawatir Ryouta akan menarik diri dan kabur menjauh lagi. Apalagi ditambah pertanyaan Ryouta yang entah serius atau menggoda, tapi yang pasti membuatnya makin terangsang 

"Hmmm, terserah saja," Kimito menyahut sambil mengulum senyum. Jari telunjuknya mengusap bagian depan celana Ryouta yang tampak menonjol, "Kecuali kau tahan begini terus."

Ryouta tertawa pelan meski pinggulnya bereaksi terhadap sentuhan Kimito. Sentuhan singkat yang sungguh menggoda. Jelas tak mungkin dia akan tahan kalau Kimito menggodanya seperti itu terus. Disentuhnya pipi Kimito dan ditatapnya Kimito dengan senyum terulas di bibir. Meski jantungnya berdebar tak karuan karena memikirkan kalau dia, kalau mereka akan segera telanjang. Dengan malu-malu, Ryouta mengangkat pinggulnya.

Kimito menggigit bibirnya gemas. Campuran antara ekspresi malu-malu Ryouta yang polos dengan tindakannya yang tidak polos sama sekali sungguh memang khas Ryouta sekali. Dua sisi yang sepertinya bertolak belakang tetapi dapat berbaur dengan indah dan bahkan menciptakan kombinasi yang bahkan lebih menarik dari kedua sisi tersebut jika dijumlahkan. Dan Kimito bersyukur, sungguh-sungguh bersyukur bahwa Ryouta berkenan menunjukkannya kepada dirinya. Hanya kepada dirinya. Dan terutama tidak pada kaptennya yang tampan itu. 

Ya, kapten klub tenis Ryouta memang tampan, luar biasa ramah dan jika sedang menatap tajam bisa terlihat amat seksi, Kimito harus mengakui. Jadi jangan salahkan Kimito kalau ia merengut setiap kali Ryouta permisi untuk menjawab sms atau mengangkat telepon dari si kapten. Bukan salah Kimito juga kalau ia merasa cemburu luar biasa saat melihat Ryouta di dalam dekapan si kapten itu. Tapi, kalau dipikir-pikir juga, kalau tidak ada kejadian itu mungkin sekarang tidak ada Ryouta yang berbaring telentang di ranjangnya, mengangkat pinggul untuk memudahkan Kimito menarik lepas celana jersey yang dikenakannya. 

Kimito menuruti permintaan pacarnya dan melempar celana itu sekenanya ke belakang. Ujung lidahnya merayap keluar dari sudut bibir saat melihat celana dalam Ryouta yang tertarik meregang oleh sesuatu yang menegang bersemangat di baliknya. Sesuatu yang bagian ujungnya mulai membentuk pola basah di kain celana dalam itu. Kimito menjilat bibirnya, kemudian merunduk dan membuka mulut, memasukkan tonjolan yang masih terbungkus itu ke dalam mulutnya.

"Ki...Kimi-chan!" Ryouta memekik terkejut karena sama sekali tak menduga tindakan Kimito. Pun begitu, tangannya yang otomatis mencengkeram pundak Kimito, sama sekali tak berniat untuk mendorongnya pergi. Kulitnya yang sangat sensitif terasa nyeri tergesek bahan kain celana dalamnya meski kehangatan mulut Kimito membuatnya tak peduli akan rasa nyerinya. Lagi, Ryouta berpikir saat Kimito mulai menggunakan lidahnya dan menggerakkan kepalanya. Ryouta melenguh, mengangkat pinggulnya. 

Oh, ya Tuhan. Lagi. Pikirnya seraya membenamkan kepalanya ke dalam bantal. Tangannya menyelip ke dalam helaian panjang rambut Kimito yang lembut, menarik-narik pelan seiring gerakan kepala Kimito.

Kimito mengulum tonjolan terbungkus kain itu dengan rakus, memainkan lidahnya di bagian bawahnya kemudian mengisap lembut. Rasanya makin bersemangat saja saat tindakannya membuat pinggul Ryouta terangkat, nyata-nyata meminta lebih. Dihisapnya kemaluan Ryouta lebih kuat, merasakannya semakin tegang dan membesar di atas lidahnya. Ingin mendengar Ryouta mengerang, digeseknya kain yang teregang itu dengan giginya. Namun tarikan tangan Ryouta membuatnya melepaskan benda di mulutnya dengan bunyi 'Pop!' yang membuat kemaluannya sendiri melonjak gembira. Masih memposisikan mulutnya di depan selangkangan Ryouta dan dengan sengaja menghembuskan napas hangat ke sana, Kimito bertanya, "Hmmm?"

Ryouta menggelengkan kepalanya, kecewa karena Kimito menghentikan kenikmatan yang diberikannya. Mengerang pelan karena hembusan nafas Kimito membuat ujung kemaluannya berdenyut. Nafasnya masih tersengal, masih ingin merasakan lagi. Tapi sepertinya tak adil kalau hanya dia yang menerima terus sejak tadi. Ryouta bangkit, menarik nafas panjang dan mendorong bahu Kimito sampai pemuda jangkung itu rebah. 

Ragu-ragu, Ryouta merunduk dan mulai menghujani dada dan perut Kimito dengan kecupan-kecupan ringan. Tangannya membelai sisi tubuh Kimito, tersenyum senang ketika tubuh kurus itu bereaksi pada sentuhannya. Ryouta ragu sejenak ketika bibirnya berada dekat dengan tonjolan di dada Kimito. Dia hanya tahu yang seperti ini dari majalah dan film porno juga eksperimen kecilnya dengan tubuhnya sendiri. Bibir Ryouta terbuka, lidahnya terjulur sedikit dan menjilat tonjolan itu seperti anak kecil menjilati permen.

Kimito menggigit bibirnya dan mendesis lirih begitu lidah Ryouta menyentuh dadanya. Didorong Ryouta sampai terlentang saja sudah membuat celananya terasa dua kali lebih sempit. Apalagi melihat Ryouta merunduk dengan lidah merah jambu menjilati tonjolan di dadanya dan sesekali menatap ke arahnya. Sungguh seksi sekali. Kimito mengusap tengkuk Ryouta dengan satu tangan dan mengelus rahang Ryouta dengan tangan lainnya sambil berjanji dalam hati bahwa ia akan berusaha agar Ryouta tidak akan menunjukkan wajah seperti itu kepada orang lain.

Sentuhan tangan Kimito di wajahnya membuat Ryouta sedikit tersipu sekaligus jadi lebih berani. Ryouta mengatupkan bibirnya di tonjolan itu dan menghisap pelan. Lidahnya bergerak menjilat lagi lalu meninggalkan tonjolan itu untuk mengecupi yang satunya. Melakukan hal yang sama sementara tangannya menjelajah ke perut Kimito. Dia tersenyum-senyum senang. Seperti pertama kali menginjakkan kaki ke lapangan untuk pertandingan pertamanya. Hanya saja, yang ini ribuan kali lebih menyenangkan.

Ryouta mengangkat wajahnya, mengecup sekilas bibir Kimito lalu turun kembali. Menelusuri kontur dada dan perut Kimito dengan bibir dan jemarinya. Wajahnya memerah saat bibirnya menyentuh garis pinggang celana Kimito. Ibu jarinya mengusap lembut perut Kimito sementara Ryouta mengumpulkan keberanian dan mengaitkan telunjuknya untuk menarik turun celana pacarnya. Sedikit saja sampai garis halus yang menuju ke selangkangan Kimito terlihat dan Ryouta mengikuti jalur itu dengan bibir dan lidahnya. 

Telinganya menangkap tarikan tajam nafas Kimito dan Ryouta menusuk tonjolan hangat di dekat wajahnya dengan ujung hidungnya dan mengecup bagian yang bernoda basah. Tampaknya Kimito sudah begitu terangsang dan Ryouta bangga karena dirinya penyebabnya. Matanya terpaku pada bagian itu dan dengan penuh konsentrasi, Ryouta menarik turun celana Kimito. Nafasnya tercekat.

Kimito menghembuskan napas lega lalu langsung mendesis saat kemaluannya yang sejak tadi terkurung celana piyama tersentuh udara kamar yang dingin. Sungguh mengagumkan melihat kemaluannya berdiri bangga di depan wajah Ryouta. Entah dari mana Ryouta belajar cara mencumbu, namun yang jelas sentuhan jemari dan bibir serta lidahnya pada kulit Kimito sukses membuat pemuda itu terangsang luar biasa. Dan lagi, melihat Ryouta mengamati bagian tubuhnya yang amat pribadi membuat Kimito makin bersemangat. Tapi ia juga butuh menyentuh Ryouta. Butuh mencium sepasang bibir Ryouta yang memerah. Diulurkannya tangannya mengusap pipi Ryouta penuh sayang. "Hei." 

Entahlah. Ryouta tak pernah tertarik dengan prospek melihat kemaluan milik orang lain sebelumnya. Apalagi sesama laki-laki. Tapi mungkin karena kali ini urusannya beda. Ini Totani Kimito. Pemuda yang tiba-tiba saja muncul di kehidupannya dan mengisi hari-harinya seperti dia punya hak. Pemuda yang membuatnya jatuh hati. Pacarnya. Bagian tubuh yang terpampang di depan matanya terlihat begitu....indah, kalau bisa dibilang begitu. Ryouta menelan ludah. Sesaat tak tahu harus berbuat apa. Ingin menyentuh, ingin mengecap tapi tak tahu harus mulai dari mana. Didengarnya suara Kimito dan Ryouta mengangkat kepala. "Hmm?"

Menatap gemas pacarnya yang kadang bisa kurang cepat tanggap, Kimito menarik Ryouta mendekat dan menciumnya dalam-dalam. Bagaimana ia tidak cemas terus kalau Ryouta bisa bertampang seperti anak kecil yang gampang dibujuk orang asing begitu? 

Sebelah tangan Kimito yang tidak sibuk mengusap sisi tubuh Ryouta merayap ke bagian belakang tubuh pacarnya itu. Terus merayap turun ke antara kedua belahan bokong Ryouta yang kencang dan bagus, kemudian beberapa jari menarik tepi lubang celana sebelah kiri, memberikan ruang bagi jari tengah Ryouta untuk menyelinap masuk dan menyentuh jalan masuk ke tubuh Ryouta.

Tanpa ragu, Ryouta membalas ciuman Kimito. Mungkin lebih baik daripada dia mencoba melakukan sesuatu dan malah melukai Kimito. Tangannya menyelip ke antara tubuh mereka dan mengelus perut Kimito dengan sayang. Pinggulnya menekan turun, tak sengaja menyentuh lutut Kimito dan Ryouta mendesis. Namun perhatiannya teralih oleh sentuhan lain di bagian belakang tubuhnya. Ryouta tersentak, tak sengaja menggigit bibir Kimito.

"Nnh...nani..."

"Aw!" Kimito mencetus, lebih karena kaget dibandingkan rasa sakit. Tapi melihat wajah Ryouta yang sepertinya juga terkejut, ia tertawa. Ditariknya jemarinya menjauh dari belakang tubuh Ryouta. "Aku hanya memastikan. Tapi kalau kau belum ingin disentuh di sana, tidak apa-apa," tangan Kimito yang tadi mengusap sisi tubuh Ryouta kini mengelus pipi pacarnya 
menenangkan, sementara yang sebelah lagi berpindah ke bagian selangkangan Ryouta. "Kita bisa bersenang-senang dengan cara lain. Aku tidak mau kau merasa tidak nyaman." Lembut dipijatnya tonjolan di selangkangan Ryouta itu.

Mendengar perkataan Kimito, mau tak mau wajahnya memerah. Diciumnya Kimito, menjilat dengan lembut bagian yang tergigit. 

"Umh..." bisiknya di sela erangan karena sentuhan Kimito di selangkangannya. "...aku belum pernah... umh..." Ryouta tak kuasa menahan pinggulnya untuk beringsut mengejar sentuhan tangan Kimito. "Kimi-chan... sudah pernah kan? Aku hanya... umh..."Kimito terlihat ingin tertawa geli karena tingkahnya itu dan Ryouta merutuki dirinya sendiri. Ryouta menarik nafas, membenamkan wajahnya ke lekuk leher jenjang Kimito. "Apa rasanya akan tidak nyaman?" tanyanya pelan.

Kimito sebenarnya ingin tertawa mendengar pertanyaan Ryouta yang begitu menggemaskan itu, tapi tidak ingin Ryouta merasa sia-sia sudah menaruh kepercayaan pada dirinya. "Mmm, bagian awalnya sepertinya tidak enak, tapi kau lihat saja Matsuzaka-sensei, apa dia kelihatan menderita?" bisiknya di telinga Ryouta. 

Ryouta memukul dada Kimito. "Ma...Mana aku tahu?!" lalu merengut. "Aku serius nih. Jangan bercanda, dong."

Diangkatnya dagu Ryouta hingga dapat menatap langsung ke manik mata hitamnya. "Tapi aku mau tanya satu hal. Apa Ryouta percaya padaku?" 

Ryouta balas menatap mata pacarnya itu. Apa dia percaya pada Kimito? Ryouta sama sekali tak pernah mempertanyakan hal itu sebelumnya. Bahkan tak pernah pusing apakah Kimito akan muncul lagi di hadapannya dengan membawa sesuatu untuk diubah jadi kue atau makanan apapun. Hanya karena Kimito selalu muncul. Selalu menepati kalau dia bilang mau datang. Juga tak berkata apa-apa kalau memang tidak bisa datang. Tapi bukannya Ryouta tak berharap. Jadi apa Ryouta percaya padanya?

Perlahan, Ryouta membuka mulutnya. "....Entahlah." Buru-buru melanjutkan begitu melihat ekspresi Kimito berubah. "Tapi... aku tahu Kimito tak akan menyakitiku."

Kimito mendorong tubuh Ryouta dengan lembut hingga terlentang, kemudian menatap Ryouta sambil tersenyum. Tangannya membelai pipi Ryouta lembut, memainkan anak-anak rambut yang dibasahi keringat di pelipis Ryouta. "Mau mencoba dulu? Ryouta boleh menyuruhku berhenti atau menendangku kalau aku menyakiti Ryouta," senyum Kimito berubah menjadi cengiran. "Tapi kau benar. Aku tidak akan menyakitimu. Kau tahu kenapa?"

Ryouta memekik pelan saat tubuhnya terdorong telentang lagi. Kimito kembali berada di atasnya dan jantung Ryouta berdebar makin keras. Bersenang-senang dengan Kimito di tempat tidur seperti ini ternyata memang menyenangkan. Rasa geli dari dalam perutnya, kulitnya yang mendadak jadi begitu sensitif jika disentuh, denyut nyeri di selangkangannya, dan gelenyar di tulang belakangnya; Ryouta diam-diam menikmati semua itu. Kepalanya dimiringkan, mengusapkan pipinya ke dalam sentuhan telapak tangan Kimito. Tangannya sendiri terangkat untuk menyingkirkan rambut Kimito yang menutupi keningnya. 

Bahunya dikedikkan sekilas. "Kenapa?" bisiknya parau. 

Kimito mengecup kelopak mata Ryouta satu persatu, kemudian berpindah mengecup lembut ujung hidung Ryouta. "Saikou no takaramono, dakara. Ore no takaramono," bisiknya sambil menatap dalam ke sepasang mata Ryouta.

Serius, deh. Siapa yang bisa berkutik kalau disebut seperti itu oleh seseorang? Terutama oleh seseorang yang disayang dan sambil menatap dalam-dalam ke arah kita? Ryouta jelas tak tahu harus berbuat apa. Kaptennya pernah berkata kalau dia berharga untuk tim tapi kalimat itu juga dikatakan Kapten Yui pada tiap anggota tim. Jadi sama sekali tak bisa disamakan dengan apa yang didengarnya sekarang. Ryouta pun yakin wajahnya kini semerah kepiting yang direbus terlalu lama. 

Dimiringkannya kepalanya dengan tersipu dan menarik Kimito mendekat untuk menciumnya. Karena sungguh, Ryouta tak tahu harus bagaimana. Di samping itu, sepertinya selangkangannya jauh lebih gembira mendengar kalimat itu dibanding otak dan perasaannya. 

Kimito membalas ciuman Ryouta dengan bersemangat sambil menggesekkan lututnya ke selangkangan Ryouta. Kemudian bibirnya menjelajah turun ke dagu, leher, dada dan terus turun ke perut, memuja tubuh Ryouta. Dimasukkannya lidahnya ke lubang pusar Ryouta, menggoda sambil menyelipkan tangannya ke belakang dan menarik pinggang celana dalam Ryouta. Setelah pembatas terakhir itu terlepas, Kimito mengangkat wajahnya sesaat, sekadar pemberitahuan sebelum ia menjilat kemaluan Ryouta dari pangkal hingga ke ujung. 

Ryouta mengangkat pinggulnya dengan sukarela, terlalu menikmati kecupan-kecupan Kimito di tubuhnya. Sepertinya Kimito serius dengan perkataannya tadi. Ryouta pun tak lagi menahan diri untuk mengerang dan sepertinya Kimito jadi makin bersemangat begitu mendengar suaranya. Diletakkannya tangannya di kepala Kimito, mengelus helaian rambut Kimito yang ujung-ujungnya menggelitik kulit Ryouta tiap kali Kimito menggerakkan kepalanya.

"Anh...!" Ryouta menggigit bibir, memalingkan wajahnya dan menutup mata. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat. Sesaat tak berani melihat ke arah Kimito yang tengah menikmati batang kemaluan Ryouta. Bukan Ryouta tak suka tapi rasanya terlalu nikmat. Sadar kalau mungkin Kimito akan mengira kalau dia tak suka, Ryouta menggerakkan tangannya yang masih menyentuh kepala Kimito, menekan pelan dan mengangkat pinggulnya. 

Kimito tersenyum senang mendengar suara erangan dari Ryouta dan merasakan pinggul pacarnya itu terangkat. Dijilatnya kemaluan Ryouta lagi, kali ini dari ujung menuju ke pangkal. Kemudian dilingkarkannya ibu jari dan telunjuknya di pangkal kemaluan Ryouta, hanya sebagai tindakan berjaga-jaga saat ia membuka mulut dan mengulum. Dibiarkannya kulit Ryouta yang yang panas meluncur di atas lidahnya sementara bibirnya dikatupkan di sekeliling Ryouta. Digerakkannya kepalanya ke depan hingga bibirnya nyaris menyentuh selangkangan Ryouta. Ia menghisap sambil menarik kepalanya menjauh, menikmati bagaimana pinggul Ryouta terangkat dan tubuhnya menegang. Dilanjutkannya cumbuannya karena ingin mendengar Ryouta menjerit. Menekan di sana sini, mencari tahu titik mana yang disukai Ryouta. 

"Mnnnh... Angh....Kimi-chan.... Unnh..." Ryouta pun sukses mengerang tanpa malu-malu lagi. Hangat mulut Kimito yang menyelimuti kemaluannya, bagian dalam mulutnya terasa begitu lembut dan tekanan-tekanan lembut jemari Kimito yang menemani hisapan kuatnya. Jari Kimito menekan di bagian tengah batang kemaluannya dan Ryouta merasakan punggungnya melengkung dan pinggulnya menghentak. Lidah Kimito menggoda puncak kemaluannya dan menghisap kuat dan pertahanannya jebol begitu saja. 

Sesuatu melesat cepat ke arah atas dan ke bagian bawah tubuhnya, tubuhnya mengejang dan pandangannya berubah putih. Ryouta hanya tahu sepertinya dia menjerit dan samar merasakan sesuatu yang hangat meluncur dari kemaluannya ke dalam mulut Kimito.

Kimito sedikit gelagapan karena Ryouta klimaks tanpa peringatan, tapi akhirnya mampu menelan tanpa tersedak terlalu parah. Memang tidak tertelan seluruhnya dan sebagian menetes ke dagunya. Ditunggunya Ryouta selesai sambil memijat lembut kemaluan Ryouta. Cengirannya tak pernah lepas dari bibir sambil menikmati memandang wajah Ryouta yang tampak bercampur antara senang dan malu. Ryouta masih sedikit tersengal saat Kimito merunduk untuk menciumnya lagi.

Ryouta merasa malu sekali karena tak bisa mengendalikan diri. Juga tak tahu harus bagaimana begitu menyadari Kimito menelan dan membantunya menyelesaikan klimaksnya. Disambutnya bibir Kimito, balas memagut dengan sedikit berterima kasih. 

".....gomen..." bisiknya sambil menjilat bibir Kimito.

"Ii yo," Kimito mencium Ryouta lebih dalam sekali lagi. Memagut bibir Ryouta sambil mengulurkan tangan ke laci di meja sisi ranjang. Masih sambil mencium Ryouta diambilnya benda-benda yang diperlukannya dari sana. Kimito menyukai kemampuannya melakukan lebih dari satu hal dalam waktu yang sama jika sedang diperlukan seperti ini. Ia jadi bisa mencium Ryouta sambil membuka tutup tube pelumas dan melumuri jemari tangan kirinya. Perlahan disentuhnya jalan masuk tubuh Ryouta untuk kedua kalinya hari itu.

Pinggul Ryouta beringsut, satu kakinya terangkat sebagai reaksi saat jemari Kimito menyentuhnya di bawah sana. "Mmmh..." Ryouta mengerang dari dalam tenggorokannya, menghisap bibir bawah Kimito dengan sedikit antusias. Bagian tubuhnya yang disentuh Kimito terasa lebih sensitif dibandingkan sebelumnya dan ketika jari itu menekan, jantungnya kembali berdebar keras. Tapi ciuman Kimito dan keyakinan kalau Kimito tak akan menyakitinya membuat Ryouta sedikit tenang. Dijilatnya lidah Kimito dan beringsut.

Kimito memagut mulut Ryouta, menelan erangannya ke dalam mulutnya. Jari tengahnya menekan lembut, mengitari daerah sensitif itu kemudian menekan lagi. Begitu diulanginya terus sambil menambah kuat tekanannya hingga akhirnya ujung jarinya menembus lingkaran otot pertama. Kimito menggerakkan jarinya maju mundur perlahan, membuat Ryouta terbiasa sebelum menekan masuk lebih dalam. Sedikit demi sedikit sementara bibirnya bergerak turun mengecupi rahang dan leher Ryouta. Jari tengah itu sudah terbenam nyaris ke pangkal saat Kimito tiba di dada Ryouta. Dimasukkannya jari telunjuknya pelan-pelan sembari menjilat tonjolan di dada Ryouta, menarik dan memagut tonjolan itu hingga berdiri tegang. 

Pinggul Ryouta menyentak pelan saat jari panjang Kimito menekan masuk. Tidak sakit, memang, tapi terasa agak tak nyaman. Ryouta setengah bersyukur karena Kimito mengalihkan perhatiannya dengan bibir dan lidahnya yang masih terus aktif mencumbu 
bagian atas tubuhnya; membuat Ryouta mengerang lebih keras. Ryouta mendesis keras karena sentuhan basah di tonjolan dadanya terasa perih sekaligus menggelitik ditambah getaran lembut yang mulai merayapi tulang belakangnya karena gerakan jari Kimito. Otot tubuhnya mulai merespon pada gesekan jari Kimito dan saat jari kedua menyusul masuk, tubuhnya mencengkeram pelan. Setengah menolak, setengah menyambut. 

"Anh." Tangannya terulur mencari tangan Kimito.

Menyambut uluran tangan Ryouta, Kimito meremas jemari pacarnya itu sambil menjilat kulit Ryouta yang hangat dari tulang belikat hingga dagu. Mulutnya menjelajah rahang Ryouta, meninggalkan gigitan-gigitan lembut hingga ke telinga. Bibir Kimito membuka dan menarik bagian bawah cuping telinga Ryouta yang lembut ke dalam mulut kemudian menghisap lembut. Sementara dua jemarinya terus bergerak di dalam tubuh Ryouta, menekan masuk hingga ke pangkal kemudian menarik hingga nyaris keluar seluruhnya, seraya mencari titik yang bisa membuat Ryouta menjerit. 

Dapat dirasakannya tubuh Ryouta perlahan terbiasa akan ukuran jemarinya. Ada senyum puas di bibirnya saat menarik keluar jemari yang sedikit ditekuk dan tubuh Ryouta menegang. Diangkatnya wajahnya sambil terus menekan titik itu, menikmati melihat kemaluan Ryouta menegang kembali. Kemaluan Kimito sendiri sudah terasa nyeri, dan ia sadar betul akan cairan bening yang mulai menetes dari ujungnya. Tapi untuk sementara ia masih menahan hasratnya sendiri. Masih sambil menekan titik di dalam tubuh Ryouta tanpa ampun, dimasukkannya jari manisnya. 

"Apa yang kau rasakan?" bisik Kimito bertanya di depan telinga Ryouta.

Ryouta beringsut resah. Berusaha mencari posisi yang membuatnya nyaman. Tapi kemudian sadar kalau tak ada yang namanya 'nyaman' dalam urusan seks. Tapi lagi, kenikmatan yang diberikan Kimito padanya begitu menggiurkan. Buktinya, dia mulai terbiasa dengan jari-jari Kimito di dalam tubuhnya, menggesek dinding bagian dalam tubuhnya dan menekan di sana-sini. Ryouta tak mengerti apa tujuannya sampai jemari Kimito menekan di satu titik dan Ryouta memekik karena, demi dewa-dewa rasanya nikmat sekali. Ryouta bisa merasakan dirinya mengeras lagi dan makin menegang karena hembusan nafas Kimito juga gelitik bibir dan lidahnya. 

Ryouta tersengal sambil berusaha tertawa pelan juga meringis. "Entahlah... Mnh... Tapi... Ooh...Di situ..."

Suara Ryouta sungguh sangat menggemaskan sampai Kimito tak tahan untuk tidak memagut gemas leher pacarnya itu hingga menimbulkan bekas kemerahan yang kemudian dijilatnya dengan sayang. Digerakkannya jemarinya lagi, menekan tanpa ampun. 

"Di sini ya?" bisiknya sambil nyengir. "Apa kau ingin merasakan yang lebih nikmat lagi?"

"Nnnnnnnnnnnnngh...." Ryouta mengerang panjang. Bercak-bercak putih terlihat di balik kelopak matanya. Otot tubuhnya mengerat dan Ryouta harus menggigit bibir karena rasanya dia nyaris meledak lagi. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat dan jantungnya berdebar dengan begitu cepat. Dilingkarkannya kedua lengannya ke leher Kimito. Semburat merah di wajahnya menyebar hingga ke leher dan telinganya. Kepalanya mengangguk sebelum diciumnya pemuda jangkung itu dan mengerang sekali lagi.

Kimito menyambut ciuman Ryouta, melahap pacarnya dari dalam ke luar dengan sedikit rakus, kemudian menjauh dan berlutut. Dibukanya tube pelumas dan menekan hingga jelly bening itu menetes ke kemaluannya. Ia mendesis sedikit karena jelly itu terasa dingin di kulitnya yang sensitif dan bagai terbakar. Tapi dilihatnya Ryouta menatapnya, dan ia sengaja berlama-lama. 

"Suka dengan apa yang kau lihat?" tanyanya usil.

Pemandangan di depan matanya membuat Ryouta tak bisa berpaling. Kepalanya kosong dan kerongkongannya terasa kering. Baru kali itu Ryouta menganggap kalau Kimito begitu indah. Kulit putihnya bersemu merah di beberapa tempat, berlapis keringat tipis yang membuat rambutnya basah dan menempel ke sisi wajah dan keningnya, tatapannya tajam dan terfokus pada Ryouta; penuh nafsu dan sesuatu yang lain, kemaluannya berdiri tegak dan bangga dan begitu merah juga meneteskan cairan bening. 

Ryouta tersenyum, mengangkat badannya sedikit dan memberanikan diri menyentuhkan ujung jarinya ke ujung kejantanan Kimito. Matanya mengerjap kagum. Jarinya bergerak, menyentuh bagian yang terkena jelly pelumas dan menyusuri sebuah garis tak tampak kembali ke ujung. "Ini... akan masuk ke dalam kan?" 

Ryouta memiringkan kepalanya. Bergumam pada dirinya sendiri tapi sepertinya masih cukup keras untuk didengar Kimito. "Muat tidak ya?"

Kimito mendesis saat jari Ryouta menyentuh dirinya. Diraihnya sisi wajah Ryouta kemudian dipagutnya bibir bawah Ryouta. 

"Bagaimana kalau kita coba saja?" bisiknya parau di telinga Ryouta yang bersemu merah. Jemarinya meraba jalan masuk tubuh Ryouta, melebarkannya dengan jari telunjuk dan jari tengah, kemudian menekan ujung kemaluannya masuk. 

'Shimattaa...' pikir Ryouta dalam hati karena Kimito benar-benar mendengarnya. Tapi sejurus kemudian, nafasnya tercekat karena sesuatu yang lebih besar dari jari pacarnya menyerbu masuk ke dalam tubuhnya. Ryouta mencengkeram lengan Kimito dan mengerang. Rasanya luar biasa dan sakit. Meski tak begitu menyiksa karena tubuhnya sudah siap. Tetap saja Ryouta mengernyit. dan air matanya terbit. Ryouta mengerjap dan agak tersengal.

"Chotto...itai kedo...mmmnh..."

Kimito berhenti menekan masuk begitu didengarnya Ryouta mengeluh kesakitan. Untuk mengalihkan perhatian Ryouta dari pengalaman yang memang pasti membuat tak nyaman. Diciumnya bibir Ryouta dengan lembut, dan sebelah tangannya menggenggam kemaluan Ryouta, menarik dan menekan lembut. Begitu dirasakannya tubuh Ryouta sedikit rileks, ia kembali menekan masuk perlahan-lahan.

Ryouta mendesah, sedikit demi sedikit mulai bisa menyambut Kimito ke dalam tubuhnya. Sedikit demi sedikit pula Ryouta bisa merasakan gerakan tubuh Kimito dan mengerang lirih. Masih merasa agak tak nyaman tapi hangat tangan Kimito dan hentakan tangannya mengirimkan sinyal ke tubuh Ryouta. Sinyal nikmat dan menyenangkan yang membuatnya beringsut, menarik Kimito lebih dalam lagi. Dibalasnya pagutan bibir Kimito, karena membuatnya merasa tenang. 

"Aah..." desahnya lirih saat merasa Kimito sudah sepenuhnya masuk. Dia tidak benar-benar tahu, hanya merasa demikian. Dipandangnya Kimito dengan penuh cinta dan memiringkan kepala untuk memperdalam ciumannya.

Kimito tersengal memagut bibir Ryouta, mati-matian menahan hasrat agar tidak melahap Ryouta begitu saja. Bagaimanapun juga ini adalah kali pertama untuk Ryouta dan Kimito ingin agar Ryouta benar-benar menikmatinya. Walaupun suara-suara yang tanpa sadar keluar dari sela bibir Ryouta dan hangat tubuh Ryouta yang perlahan-lahan melingkupinya sungguh menggoda dan membuat Kimito merasa tersiksa. Tanpa sadar ia mengertakkan gigi dan mengatur napas sambil menekan masuk kembali, membenamkan tubuhnya seluruhnya. Tatapan Ryouta ke arahnya membuat Kimito tak tahan dan mencium Ryouta dengan rasa syukur dan bahagia karena dapat melihat wajah Ryouta yang seperti itu.

Kimito tersengal lagi dan berbisik meminta izin. "Ngh, boleh aku... akh, jangan mencengkeram seperti itu... akh... boleh aku bergerak?"

Ryouta tak langsung menjawab, masih menikmati mencium pacarnya. Juga karena menemukan bahwa Kimito yang tersengal dan menahan hasrat ternyata begitu menggairahkan. Dielusnya pipi Kimito dengan sayang, menikmati hembusan nafas Kimito yang cepat di telinga dan pipinya. Kemudian sadar sepenuhnya akan denyut hangat kemaluan Kimito di dalam tubuhnya, dan direspon otomatis oleh Ryouta dengan mencengkeram pelan. Menyukai reaksi Kimito yang makin terengah dan menggerung agak tak sabar. 

Ryouta mengangguk. "Un."

Kimito memejamkan mata lega mendengar jawaban Ryouta. Tapi ia tetap bergerak hati-hati, selain karena tidak ingin Ryouta kesakitan, juga agar sensasi gesekan yang diterima kulitnya dari bagian dalam tubuh Ryouta yang hangat dan berdenyut lembut tidak membuatnya selesai saat itu juga. Diusapnya pinggul Ryouta kemudian terus ke paha, lalu diraihnya bagian belakang lutut Ryouta untuk menarik tungkai Ryouta melebar. Sambil menarik napas, Kimito mulai menggerakkan pinggulnya, menarik diri menjauh kemudian menekan masuk sambil menggeram rendah. Rasanya terlalu nikmat, jauh berbeda dengan apa yang pernah dialaminya dengan orang lain. Mungkin karena kali ini yang bersamanya adalah Ryouta. Ryouta yang tak henti menatapnya hangat dan membuat seluruh tubuhnya menggelenyar 

"Mmmmh, Ryouta," bisiknya parau, pinggulnya mulai menyentak pelan dan dalam.

Rasa sakit itu masih ada tapi seiring jalan, Ryouta menemukan kalau dia merespon gerakan pinggul Kimito, rasa sakit itu perlahan menghilang. Malahan, gesekan yang tercipta bertambah kuat dan rasanya nikmat sekali. Jauh lebih nikmat dari yang diberikan Kimito dengan jari-jarinya. Juga sensasinya jadi berlipat-lipat tiap kali ia mencengkeram. Ryouta agak tak yakin, tapi membiarkan instingnya bekerja. Mencengkeram saat Kimito bergerak mundur dan mengangkat pinggul saat Kimito menekan masuk. Sekilas dirasakannya titik yang sebelumnya membuatnya klimaks tersentuh. Ryouta beringsut, menjilat dagu Kimito dengan menggoda.

"Kimi-chan... di situ... aaah... sentuh aku... di situ... ohhh ya, di situ..."

Kimito tak tahu dari mana Ryouta belajar bercinta, tapi ia sungguh mengagumi responnya yang sungguh sesuai dengan gerakan pinggul Kimito. Ia menggeram saat Ryouta mencengkeram lumayan keras dan membuat matanya nyaris dibutakan oleh percikan-percikan cahaya yang juga menjalari punggungnya. Diangkatnya tungkai Ryouta lebih tinggi agar ia dapat masuk lebih dalam dan pinggulnya mulai menghentak lebih cepat.

"Koko? Ii ka?" tanyanya di sela tarikan napas.

"Aaagh! Un... soko... ii! Mmmh... Kimi-chan..." Ryouta mulai mengerang tak terkendali. Tiap kali tersentuh, tubuhnya akan menggelinjang dan punggungnya melengkung nikmat. Hasratnya meluap-luap dan kepalanya mulai terasa melayang. Sesuatu menjalar cepat ke tiap syaraf dan sudut tubuhnya. Dari friksi yang tercipta, dari sentuhan kulit Kimito ke kulitnya, dari lenguhan dan geraman rendah Kimito di dekat telinganya dan entah dari mana lagi. 

Tapi kali ini Ryouta tak ingin selesai begitu saja seperti yang pertama. Dia ingin melihat Kimito mencapai puncak kenikmatan itu lebih dulu. Ingin melihat ekspresi Kimito saat dia melepaskan seluruh nafsunya akan Ryouta dan karena Ryouta. Ryouta menggigit bibir, menarik nafas dalam-dalam. Dicarinya bibir Kimito untuk dinikmatinya Sungguh nikmat dan indah. Ryouta menyimpulkan dalam hati saat mengintip ekspresi Kimito. Disentuhnya pipi pacarnya itu. 

"Kimi-chan shika...nnnh...minai yo..." bisiknya di sela pagutan bibirnya. "Zutto."

Kimito merasa wajahnya memanas dan digigitnya bibir Ryouta gemas. Ia tahu Ryouta tidak berbohong. Dan ia juga tahu kalau Ryouta tidak sedang merayu atau berlebih-lebihan. Fakta itulah yang membuatnya lebih merasa tersanjung sekaligus tersentuh. 

Ia merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Gabungan dari gerakan pinggul Ryouta, erangannya yang sensual dan ekspresinya membuat Kimito merasa melayang. Kedua tangannya mengusap pinggul Ryouta hingga ke paha kemudian mengaitkan kedua tungkai Ryouta ke bahunya hingga ia dapat menyentak lebih dalam dan memastikan bahwa ia menyentuh titik sensual Ryouta setiap kali, membuat pacarnya itu menggelinjang nikmat.

"Ore mo. Ryouta dake," bisiknya mengakui, wajahnya disurukkan ke lekuk leher Ryouta.

Senyumnya mengembang lebar mendengar pengakuan itu. Entah apa yang sebenarnya dilihat Kimito pada dirinya. Dulu pacarnya itu mengaku kalau dia tak bisa 'melihat' apa yang penting untuk Ryouta. Tapi tadi sore, di tengah perdebatan mereka, mendadak Kimito melihat ke arahnya tanpa berkedip dan dia terdiam dengan wajah memerah. Saat ini, Ryouta tak berharap ia punya kemampuan seperti Kimito. Pengakuan Kimito sudah cukup untuknya. Saat ini ia sangat, sangat ingin mencium Kimito tapi posisinya tidak memungkinkan untuk itu. 

Meskipun olahragawan, tubuh Ryouta tidak sefleksible itu. Pun, hentakan Kimito yang semakin tajam dan cepat lagi-lagi mencuri nafas Ryouta. Tangannya mengepal, menggerut seprai berwarna biru di bawah tubuhnya. Gesekan di dalam tubuhnya semakin intens dan terasa begitu panas. Sentakan tajam di titik sensitifnya juga membuatnya mulai melihat bintang-bintang di balik matanya. Giginya yang putih menggerut bibir bawah dengan resah.

Kimito meraih wajah Ryouta dengan sebelah tangan dan mengecupi pipi dan kelopak mata Ryouta, menggesekkan hidung mereka yang licin oleh keringat dan tersengal di depan bibir Ryouta. Sebelah tangannya menyusup ke antara tubuh mereka, meraih kemaluan Ryouta dan menggenggam. Dapat dirasakannya cairan yang mulai menetes dari bagian vital Ryouta yang berdiri tegang itu, dan Kimito mulai menarik serta menekan sesuai irama pinggulnya menekan masuk. Dirasakannya Ryouta mencengkeram makin erat dan ia nyaris tak tahan lagi. Diciumnya Ryouta dalam-dalam, mencoba menyampaikan betapa ia menyayangi Ryouta dan
bersyukur bahwa Ryouta berada bersamanya.

"Ryouta, hnngh, ... naka ni... ii?" pintanya.

Samar telinganya menangkap suara Kimito. Seluruh indera-nya sudah berpusat pada satu tempat dan tertarik pada satu titik yang menyangga pertahanan dirinya yang makin goyah. Setitik kesadarannya mengatakan saat ini dia adalah milik Kimito dan sebaliknya. Itu saja sudah cukup bagi Ryouta untuk membiarkan otaknya berhenti merasionalkan apapun dan mengangkat tangannya, menangkupkannya ke atas tangan Kimito yang menyentak kemaluannya seirama dengan gerakan pinggul mereka. Susah sekali rasanya untuk membiarkan matanya tetap terbuka tapi Ryouta membulatkan tekad, menggerakkan tangannya bersama Kimito.

"Un... naka ni ii... mnnnnh...."

Pinggul Kimito menyentak semakin dalam mendengar jawaban Ryouta yang setengah mengerang itu. Gerakannya sudah mulai tak beraturan karena kenikmatan yang menyebar hingga setiap sel-sel tubuhnya. Dirasakannya kemaluan Ryouta berdenyut di dalam genggamannya dan ia tahu Ryouta tak akan bisa bertahan lebih lama lagi. Kimito akhirnya menyerah dan membiarkan insting mengambil alih komando gerakan tubuhnya. Menghentak semakin dalam seraya dicengkeram kuat oleh bagian dalam tubuh Ryouta, menggenggam dan menarik kemaluan Ryouta sambil memutar pergelangannya--menekan di tempat yang (kini) ia tahu membuat Ryouta merasa nikmat. Bibirnya mencari bibir Ryouta, sedikit bergetar. 

Saat Kimito membuka mata dan menatap Ryouta--bukan, 'melihat' Ryouta, sekali lagi dilihatnya sesuatu yang membuatnya tak tahan lagi untuk tidak menarik Ryouta ke ranjang. Sesuatu yang akhirnya meyakinkannya bahwa Ryouta juga menyayanginya, Ryouta juga menganggapnya sebagai seseorang yang istimewa. Seistimewa Ryouta baginya, seberharga setiap tarikan napasnya. Kimito 'melihatnya', benar-benar 'melihat' bahwa sesuatu yang paling berarti untuk Ryouta ternyata adalah Totani Kimito. 

Kimito tersengal dan menekan masuk, merasakan sesuatu meledak dari tengah-tengah dirinya seiring sesuatu yang basah tumpah ke genggamannya.

Nafasnya tercekat saat pandangannya bertemu dengan sepasang mata Kimito yang gelap. Yang kini melihatnya dengan segenap perasaan dan membuat Ryouta merasa tersesat dan tak berniat untuk lari. Deru nafas Kimito menyapu wajahnya dan erangannya menggelitik telinga Ryouta. Hangat tangan Kimito yang menggenggam tubuhnya melipat gandakan kenikmatan di bawah sana dan pertahanan Ryouta pun ambruk begitu saja. Seperti ada sesuatu yang ditarik keluar dengan cepat dari dalam tubuhnya dan Ryouta tak melawan. Merasakan tubuhnya tertarik ke segala arah Bibirnya membentuk senyum kecil, sempat melihat ekspresi wajah Kimito saat melepaskan dirinya ke dalam tubuh Ryouta, sebelum akhirnya menyerah dan menutup mata. Membiarkan kepalanya terlempar ke dalam bantal dan mulutnya terbuka melepaskan erangan keras. Dipeluknya Kimito dengan erat. Sangat erat seperti tak berniat melepaskan. Kimito miliknya. Hanya miliknya.

Kimito menikmati gelombang kenikmatan yang bergulung-gulung membawa dirinya, terengah dengan pinggul masih bergerak lembut menunggu klimaksnya usai. Sepertinya ini klimaks terintens yang pernah dirasakannya. Kimito mendesah dan beringsut dalam dekapan lengan Ryouta. Ia mengerang lirih saat dirinya yang masih berada di dalam tubuh Ryouta ikut bergerak. Perut dan selangkangannya terasa basah dan sedikit lengket, tetapi Kimito belum pernah merasa senyaman ini sebelumnya. Diusapnya tubuh Ryouta yang licin dan hangat kemudian dikecupnya rahang Ryouta yang berlekuk bagus. 

"Terima kasih ya," bisiknya bahagia.

Tubuhnya terasa seperti berpendar dan seperti tersetrum lembut di beberapa tempat. Ryouta menghela nafas panjang berkali-kali. Belum pernah rasanya dia merasa sepuas dan se....penuh ini. Bahkan tidak setelah episode-episode pendek di bawah selimut atau di kamar mandi dengan tangan kanannya. Agak malu-malu, Ryouta melirik kala merasakan sentuhan lembut di rahangnya. Bukan karena sentuhan dan bisikan pelan Kimito tapi karena tubuhnya yang belum benar-benar berhenti mengeluarkan cairan putih hangat. Namun dilihatnya juga pacarnya itu dan balas mengecup pipi Ryouta dan mengelus tempat yang baru saja dikecupnya. 

Matanya mengerjap. "Untuk apa?" tanyanya lirih, masih dengan suara yang agak serak. Karena kalau ada yang harus berterima kasih, Ryouta merasa dialah orangnya.

Kimito menyusupkan wajahnya kembali ke lekuk bahu Ryouta, menikmati aroma tubuh Ryouta yang bercampur aroma seks di udara. Sungguh ia masih belum ingin bergerak menjauh, karena berada di dalam Ryouta seperti itu benar-benar terasa nyaman sekali. 

"Mmm," Kimito menggesekkan hidungnya ke kulit di belakang telinga Ryouta. "Betsuni."

Ryouta tertawa pelan sembari mengelus punggung Kimito yang lembab. Rambutnya yang panjang menggelitik hidung Ryouta, memaksa Ryouta untuk menggerakkan kepalanya, meletakkan dagu di atas kepala Kimito. Berat tubuh Kimito sama sekali tak mengganggunya, juga aroma yang menerpa hidungnya. Ryouta belajar untuk menikmatinya. Juga karena merasa masih seperti di awang-awang. Riak-riak kecil orgasme-nya belum hilang, menerpa lembut dan menggelitik. Rasanya tak percaya kalau dia baru saja bercinta untuk pertama kalinya. Meski punggung dan bagian bawah tubuhnya membuatnya meringis tiap kali dia atau Kimito beringsut, Ryouta merasa itu sepadan dengan kenikmatannya.

"Kimi-chan..."

"Hmmm?" Kimito berdeham sambil menyandarkan pipinya di bahu Ryouta. Ia tahu cepat atau lambat akan harus menjauh dan melepaskan Ryouta, tapi rasanya sungguh tak rela. Ryouta benar-benar terasa pas di pelukannya dan Kimito tidak ingin menjauh. "Kenapa?"

Ryouta menoleh, menggesekkan ujung hidungnya dengan hidung Kimito yang mancung. "Kimi-chan tampan." 

Mungkin terdengar konyol tapi Ryouta serius. Meski sebenarnya bukan itu yang ingin diucapkannya. Saat ini dia merasa Kimito sangat berharga untuknya dan Ryouta belum punya cukup keberanian untuk menyampaikan kalimat sederhana yang kini memenuhi relung hatinya. Mungkin nanti.

Kimito menyembunyikan senyum kemudian mendengus. "Hmph, tentu saja aku tampan. Lebih tampan dari Ma-kun." Lengannya beringsut mendekap Ryouta lebih erat lagi. "Dan tentunya lebih tampan dari kaptenmu itu."

Ryouta balas mendekap Kimito. Tak bisa menahan senyum geli dan tak tahan untuk tidak mengecup pucuk hidung Kimito. "Kapten Yui baik loh. Dia sayang sekali sama kami semua. Juga banyak menolongku saat latihan." Begitu dilihatnya Kimito merengut, Ryouta buru-buru menciumnya. "Bukan berarti aku naksir Kapten Yui loh." "Lagipula, Kapten Yui suka perempuan." jelas Ryouta melanjutkan. "Kimi-chan....masih cemburu?" tanyanya lagi, menilik ekspresi Kimito dengan hati-hati.

Kimito menyorongkan bibirnya sedikit. Kesal karena dia tidak bisa membantu apa-apa kalau soal tenis. "Hmph," dengusnya lagi. Digigitnya cuping telinga Ryouta. "Pokoknya Ryouta milikku. Milikku seorang. Takkan kuserahkan pada siapapun."

Ryouta berjengit geli. "Hmmm... Kimito juga ya. Tak boleh macam-macam dengan siapapun loh. Kemarin Inoue-kun bilang, Kimi-chan suka flirting dengan siapapun di lokasi. Aku tak percaya karena tak lihat sendiri. Tapi sekarang yang boleh begini dengan Kimi-chan hanya aku." Digigitnya gemas pipi Kimito. "Aku bukan orang yang posesif tapi aku tak ingin berpikir macam-macam."

Kimito beringsut sambil nyengir nakal. "Apa boleh buat kan. Aku yang tampan ini kan minna no mono da yo." Sepasang alisnya digerak-gerakkan dan hidungnya terangkat dengan sombong.

Bukannya kesal, Ryouta malah tertawa sampai tubuhnya berguncang. Sejurus kemudia ia berjengit dan melenguh pelan. Gerakannya membuat Ryouta tersadar kalau Kimito masih ada di dalam tubuhnya. Wajahnya bersemu merah. Disurukkannya kepalanya ke leher Kimito dan tak sanggup menahan erangan saat beringsut. 

"Kimi-chan masih di dalam." bisiknya.

Tertawa kecil, Kimito lalu mengigit bibirnya sambil pelan-pelan bergerak menjauh. Ia tidak ingin gesekan kulitnya yang amat sensitif membuatnya terangsang lagi, meskipun merasakan cairan yang turut keluar saat ia menarik diri sungguh menggoda. Saat sudah sepenuhnya di luar, Kimito menggesekkan hidungnya ke pipi Ryouta. Kemudian ia berguling ke samping, masih melingkarkan lengan di pinggang Ryouta sambil menguap. 

Ryouta mengerang pelan saat Kimito menarik tubuhnya keluar. Untuk sesaat ada rasa kosong di dalam dirinya. Ia pun berbaring menyamping, mengikuti gerakan Kimito dan beringsut mendekat. Disusupkannya wajahnya ke lekuk leher Kimito dan mengecup lembut kulit di dekat bibirnya Lalu menengadah untuk mengecup dagu Kimito dengan sayang. Dirasakannya pelukan Kimito mengerat dan nafas Kimito mulai tenang dan dalam.

Tangan Kimito mencari selimut yang tadi tertendang entah ke mana. Kemudian ditariknya selimut itu sampai menutupi pinggang mereka berdua. Daripada rasa lelah, rasa nyaman dan tenang yang lebih membuatnya merasa mengantuk. Dikecupnya kening Ryouta hangat sambil berbisik "Oyasumi," dan kemudian memejamkan mata.

Ryouta tersenyum. Merasa hangat dan nyaman di dalam pelukan Kimito meski ini bukan pertama kalinya mereka tidur berdekapan. "Oyasumi," balasnya dalam bisikan seraya menyandarkan kepala ke dada Kimito.

-end-


30 comments:

  1. Ini saja komentar saya.

    KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA~N. *cengengesan di kantor*

    ReplyDelete
  2. picture comments are highly appreciated LOL

    coba tolong di-reblog biar bisa gue reblog? XDDDD

    ReplyDelete
  3. Especially absolutely relevant picture comments. XD

    BTW, it's guessing time again isn't it? :3

    ReplyDelete
  4. Gluk, ntar di rumah deh ya. (ninja) itu dari ikemenrider sih. XD

    ReplyDelete
  5. Btw, foto kedua itu yaaa~~~ gampaaaaaaang banget mata gue salah liat kalo tangannya Ryouta meluk pinggangnya Kimi-chan dari belakang XDDDDD

    ReplyDelete
  6. Ichaicha yang ini SUNGGUH SANGAT INOSEN DAN MANIS YAAAA.
    Gue ngakak dengan celetukan "muat tidak ya?" gyakakakaka pacarmu itu maling, Ryouta. Telinganya tajam loh.


    Kapten Yui suka perempuan. . . . .~mencatat~

    ReplyDelete
  7. umh.... bukannya dulu lu yang pernah bilang kalo Yui doyan cewek?

    ReplyDelete
  8. Ayoooo~~ mana tebak-tebakannya niiih?

    ReplyDelete
  9. mungkin karena gue gak tahu dia mau dipairing dg siapa, orangnya begitu sih. XD gak rela dikasih ke Basshi.
    Kk Icha jadi Ryouta. Mama-san Kimi.chan~

    ReplyDelete
  10. Sementara gw waktu nulis sempet jerit2 kalo ini dirty banget. *ROFL*
    INOSEN SEBELAH MANANYAAA

    ReplyDelete
  11. @Icha: MARI!!!!

    Eh, Cha. Kapan2 bikin yang playful yuk! Siapa yaaaa? *mule mikir*

    ReplyDelete
  12. *mengeong resah*

    Gwuaaaaaaaaaaaaaa....., not HELPING! Itu gambar2nya bener2 ga menolong! Malah bikin makin resah! *mengguling makin resah*

    KIMI-CHAAAAAAAAAAAAAAAAANNNNNNN!!!! Selamat ya!

    Aduh, Ryouta..., polos...

    Ah, dasar kau Maling Ganteng, tahu aja barang bagus XD

    Icha Ryouta, Panda Kimi-chan. Mungkin(?)

    ReplyDelete
  13. Kok pake mungkin sih, Ri? XDDDDD

    Dan kenapa Kimi-chan yang dikasih selamet? Yang belah duren kan Ryouta XDD

    ReplyDelete
  14. .............................Kubobe/Akishin?

    Playful apa ini maksudnya? Yang kemaren Yun/Shunsuke belum cukup playful ya? XD

    ReplyDelete
  15. Karena akhirnya maling itu berhasil mendapatkan saikou no takaramono-nya XD

    Pakai mungkin karena...gw ga terlalu yakin... Kemaren 2x salah tebak melulu *blush*

    ReplyDelete
  16. Yun/Shunsuke itu.... Napsu banget XDDDD

    Eh, gimana ya? Kubobe/AkiShin bisa sih eh, tapi si Nei rikuwes KumaYuuki tuh. Tapi lagi, itu sih jadinya nggak playful ya? LOL

    ReplyDelete
  17. Ngggg.... *blushes* XD;

    Yuuki bisa sih playful... kalo otak gw ga gosong duluan *ROFL* BTW playful apa maksudnya... pake toys? Eh? 8DDD

    ReplyDelete
  18. Then again... sebenernya yang paling asik dibikin playful itu ...tetep si sumber semua ini... pasangan eksebisionis di sana itu. :| *diseruduk trus ditabrak*

    ReplyDelete
  19. @Icha Bukaaaan!! Tapi yg nuansanya lucu gitu, kalo pake toys sih...umh... Saya belum siyap *blush*

    iya juga *menatap Bocchan yg sudah penuh harap*

    @Nei: kalo Yuuki pake mengeong, bisa2 gue sama Icha gosong duluan dan gak lanjut ichaicha-nya LOL

    ReplyDelete
  20. pake toys itu yang bagaimana? ('__')a
    ah, bocchan kan sudah sering.....SERING BANGET dibikin stensilan. (Ma-kun : HEH! BIARIN!)

    ReplyDelete
  21. Yang bagaimana itu nuansa lucuuuu XD

    Dan ya, kalo Yuuki mengeong saya akan korslet...

    ReplyDelete
  22. *minum es cendol di kutub utara sambil kekepin AC* PUANAAAAAAAAASSS!!!

    ReplyDelete
  23. @Icha er... Macam Kubota sama AkiShin yg gue bikin dulu itu tapi gak pake gigit2an piyo XDD

    @Rey: *semprot aer*

    ReplyDelete
  24. Giliran KazukiTakuya kapan? Kapan? @_@ *ngarep.com*

    ReplyDelete