Monday, March 14, 2011

[fanfic] YunxShunsuke - Little Baby Steps version 1.1

Author: Panda & Icha
Fandom: Fujoshi Kanojo/Tennis no Ouji-sama The Musical
Pairing: Furukawa Yuuta x Daito Shunsuke
Word count: 7.617
Rating: NC-17
Warning: BL, AU, OOC, NSFW
Disclaimer: We do not own any of the characters. No profit gained. No harm intended.
Note: Semoga bisa menghibur kk2 yang sedang bete dan sedikit mengalihkan perhatian dari kekhawatiran tentang teman/keluarga di Jepang sana. Dibuat dan dipost bukan untuk melecehkan siapapun atau apapun. Sambungan dari Little Baby Steps-nya Icha.


Harum aroma kopi menggelitik hidung Shunsuke. Baunya enak sekali, seperti memanggil-manggil dirinya untuk mencicipi. Tapi ia sedang berada di atas ranjang empuk, berselimut sampai dagu, dan rasanya nyaman sekali. Sungguh sulit untuk membuka mata.Setidaknya itulah yang dirasakannya, sampai datang godaan yang lain berupa sentuhan lembut di pipinya.

Salah satu hal yang dibanggakan Yun pada dirinya adalah kemampuannya merayu. Dia selalu tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat seseorang melakukan apapun untuknya. Tapi di saat-saat tertentu, ada saja hal-hal yang dilakukannya bukan untuk merayu melainkan hanya karena dia ingin. Contohnya pagi itu -yah, tak bisa dibilang benar-benar pagi karena sudah jam 10 lewat - Yun sudah menata seteko kopi, gula dan susu, tak lupa cangkirnya, dan setangkup club sandwich di atas nampan. 

Semuanya dilakukannya dengan tak menimbulkan banyak suara karena tak ingin membangunkan pengacara tampan yang sedang tertidur pulas di atas ranjangnya. Yun kasihan karena Shunsuke pasti lelah sekali setelah semalam suntuk menyetir dari Osaka. Nekat memang. Melangkah nyaris tanpa suara (Yun jago sekali melakukannya), dibawanya nampan itu ke kamar, meletakkannya di atas meja dan mendekati Shunsuke. Diamatinya sebentar wajah tidur pacarnya itu dan Yun tersenyum kecil. Disentuhnya pipi Shunsuke dengan buku jarinya, mengusap lembut seperti tak benar-benar berminat membangunkan. 

Shunsuke mengerutkan hidungnya karena geli. Ia mengenali sentuhan itu, dan sebenarnya ingin juga membalas. Tapi demi Tuhan, ia sedang ngantuk sekali. Sambil mengeluarkan suara menggerutu tak jelas, ditepisnya tangan yang mengusap pipinya itu sekenanya. Tidak kena, tentu, tapi Shunsuke tak peduli. Wajahnya kemudian disurukkan lebih dalam ke bantal dan tangannya diselipkan ke bawah benda empuk itu, ingin meneruskan tidur.

Yun nyengir geli. Tangannya terulur mengejar wajah Shunsuke yang setengah terbenam ke dalam bantal dan kali ini ujung jarinya menggoda daun telinga Shunsuke. Dijentikkannya dengan pelan lalu berpindah untuk menggaruk pelan kulit di belakang telinga Shunsuke. 

"Hnngggrrrmbl," Shunsuke memprotes ke dalam bantalnya. Diraihnya tangan yang menggelitik telinganya. Kali ini kena, dan jemari Shunsuke memegangi pergelangan tangan itu beberapa saat sebelum pegangannya melonggar dan lepas sendiri. Mudah-mudahan dengan begitu orang yang mengusilinya kapok dan membiarkannya tidur beberapa menit lagi. Atau beberapa jam.

Yun terkikik geli. Makin senang dengan reaksi Shunsuke. Kali pertama melihat Shunsuke seperti itu dan Yun malah makin berniat iseng. Kali ini tubuhnya dicondongkan dan meniup pelan telinga Shunsuke. 

Shunsuke berjengit. Bulu kuduknya langsung meremang seketika saat hembusan udara hangat menerpa telinga dan sisi wajahnya. Hanya begitu saja, namun mampu menimbulkan getaran yang menjalar ke leher dan bahunya. "Mou~," Shunsuke mengerutkan dahinya lalu dengan enggan membuka sebelah matanya yang tidak tertutupi bantal.

Ditiupnya sekali lagi telinga Shunsuke sebelum bergerak untuk mengecup pelan pipi Shunsuke. "Mau tidur sampai jam berapa, Pak Pengacara? Meskipun hari libur, tak baik loh, malas-malasan." selorohnya sambil menusuk pelan pipi Shunsuke dengan ujung hidungnya yang mancung. "Mau menyia-nyiakan waktu kita yang sedikit ini? Hmm?" bisiknya lagi.

Pemandangan yang menyambut begitu Shunsuke membuka mata memang begitu indah. Sepasang mata rubah menatapnya hangat. Ditemani seulas senyum tipis yang selalu bisa membuat dadanya terasa hangat. Apalagi waktu bibir indah yang tersenyum itu mengecup pipinya. Diam-diam ia tersenyum saat hidung Yun yang mancung menggelitik pipinya. "Libur kan? Biarkan aku tidur sebentaar saja lagi," pintanya serak.

Kali ini Yun menggigit pelan pipi itu. "Da~me". "Bangun atau kumakan kau hidup-hidup." bisiknya dengan nada yang biasa digunakannya untuk mengancam murid-muridnya jika mereka nakal.

Shunsuke tergelak pelan. "Aku bukan muridmu, sensei," kilah Shunsuke sambil menggeliat dan meregangkan punggungnya. Karena tampaknya kalau ia tidak bangun juga maka akan ada bagian lain dari tubuhnya yang terbangun, Shunsuke berguling telentang. Ditatapnya Yun sambil mengerjapkan mata,"Aku mencium kopi."

Yun menjauhkan badannya, sempat mendaratkan kecupan di hidung Shunsuke. "Penciumanmu tajam juga. Benar-benar pengacara." Yun terkekeh. Tapi dia tak bergerak dari posisinya yang setengah memerangkap tubuh Shunsuke dengan dua lengannya yang panjang. Diamatinya mata Shunsuke mengerjap, berusaha mengusir kantuk dan sesekali menutup agak lama. Disentuhnya pipi Shunsuke lagi, kali ini menusuk pelan dengan ujung jarinya. "Ngantuk sekali?"

Shunsuke menggosok kelopak matanya dengan buku jari lalu menggeliat lagi. "Tidak begitu ngantuk sih."Ia membuka mata dan nyengir miring sambil meletakkan tangan di tengkuk Yun, jemarinya memainkan ujung-ujung rambut Yun. "Hanya saja ranjangmu ini rasanya nyaman sekali, entah kenapa."

"Tentu saja. Bos-ku tahu sekali bagaimana caranya mengakomodasi anak buah." Cengir Yun. Kemudian kepalanya merunduk, berhenti sejenak di depan bibir Shunsuke tapi seperti berubah pikiran beralih menyusup ke lekuk leher Shunsuke. Dihirupnya pelan wangi tubuh pacarnya sebelum mengecup pelan kulit Shunsuke yang hangat. "Buktinya, punggungmu tak pernah sakit kan meski aku agak kasar?" bisiknya sambil nyengir penuh arti dan dijilatnya pelan leher Shunsuke.

Shunsuke merinding dan memejamkan mata. Digigitnya puncak hidung Yun. "Siapa bilang tidak sakit," ia menggerundel pelan. Tapi keinginannya untuk berguling lebih lama di dalam pelukan Yun tampaknya dikalahkan oleh getaran lain. Wajah Shunsuke memerah saat perutnya berkeruyukan lumayan keras. Ia nyengir malu. "Lapar."

"Heran, deh." ujar Yun seraya menjauhkan wajahnya. "Kelakuanmu kok jadi mirip Hide dan Halu waktu kecil dulu." lanjutnya, menggigit gemas pipi Shunsuke. Tapi sebelum Shunsuke sempat ngambek, Yun memutar tubuhnya dan mengambil nampan dari atas meja. Dengan hati-hati diletakkannya nampan itu di atas pangkuannya. "Aku tak bisa masak sepintar dirimu tapi club sandwich-ku dipuji ibu tetangga sebelah rumah loh." ungkapnya sambil mengerling.

Shunsuke menatap Yun dengan kedua alis bertaut. Pacarnya itu memang sangat menarik dan pandai merayu. Kadang-kadang ia bingung kenapa Yun mau berpacaran dengan dirinya--yang menurutnya biasa-biasa saja. Sambil meraih cangkir kopi dan teko, ia bertanya, "Ada urusan apa sampai membuatkan sandwich untuk ibu tetangga sebelah?"

Yun tertawa pelan, menjumput sebalok gula dan mencelupkannya ke cangkir Shunsuke. "Tanda terima kasih karena sudah menemani Hide. Apa? Kau pikir aku merayunya?"

Shunsuke mengaduk kopinya dan mengangkatnya ke bibir. Kopinya tidak terlalu manis, pahitnya cukup untuk mendorong matanya terbuka. Diliriknya Yun dari atas bibir cangkir. "Memangnya tidak?"

Sesuatu berkilat di mata Yun. Wajahnya didekatkan ke cangkir Shunsuke dari seberang sisi yang dihirup. Ditiupnya pelan asap yang menguar lembut dari cairan hitam itu. Bibirnya membentuk cengiran seperti rubah. "Yah, sedikit. Supaya dia mau tetap menolongku menemani Hide. Tak ada salahnya kan?"

Shunsuke memutar bola matanya sambil meneguk kopi lagi. "Kenapa tidak sekalian meminta dia menikah denganmu kalau begitu?" 

Yun mengedikkan bahu, masih menjaga cengiran di wajahnya."Hide tak terlalu suka padanya."

Shunsuke langsung mengangkat wajah. Langsung terbayang wajah cemberut dan sikap posesif kedua putra Yun ketika ia muncul kemarin. Lalu ia menundukkan pandangan, ibu jarinya membentuk pola tak beraturan di permukaan luar mug. "Hide pun tak begitu suka padaku. Haru juga."

Yun sedikit menyesal karena kata-katanya jadi memancing perasaan tak enak dari Shunsuke. Telunjuknya yang panjang dan ramping menyentuh dagu pria manis beralis tebal itu untuk memaksanya mengangkat wajah. Wajahnya sendiri beringsut mendekat dan mengecup ringan ujung hidung Shunsuke lalu bergerak turun ke bibir atas Shunsuke. Begitu menjauh, dia hanya tersenyum dan menyodorkan club sandwich-nya pada Shunsuke. Dia tak ingin Shunsuke jadi berpikir macam-macam di saat baru bangun seperti ini. 

Shunsuke menghela napas panjang sambil menerima potongan sandwich dari Yun. Tampak menggiurkan dengan roti yang terpanggang sempurna, sayuran hijau segar, potongan daging asap, tomat, dan entah apa lagi. Mayonesnya tampak lumayan tebal, membuat air liur Shunsuke terbit. Ah sudahlah, ia tidak mau terlalu memikirkan kedua putra Yun itu saat ini. Perutnya menjerit-jerit minta diisi. Dan lagi tatapan Yun juga terlihat sedikit menyesali kata-katanya. Shunsuke menggigit sandwich itu, dan dari kunyahan pertama saja ia tahu Yun tidak mengada-ngada saat mengatakan bahwa sandwich buatannya enak.

Dagunya yang lancip ditopang dengan tangan sementara matanya mengamati Shunsuke mengunyah sandwich buatannya. Tersenyum lebar saat melihat Shunsuke mengangguk-angguk menyetujui rasa sandwich yang tengah dikunyahnya. Diambilnya cangkir dari tangan Shunsuke dan menyesap pelan isinya. Syukurlah Takiguchi-kun mengajarinya bagaimana caranya membuat kopi yang enak. Sejenak dialihkannya matanya ke arah jendela yang setengah terbuka-sepertinya dia lupa menutupnya semalam- dan mengamati gedung seberang. Sebelah tangannya menjangkau ke atas meja kecil, meraba-raba sebentar lalu menarik sekotak rokok dan pemantik api.

Dengan satu tangan Shunsuke menghalangi tangan Yun yang memegang kotak rokok, membuat pria rupawan itu menoleh ke arahnya. Shunsuke memberikan senyumnya kemudian mengangsurkan sandwich yang baru separuh dimakannya ke depan bibir Yun, alisnya
sedikit diangkat. 

Yun tertegun sejenak, nyengir lalu membuka mulut untuk melahap sandwich yang disodorkan Shunsuke. Meski kemudian dia tetap ngotot untuk menyalakan sebatang walaupun Shunsuke mengerutkan kening tanda tak suka. "Habiskan sandwichnya," ujarnya pendek seraya menyesap lagi kopi dari cangkir Shunsuke dan karena tak ingin Shunsuke cemberut, dituangnya lagi kopi ke dalam cangkir itu.

"Terima kasih," ucap Shunsuke riang sambil meneguk kopinya lagi. Kafein yang mengalir di dalam darahnya mulai membuatnya bersemangat. Ditariknya lututnya ke dada kemudian melahap sepotong sandwich lagi sambil bersenandung kecil.

Yun menunggu Shunsuke menghabiskan sarapannya sambil tersenyum. Tangannya sesekali mengusap rambutnya sendiri yang nyaris menyentuh bahu. Ditatapnya pria mungil di hadapannya dengan pandangan lembut dan sesekali mencuri beberapa teguk dari cangkir kopi Shunsuke. Hanya masalah waktu sebelum dua anaknya mau benar-benar terbuka pada Shunsuke dan Yun tahu itu. Dia paham seperti apa mereka. Karena itu Yun tak ingin memaksa kedua anaknya ataupun Shunsuke. Keputusannya untuk memacari Shunsuke memang hanya didasari perasaan suka seandainya Shunsuke dulu tak keberatan untuk hanya jadi teman kencannya, Yun tahu cepat atau lambat, dia akan memancing Shunsuke untuk mau jadi pacarnya. Bersamaan dengan potongan sandwich terakhir lenyap ke dalam mulut Shunsuke, Yun pun mematikan rokoknya.

"Enak lho!" cetus Shunsuke riang, meneguk habis kopi di cangkirnya kemudian meletakkannya kembali di nampan. Kemudian ia mencondongkan tubuhnya dan mengecup sekilas ujung hidung Yun. "Terima kasih!" cetusnya sambil menjilat sisa mayones di jarinya.

Sudut-sudut bibir Yun melengkung membentuk senyum miring. Ditangkapnya tangan Shunsuke dari depan mulut pria mungil itu. Matanya menatap Shunsuke lekat-lekat sambil menjilat jari Shunsuke. Dimasukkannya satu persatu bergantian ke dalam mulutnya dan menghisap pelan. Kemudian dikecupnya telapak tangan Shunsuke yang hangat lalu pergelangan tangannya.
 
Sambil menggigit bibir bawahnya agar tak tersenyum, Shunsuke memindahkan nampan dari pangkuan Yun ke meja, kemudian ia beringsut mendekat. Ditatapnya Yun lekat-lekat sambil mengulum senyum sampai beberapa saat sebelum merapat dan mencium bibir pacarnya yang indah itu. Dari kecupan-kecupan kecil yang ringan, kemudian Shunsuke mulai mengulum bibir bawah Yun, menariknya pelan, kemudian berganti ke bibir atas, dan menghisap lembut. Dijilatnya pelan bibir itu dengan ujung lidah, menggoda Yun untuk membalas. Tapi begitu dirasakannya Yun mulai bersemangat, Shunsuke buru-buru menarik diri menjauh dan meloncat turun dari tempat tidur. "Aku mandi dulu!" serunya riang sambil berlari kecil menuju kamar mandi.

Dengan sigap (dan tentu saja berkat bantuan kaki dan lengannya yang lebih panjang), Yun berhasil mengejar Shunsuke sebelum pria itu sempat mencapai kamar mandi. Dipeluknya pinggang Shunsuke dengan posesif dan menyurukkan wajah ke lekuk leher Shunsuke. Yun menggeram rendah dan mulai menjilati kulit leher Shunsuke dan menggigit pelan telinga Shunsuke. "Di kamar mandi?" tanyanya parau. "Baiklah." Dengan langkah-langkah panjang, dibawanya tubuh mereka ke kamar mandi. Dengan sigap memepet punggung Shunsuke dengan dinding dan melumat bibir yang hangat dan begitu mengundang karena sisa aroma kopi dan sandwich itu. Sementara tangannya dengan cekatan membuka piyama yang dikenakan Shunsuke. Ciumannya sesekali berpindah ke dagu dan leher Shunsuke kemudian akhirnya kembali ke bibir Shunsuke dan dengan sedikit memaksa, lidahnya menyerbu masuk. Dijelajahinya bagian dalam mulut Shunsuke, sesekali menggoda lidah Shunsuke dan menghindar saat Shunsuke nyaris menangkapnya. Tapi begitu mendengar Shunsuke mengerang, Yun memiringkan kepala dan memperdalam ciumannya sampai tampak 
seolah dia ingin melahap Shunsuke. Yah, memang itu yang ingin dilakukannya.

Shunsuke menggeliat mencoba melepaskan diri dari rengkuhan lengan Yun. Tapi dekapan erat dan sentuhan hangat kekasihnya membuat Shunsuke berdebar-debar dan jadi tidak benar-benar ingin melepaskan diri. Sentuhan lidah Yun yang basah dan hangat membuat Shunsuke mengerang tanpa sadar, mengangkat dagunya untuk memberikan lebih banyak tempat yang dapat dicumbu. Ia bahkan tidak memberikan perlawanan saat Yun menariknya ke kamar mandi. Yun memang tampak langsing dan cantik, tapi sesungguhnya pria itu atletis dan kuat, terbukti dari keberhasilannya memepet Shunsuke ke dinding sambil mencium dan 
sekaligus melucuti piyama Shunsuke. Shunsuke mengerang pelan, menikmati ciuman Yun yang begitu dalam. Tangannya terkepal menggerut kaus tak berlengan yang dikenakan Yun. Sambil balas menggigit bibir bawah Yun, Shunsuke menyelipkan pahanya di antara kedua paha Yun dan menekan--ingin mendengar Yun mengerang.

Yun menggeram rendah dari pangkal tenggorokannya, merapatkan pinggulnya agar paha Shunsuke bisa mencapai tempat dimana Yun ingin disentuh. Sesaat dilepasnya bibir Shunsuke, "Kau jahat sekali, Pak Pengacara. Masa aku harus sarapan di kamar mandi." 
ujarnya lalu menggigit bibir karena paha Shunsuke menekan di tempat yang cukup strategis. Tanpa basa basi, Yun merendahkan tubuhnya dan membuka mulut untuk mengulum tonjolan di dada Shunsuke. Digodanya tonjolan kecil yang langsung menegang itu, diiringi erangan Shunsuke, dengan lidah dan giginya. Menjilat, menggigit, mengulum dan menghisap tanpa belas kasihan. Satu tangannya bergerak untuk bermain dengan tonjolan yang satunya. Merasa senang luar biasa saat tubuh Shunsuke menggeliat pelan dan merasa kepalanya ditekan oleh tangan Shunsuke.

"Aku kan... ngh... mau mandi," entah bagaimana ia bisa berbicara dalam keadaan seperti itu, Shunsuke juga tak tahu. Cumbuan Yun di titik-titik sensitifnya membuat pandangannya serasa berputar. Pahanya bergerak dengan sendirinya, menggesek sesuatu yang sepertinya mulai bangkit dengan bersemangat di balik celana yang dikenakan kekasihnya. Shunsuke beringsut menggerakkan pinggulnya dan... "Angh! Yun... Mmmh," desahnya saat kemaluannya yang mulai menegang bersentuhan dengan kemaluan Yun. Gesekan dengan kain pakaian malah membuat sensasi yang lebih menggelitik Shunsuke. Dikaitkannya sebelah tungkainya ke pinggul Yun, menarik kekasihnya makin merapat. 

Yun menyandarkan dahinya ke pundak Shunsuke. Lalu bergerak untuk menekankan wajahnya ke sisi wajah Shunsuke, membiarkan Shunsuke mendengar nafasnya yang memburu sambil sesekali mengerang pelan. Tangannya mengelus paha dan pinggul kekasihnya. Dengan satu hentakan, ditariknya kekasihnya makin merapat padanya sampai Shunsuke nyaris terangkat dari lantai. Bagian bawah tubuhnya sudah begitu bersemangat dan memang batasan yang tercipta oleh celana mereka malah melipatgandakan rasa nyeri yang nikmat. Yun menggeram, menggigit pelan kulit di bagian belakang telinga Shunsuke. "....Shunsuke..." bisiknya setengah tak sabar.

Wangi khas tubuh Yun serasa menyelimuti seluruh tubuh Shunsuke, dan suara erangan pelannya sungguh membuat Shunsuke makin terangsang. Shunsuke suka sekali saat Yun membiarkan suaranya yang halus berubah menjadi serak seperti itu karena terdengarnya seksi sekali. Ia menjerit saat Yun menariknya lebih mendekat lagi, nyaris mengangkatnya dari lantai. "Nnnhhh... Yun," erangnya menikmati rasa sakit yang nikmat di selangkangannya. Lengannya dilingkarkan semakin erat di bahu Yun. Dijilatnya telinga Yun, menarik bagian lunaknya ke dalam mulut dengan lidah lalu menghisap pelan. "Ngh, Yun... ahn... sentuh aku," desah Shunsuke.

Kepala Yun bergerak ke leher Shunsuke, menemukan bagian yang berdenyut pelan dan mengecupnya. Getaran suara Shunsuke di telinganya sukses membuatnya jadi terangsang luar biasa dan Yun menikmati sensasi yang menjalar di sepanjang punggung dan selangkangannya. "Di mana?" tanyanya parau, kini menatap mata Shunsuke yang redup dan berkabut karena hasrat yang meluap-luap. "Di sini?" tanyanya sambil meremas bokong Shunsuke dan menghentakkan pinggulnya hingga kemaluan mereka melesak dan saling tergesek kuat. Yun jadi agak pusing dan nyaris saja melihat bintang di balik matanya tapi kembali fokus mendengar jeritan tertahan kekasihnya. Lidahnya menjilat bibirnya yang terasa agak kering. Shunsuke dalam pelukannya, tersengal dan mengerang karena perbuatannya, Yun merasa ini pagi yang indah. Diremasnya sekali lagi bokong Shunsuke dan satu tangannya merayap, "Atau di sini?" bisiknya seraya menggerakkan satu jari ke celah bokong Shunsuke dan membelai jalan masuk ke tubuh kekasihnya itu. Jarinya menekan pelan, seolah ingin menembus tubuh Shunsuke, tak peduli dengan celana yang masih menghalangi. Yun memastikan pinggulnya tak berhenti bergerak, menikmati siksaan menyenangkan di selangkangannya. "Mmmh...Katakan. Aah.. Katakan di mana kau ingin kusentuh."

"Angh," Shunsuke tersengal. Sensasi memabukkan dari tekanan dan gesekan pinggul Yun di bagian depan tubuhnya dan godaan jemari Yun di jalan masuk tubuhnya membuat Shunsuke merasa melayang. Ia berpegangan erat ke bahu Yun, dan sekilas terlintas di pikirannya bahwa ia pasti akan jatuh dengan sukses jika Yun melepaskannya. Tapi gesekan dan tekanan dan desah napas memburu Yun belum cukup untuknya. Shunsuke membutuhkan kekasihnya itu sekarang juga. "Mmmh, agh, ...seluruhnya, Yun. ...sentuh aku, ahn, di seluruh tubuh, mmmmh," Shunsuke meminta sambil menatap Yun dari balik bulu matanya.

Yun balas menatap sepasang mata kecoklatan yang memandangnya dengan penuh permohonan itu. Susah payah menelan ludah dan untuk sekejap rasanya dia bisa merasakan kemaluannya melonjak-lonjak senang. Pinggulnya pun bergerak makin cepat ketika Yun 
memutuskan untuk melumat bibir Shunsuke dengan penuh nafsu. Mungkin sedikit kasar tapi Yun tak terlalu peduli. Saat ini bukan otaknya yang berpikir. Dengan pelan, dilepaskannya kaitan tungkai Shunsuke di pinggangnya dan menahan agar Shunsuke tak terjatuh. Mengerang pelan karena kenikmatan di selangkangannya berkurang, Yun menarik turun celana yang dikenakan Shunsuke dan menginjaknya sampai lepas dengan kaki. Yun menggerung tak sabar karena sepertinya Shunsuke masih agak limbung. Dengan kasar ditendangnya celana itu ke samping. Dan dia tak cukup sabar untuk melepas celananya sendiri dan hanya mendorongnya turun sampai lutut. Udara yang sedikit dingin menerpa pahanya dan kemaluannya bereaksi pelan. Yun tak membuang waktu lagi dan kembali mengarahkan perhatiannya pada Shunsuke. Kedua lengannya merengkuh pinggung pria mungil itu dan dengan satu sentakan, mengangkat Shunsuke dari lantai.

Shunsuke nyaris terjatuh saat Yun menarik lepas celana piyamanya. Refleks ia berpegangan ke tubuh Yun, membuat kemaluannya terhimpit ke perut Yun. Shunsuke mendesis dan menggerakkan pinggulnya tanpa peduli posisinya jadi lebih tidak seimbang lagi. Shunsuke tak peduli dan menyurukkan wajah di leher Yun. Walaupun sudah sangat bersemangat ternyata kemaluannya bisa melonjak lagi mendengar geraman Yun. Apalagi saat tahu-tahu tubuhnya terangkat dari lantai. Memekik kecil karena kaget, Shunsuke refleks menjepit pinggang Yun dengan pahanya dan gerakan mereka terhenti sesaat, tubuhnya tertahan oleh dinding dan tubuh Yun, kemaluan Yun terasa menusuk bagian dalam pahanya--ujungnya terasa berdenyut dan basah. Shunsuke tersenyum miring, dicondongkannya wajahnya ke arah Yun. Bernapas sedikit berat, diraihnya tangan Yun yang mencengkeram pinggulnya. Sambil menatap sepasang mata rubah Yun, ditariknya tangan itu dengan lembut ke arah bawah, mengarahkan jemari Yun yang panjang hingga tiba di jalan masuk tubuhnya.

Yun mendengus, tersenyum miring. Saat seperti ini sudah tak bisa dibedakan lagi siapa yang lebih berhasrat daripada yang lain. Kakinya menjejak lantai dengan kuat, menjaga kesimbangan tubuh mereka padahal rasanya sulit dilakukan dalam situasi seperti itu. Tidak dengan setengah menggendong seorang pria mungil tampan dan lucu yang tengah mengerang dan menggesekkan pinggul dan kemaluan ke perut Yun. Mendesah dan mengerang lirih meminta Yun untuk menyentuhnya. Menuruti keinginan Shunsuke, Yun menekankan jari tengahnya beberapa kali di celah masuk ke tubuh Shunsuke. Matanya tak pernah lepas dari kekasihnya sementara jarinya akhirnya menekan masuk, tak begitu dalam, dan bergerak pelan hanya untuk menggoda "Begini?" geramnya, mendekatkan bibirnya dengan bibir Shunsuke, menikmati hembusan nafas menderu Shunsuke di wajahnya. Yun beringsut dan menekankan kemaluannya di celah bokong Shunsuke sementara jarinya masih bergerak keluar masuk. "Atau begini?"

Shunsuke menggerung kesal, dipagutnya bibir Yun yang menggodanya tanpa ampun. Tekanan yang hanya bermain-main, hangat ujung kemaluan Yun di kulitnya membuatnya semakin tak sabar. "Aku... i...ingin... hngh. Ah. Aaahn. Semuanya," desisnya ke dalam mulut Yun. Agar kekasihnya yang agak sadis itu tidak salah mengerti atau pura-pura salah mengerti lagi, digenggamnya ujung kemaluan Yun kemudian digerakkannya kepalan tangannya hingga menyentuh rambut halus di selangkangan Yun. "Semua. Sampai ke pangkalnya."

Yun sendiri tak mengerti kenapa di saat seperti ini sifat jahilnya bisa muncul padahal dia sendiri sudah ingin sekali melahap Shunsuke. Oke, dia mengerti kenapa. Dia suka mendengar Shunsuke mengerang dan mendesah lebih keras. Dia suka melihat wajah Shunsuke yang tersiksa penuh hasrat dan seperti sudah siap sekali memukul Yun kalau Yun terus-terusan menggodanya. Yun menginginkan semuanya sebelum mengejar hal yang paling diinginkannya. Pun, dia menarik nafas tajam saat tangan Shunsuke menggenggam kemaluannya. Yun menggeram. Ditepisnya tangan Shunsuke dan sambil merapatkan pinggul mereka, Yun menarik keluar jarinya dari dalam tubuh Yun untuk menggantikannya dengan kemaluannya sendiri. Kepalanya tersentak ke belakang seraya pinggulnya bergerak menekan sedalam mungkin ke dalam tubuh Shunsuke yang hangat. "Shunsuke!"

Shunsuke memekik tertahan saat ujung kemaluan Yun menyerbu jalan masuk tubuhnya. Tangannya kontan mencengkeram punggung Yun, tak peduli bahwa kukunya menghunjam kulit Yun yang mulus. Rasanya seperti ditarik ke segala arah tapi Shunsuke tak bisa bergerak ke manapun selain ke bawah, membuat Yun terbenam ke dalam tubuhnya. Dan kalaupun bisa bergerak sekalipun, sepertinya Shunsuke pun tidak akan menolak perbuatan Yun. Untuk mengalihkan perhatiannya, Shunsuke menyelipkan satu tangan ke antara tubuh mereka, menggenggam dan menarik kemaluannya sendiri. "Akh, mmmh," desisnya sambil berusaha merilekskan badannya dan berusaha membuat Yun menyentuh titik sensitif di dalam dirinya, "Ungh, le...lebih lembut sedikit tidak bisa?"

Yun menggigit bibir dan menggeram. Sebetulnya dia belum pernah melakukan yang seperti ini sebelumnya. Bercinta di mana saja memang bukan masalah untuknya. Tapi sambil menjepit kekasihnya ke dinding dan setengah menggendongnya seperti ini, bukan pekerjaan mudah. Yah, selalu ada yang pertama untuk semuanya, putusnya. Lagipula, tantangannya membuat Yun makin bersemangat. Tubuhnya terbenam sempurna ke dalam tubuh Shunsuke dan merasakan Shunsuke mencengkeram agak lebih kencang dari biasanya. Sambil berusaha menjaga keseimbangan, pinggulnya bergerak mengikuti kemauan kekasihnya. Yun terkekeh parau. "Maaf. Tapi bukannya kau tak suka kan? Apalagi di sini?" ujarnya sambil menghentak, memastikan ujung kemaluannya menyentuh titik yang selalu membuat Shunsuke menggelinjang dan menjerit penuh hasrat Bersamaan dengan itu, kedua tangannya meremas 
bokong Shunsuke. "Unnnh... Shunsuke..."

Erangan Shunsuke nyaris tak putus-putus saat Yun menekan masuk hingga ke pangkal. Belum lagi ia selesai menghela napas, kekasihnya itu sudah menggerakkan pinggulnya, menggesek dinding jalan masuk tubuh Shunsuke. Membuat si pengacara muda itu melihat percikan-percikan cahaya di balik kelopak matanya yang terpejam. Tungkainya sudah kaku dan nyaris mati rasa, tapi sensasi dari tangannya sendiri di bagian depan dan terutama Yun yang mengisi dirinya penuh-penuh di belakang membuat Shunsuke tak mempedulikannya. Shunsuke tahu Yun juga amat menikmati dari napas pria itu yang memburu. Diintipnya wajah kekasihnya yang mengerutkan dahi berkonsentrasi dengan bulir keringat membasahi kulit dan bibir bawah tergigit tanpa sadar. Sungguh seksi sekali dan Shunsuke sangat menyukai Yun yang seperti itu. Kemaluannya tiba-tiba terasa melonjak dengan nyeri yang luar biasa nikmat saat Yun balas menatapnya dan terkekeh. Detik berikutnya kemaluan Yun menyentuh satu titik di dalam tubuh Shunsuke yang selalu diincar pria itu setiap kali mereka bercinta. Tubuh Shunsuke melengkung tak terkendali dan ia menjerit. Yun menekan titik itu tanpa ampun dan Shunsuke nyaris tak tahan lagi.

Yun berhenti bergerak. Seberapa pun tak tahannya dirinya untuk membuat Shunsuke mencapai kenikmatan (dan juga mencari pelepasannya sendiri), Yun belum mau ini berakhir. Tangannya yang besar mengelus paha dan pinggul Shunsuke. Kekasihnya yang mungil itu tersengal hebat dan Yun tersenyum bangga. Dikecupnya pelan bibir Shunsuke. "Belum... Umnh..." Yun berjengit karena jepitan erat Shunsuke. "Tahan sebentar ya." Bisiknya lembut, menggerakkan pinggulnya sekali lagi hanya untuk menggoda. 

Shunsuke menyandarkan tubuh dan kepalanya ke dinding sambil terengah-engah. Debaran jantungnya semakin keras saja melihat Yun tersenyum kecil menatapnya. Shunsuke meraih wajah kekasihnya dan tersenyum. "Semangat sekali," Shunsuke beringsut mendekatkan wajahnya, mengerang sedikit saat pinggulnya ikut bergerak. Bibirnya menyentuh lembut bibir Yun saat jemarinya mengusap rahang Yun. "Tapi Yun yang seperti itu, membuat seluruh tubuhku panas." 

"Hmmm... Terima kasih?" balas Yun seraya memagut bibir Shunsuke. Memang dia tak salah menjadikan Shunsuke pacarnya. Dadanya berdebar dan rasanya begitu penuh. Mungkin dia mulai benar-benar jatuh cinta. Yang pasti saat ini, dia mengerang senang saat Shunsuke membalas ciumannya. Untuk sejenak dinikmatinya bibir dan lidah kekasihnya, menjelajah dengan penuh nafsu, menikmati dengan rakus rasa dan aroma Shunsuke yang manis. Kedua lengannya kemudian menyelip ke antara punggung Shunsuke dan dinding. Didekapnya Shunsuke erat-erat, menariknya merapat ke dadanya. Yun menarik nafas tajam, mengerang tertahan dan dengan mengerahkan seluruh tenaganya, dibawanya mereka ke arah bath tub. Kening Yun berjengit karena pergerakannya membuat kemaluannya tertarik dan sedikit terasa sakit tapi dia tak terlalu peduli. 

Shunsuke nyaris memekik lagi saat Yun menggendongnya--terdengar tidak seksi tapi itulah yang dilakukan Yun--menjauh dari dinding. Tapi karena ia tidak ingin terjatuh dan merasa sedikit tersanjung juga karena Yun mau bersusah payah begitu untuknya, Shunsuke tak berkomentar dan menuruti kemauan kekasihnya.

Yun menciumnya sekilas, senang karena Shunsuke mempercayainya dan tak berontak atau mereka akan jatuh. Dengan hati-hati, Yun duduk di tepi bath tub dan mendudukkan Shunsuke di pangkuannya. "Haha. Berat juga ternyata." Komentarnya sambil lalu. Tangannya sejenak meninggalkan Shunsuke untuk menyalakan kran. Dialihkannya perhatian Shunsuke dari apa yang dilakukannya dengan menjilat dagu pria itu lalu beralih mengecup kening, kelopak mata dan hidung sebelum melumat bibir Shunsuke. Yun menarik tangannya yang terjulur, kini penuh tertutup busa sabun dan menggenggam kemaluan Shunsuke yang terjepit di antara tubuh mereka. Jemarinya bergerak pelan, mengusap dari ujung hingga ke pangkal, menekan di beberapa titik sebelum akhirnya bergerak pelan ke atas dan ke bawah. Matanya tak bisa lepas dari Shunsuke. Alis tebal kekasihnya bertaut dan Yun sangat ingin mendengarnya mengerangkan namanya lagi.

Aroma sabun memenuhi benak Shunsuke. Yun masih berdenyut pelan di dalam dirinya, memberinya sensasi penuh yang bukannya tak menyenangkan. Jemari panjang Yun yang licin menggoda kemaluannya, dan pemandangan dirinya sendiri yang semakin merah berlumuran busa sabun genggaman telapak Yun membuat pipi Shunsuke memanas. Tekanan jemari Yun membuat Shunsuke bernapas lebih cepat, alisnya bertaut tanpa disadari. Disandarkannya dahinya yang basah ke bahu Yun, mendesis lirih sambil memainkan tonjolan di dada Yun yang terlihat jelas karena kaus tak berlengan yang dipakainya basah oleh keringat. "Mmmh, Yun~"

Perlahan, mata Yun terkatup. Seluruh tubuhnya bergetar nikmat. Hangat tubuh Shunsuke, aroma tubuhnya yang kini berbaur dengan harum sabun, jemari Shunsuke yang menggoda tubuhnya dan kemaluan Shunsuke yang berdenyut hangat dalam genggaman Yun membuat Yun tak punya pilihan lain selain melenguh dan menggeram. Kepalanya ditundukkan, mencari bibir Shunsuke dengan agak tak sabaran. Jemarinya terus bergerak sambil sesekali ibu jarinya menggesek celah di ujung kemaluan Shunsuke. Tangannya yang melingkar di pinggang Shunsuke menariknya mendekat. Dibiarkannya jemari Shunsuke bermain di dadanya dan Yun kembali menggerakkan pinggulnya. Pelan, menyentak pendek dan dalam. Sekali lagi tak gagal menemukan titik sensitif itu. "Mmnh... rasanya selalu luar biasa... agh... di dalam sini... Shunsuke..."

"J...jangan... agh, bicara me... mmmmhh,... mesum begitu," protes Shunsuke, pipinya rasanya sudah menyaingi tomat rebus. Disembunyikannya wajahnya di lekuk bahu Yun sambil mengecupi leher Yun yang jenjang sementara tangannya terus bermain di dada Yun. Pun begitu ia tak mampu menahan erangan saat Yun mulai bergerak lagi. Pinggul Shunsuke refleks mulai bergerak sendiri, membawa Yun semakin dalam terbenam sambil beringsut agar setiap tekanan Yun mengenai tempat yang membuat letupan-letupan di sepanjang tulang belakangnya.

"Nnnnnh..." Yun menggeram, merasakan tubuh Shunsuke menyambut dan mencengkeram erat tubuhnya. Kepalanya dimiringkan, menawarkan lehernya dengan sukarela. Ditinggalkannya kemaluan Shunsuke dan dipeluknya erat pria itu. Batangan hangat itu tergesek licin antara perutnya dan Shunsuke. Yun menghunjam ke atas, menggerakkan pinggulnya dengan lebih cepat seraya mengulum daun telinga kekasihnya. "Tidak...nnmh...kamu memang... aaaah... nikmat sekali..." Yun membenamkan wajahnya ke rambut hitam Shunsuke yang lembab. Sekujur tubuhnya berpendar dan berdenyut nikmat. "Shunsuke..." Dengan lihai, diganti-gantinya kecepatan hentakannya. Cepat lalu melambat, kembali menghunjam tajam tapi kemudian kembali lembut. "Benar-benar... aaagh... nikmat sekali..."

Rasanya Shunsuke merasa seperti orang paling keren sedunia mendengar kata-kata Yun yang membuatnya malu sekaligus bahagia bukan main. Tapi ia tentu saja tidak mau mengatakannya pada Yun. Tidak saat kekasihnya itu menyiksanya seperti ini. Setiap Shunsuke merasa tergelincir, Yun merubah tekanannya menjadi lembut, cukup untuk membuat Shunsuke menggeliat-geliat nikmat, tapi tidak cukup untuk membuatnya sampai pada puncak kenikmatan itu. Dengan tak sabar Shunsuke mengeratkan cengkeramannya pada Yun yang berada dalam tubuhnya, mengerang panjang karena bersamaan dengan Yun menghentak masuk dan gesekannya membuatnya merasa melayang. "Lebih cepat, Yun... aaangh, kumohon," kaki Shunsuke tak menemukan pijakan, maka ia hanya bisa menggerakkan pinggulnya. "Mmmh, lebih dalam."

Yun menghunjamkan giginya yang putih ke dalam leher Shunsuke. Lenguhan kerasnya tak bisa ditahan karena cengkeraman erat tubuh Shunsuke. Dia tidak bohong. Shunsuke memang terasa nikmat. Sangat-sangat menggiurkan. Apalagi sambil memohon padanya untuk masuk lebih dalam dan bergerak lebih cepat seperti itu. Yun sepertinya tak akan pernah puas. Dia ingin lagi dan lagi karena segala sesuatunya tentang Shunsuke saat ini terasa seperti candu. Bibirnya yang manis mengerang-erangkan namanya tanpa henti. Yun merasa niatnya untuk menyiksa Shunsuke lebih lama lagi tak akan terlaksana. Yun menelan ludah. Pinggulnya pun bergerak otomatis, mengikuti insting. Hentakannya semakin cepat, menarik tubuh Shunsuke dengan memandu pinggulnya. Suara tubuhnya bertemu dengan tubuh Shunsuke berpadu dengan bunyi basah malah meningkatkan sensasi yang dirasakannya. Satu tangan Yun merayap turun, menyentuhkan jari tengahnya ke celah bokong Shunsuke. Ditekannya pelan kulit sensitif yang dekat sekali dengan tempat tubuhnya bergerak keluar masuk.

Shunsuke mengumpat saat merasa jemari Yun meraba di tempat yang begitu sensitif. Sungguh sial, sebelumnya ia bahkan tak tahu bahwa ia suka disentuh di bagian itu. Ia sudah tak tahan lagi, maka gerakannya menjadi makin tidak teratur. Pinggulnya yang licin dan basah beradu dengan paha dan perut Yun, sebisa mungkin menggesekkan kemaluannya ke perut Yun sambil membenamkan Yun lebih dalam ke tubuhnya dan mencengkeram keras. Rasanya puas sekali mendengar Yun mendesis dan menggeram rendah. Dekat sekali, Shunsuke merasa klimaksnya sudah di depan mata. Digigitnya bahu Yun sebagai peringatan sebelum tersengal di telinga kekasihnya "Aku ingin... aaah, terisi penuh, oh mmmh, ...oleh Yun," Shunsuke mengerang tertahan. "Ima... iku... nggghhh..."

Yun pun benar-benar membuang rencananya untuk memperpanjang siksaannya. "Sial!" umpatnya. "Mmnh... Shunsuke! Shunsuke!" Erangan dan geramannya tak tertahan. Bisikan Shunsuke di telinganya terdengar begitu erotis dan pertahanan Yun pun runtuh. Tangannya mencengkeram pinggul Shunsuke sementara pinggulnya menghentak keras dan tajam. Tubuh mereka yang licin membuat gerakan Yun agak tak terkendali tapi dia tak terlalu peduli. Yun mengumpat lagi karena Shunsuke mencengkeram begitu keras. Yun pun merasakan tubuh dalam pelukannya bertaut kencang dan kedua kaki Shunsuke melingkari pinggangnya dengan posesif. Sentakannya pun makin cepat dan keras seolah tanpa belas kasihan. Masuk begitu jauh ke dalam tubuh Shunsuke yang hangat dan memabukkan. Yun terengah-engah dan saat itu dilihatnya sebuah senyum kecil di bibir Shunsuke. Hanya itu dan Yun mengerang keras, melepaskan seluruh hasrat yang ditahannya ke dalam tubuh kekasihnya sekaligus mereguk kenikmatan tiada tara. "SHUNSUKE!"

Shunsuke membuka matanya yang sedikit perih karena dimasuki oleh bulir keringat. Pandangannya disilaukan lapisan air mata yang tertahan di dalam kelopak dan percikan-percikan cahaya yang ditimbulkan hentakan Yun yang cepat dan dalam. Tapi ia dapat melihat dengan jelas wajah Yun yang berkonsentrasi penuh. Terlihat penuh hasrat, sepasang mata rubah kekasihnya itu seperti menyala-nyala sementara bibir indah itu membisikkan namanya. Tanpa sadar Shunsuke tersenyum bahagia. Karena ialah Yun bisa berekspresi seperti itu. Dengan dirinyalah Yun sekarang berada dan bercinta. Dipejamkannya matanya dan dibiarkannya kendali dirinya lepas, akhirnya memperbolehkan sesuatu di dalam dirinya itu untuk meledak. Ia mungkin menjeritkan nama Yun saat cairan putih susu itu menodai kulit mereka--tapi mungkin juga tidak, Shunsuke tak begitu peduli.

Yun membiarkan ombak orgasme menyapunya. Dahinya disandarkan ke tulang belikat Shunsuke sementara pinggulnya masih menyentak pelan. Matanya terpejam dan ia menarik nafas dalam-dalam. Tapi memang meredakan nafas setelah kegiatan mereka bukan hal yang mudah. Dirasakannya Shunsuke masih mengejang meski perlahan-lahan tubuhnya jadi rileks. Yun mengelus punggung Shunsuke dan mengecup kulit di dekat bibirnya. Mata rubahnya menatap kekasihnya dengan sedikit memuja dan Yun tak berniat menutupi. "Kamu hebat." pujinya. Digesekkannya ujung hidungnya yang mancung dengan ujung hidung Shunsuke.

Shunsuke tersipu hebat, tapi kemudian menggembungkan pipi dan menggigit pelan ujung hidung Yun. "Tentu saja. Kau pikir aku siapa?" cetusnya setelah bisa mengatur napas.

Yun terkekeh pelan dan memagut bibir Shunsuke dengan gemas. Tak berhenti sampai di situ, Yun berlanjut mengecupi setiap inci wajah Shunsuke. Jemarinya mengelus garis punggung Shunsuke, nyengir ketika Shunsuke menggeliat karena tubuhnya masih sensitif sekali. Perlahan, diangkatnya pinggul kekasihnya itu untuk menarik keluar tubuhnya. 

Shunsuke mengerang rendah dan memejamkan mata. Saat Yun menurunkannya kembali ke pangkuan, Shunsuke harus mengatur napasnya lagi. Sekilas diliriknya tubuh mereka berdua yang berlepotan cairan entah apa saja. Ia meringis. "Sepertinya kita perlu mandi."

Yun meringis. "Menurutmu?" dan dikecupnya kekasihnya itu sekali lagi. Bokong Yun sudah merasakan sentuhan air yang memberitahunya kalau bath tub itu sudah nyaris terisi penuh. Diulurkannya tangannya untuk mematikan kran. Sekali lagi dipandangnya pria mungil dalam dekapannya itu. Shunsuke masih agak terengah dan wajahnya masih bersemu merah. Bibirnya terbuka sedikit, memperlihatkan ujung lidah yang menyapu cepat bibir bagian bawah. Yun menciumnya. Tak yakin Shunsuke sanggup bergerak, Yun pun mengambil inisiatif. Dia berputar dan merosot masuk ke dalam bath tub, membenamkan tubuh mereka berdua yang kelelahan dan berlumur entah cairan apa saja ke dalam air hangat.

Shunsuke mendesah nikmat saat hangat air menyelimuti seluruh tubuhnya. Ia berbalik, menyandarkan punggung ke dada Yun dengan nyaman. Diraihnya kedua tangan Yun untuk dilingkarkan di pingganggnya sendiri. Rasanya nyaman sekali seperti itu. Sisa nyeri dan pegal di tubuhnya--terutama bagian bawah--lumayan terobati oleh air hangat. Disandarkannya kepalanya ke bahu Yun. "Untung aku tak ada sidang besok," ujarnya sambil memainkan ujung-ujung rambut Yun.

Yun mengelus pelan perut dan dada Shunsuke seraya mengecup pundaknya. "Kalau begitu tak harus pulang ke Kanagawa?" tanyanya dan langsung menggigit bibirnya sendiri. Apa-apaan itu? Kedengarannya putus asa sekali tak ingin Shunsuke pergi. Yun mengerutkan kening. Kenapa ya? Sebelumnya dia tak pernah bermasalah dengan frekuensi bertemu bahkan sebelum dengan Shunsuke. 

Shunsuke mengerjapkan mata sedikit heran mendengar pertanyaan Yun yang tidak biasa. Dilongoknya wajah Yun, dan sungguh kaget saat melihat wajah guru muda itu bersemu merah dengan bibir digigit. Yun tidak pernah menahan Shunsuke sebelumnya, tidak juga pernah meminta Shunsuke berlama-lama saat berkunjung. Diam-diam ia terkikik, dan tawanya akhirnya terlepas saat rona merah di wajah Yun tampak meluas. "Tidak harus pulang secepat itu kok," kilahnya. Tangan Shunsuke meraih tengkuk Yun, membuat kekasihnya itu merunduk. "Aku juga belum puas memeluk Yun," bisiknya sebelum mengecup lembut bibir pria itu. 

Yun bergumam tak jelas karena sudah sibuk membalas ciuman kekasihnya. Dieratkannya pelukan pada pinggang Shunsuke. Shunsuke yang begitu manis, menggemaskan dan juga tampan. Yun diingatkan kalau ia pria yang beruntung. Dijilatnya pelan bibir Shunsuke dan menyelusup masuk begitu Shunsuke mengijinkan sambil mengerang pelan. Sangat beruntung, pikirnya sembari tangannya memijat lembut otot perut Shunsuke. Saat menjauh, Yun tersenyum samar dan mendesah. Dagunya menumpu di pundak Shunsuke.

Shunsuke menduga salah satu hal yang membuat banyak orang bertekuk lutut pada Yun adalah cara pria itu mencium. Ia selalu tak pernah merasa cukup setelah dicium selama dan sebanyak apapun. Andai saja bisa, ia ingin terus mencium kekasihnya itu. Ditolehkannya kepalanya kemudian mengulum daun telinga Yun. Dimainkan dengan lidah dan dihisap pelan, kemudian dilepaskan. "Sepertinya hari ini suka sekali menempel padaku," ujar Shunsuke sambil tersenyum kecil.

"Hmmm..." Yun tertawa. "Itulah untungnya punya pacar, Pak Pengacara." ujarnya. "Tak perlu cari-cari alasan kalau sedang ingin menempel pada seseorang." lanjutnya sambil balas menggigit pelan pipi Shunsuke. Lebih baik Yun menggigit lidahnya sampai berdarah sebelum mengakui kalau dirinya mungkin sudah mulai jatuh cinta. 

"Jawabanmu itu terdengar seperti alasan yang dicari-cari, tahu," Shunsuke meleletkan lidahnya. "Tapi tidak apa-apa. Hari ini kumaafkan," ujar Shunsuke, memalingkan wajah ke depan dan sedikit menunduk. "Soalnya hari ini aku suka kok ditempeli."

Tawa Yun menggelegar di dalam kamar mandi mungil itu. Dikecupnya pipi Shunsuke dengan gemas. "Aku tidak cari-cari alasan kok." Tukasnya seraya mengangkat dagu Shunsuke agar pria itu melihat ke arahnya. "Kau, Pak Pengacara yang tampan, sudah cukup jadi alasan." bisiknya. Mata Yun mengerjap melihat ekspresi Shunsuke yang tampak sedikit tersipu.

Shunsuke masih menundukkan kepala menyembunyikan wajahnya. Kadang-kadang ia tak mengerti bagaimana orang seperti Yun bisa menjadi guru. Manusia yang amat tampan dengan karisma yang menguar kuat seperti aroma kopi di pagi hari, dengan kemampuan merayu seperti ini... Harusnya jadi host saja, pikir Shunsuke sedikit kesal sambil mencubiti lengan Yun pelan. Pasti bisa jadi nomor 1.

Yun menggeliat menjauh dari serangan kekasihnya. Dengan sigap menangkap tangan Shunsuke dan digenggamnya erat. Semoga Shunsuke tak pernah memperlihatkan ekspresi seimut ini di ruang sidang atau Yun tak akan heran kalau Shunsuke bisa memenangkan semua kasus yang ditanganinya. Sambil mengulum senyum, Yun menusuk pipi Shunsuke dengan ujung hidungnya, lalu menggigit2 kecil rahang Shunsuke. Jemarinya meremas-remas lembut jari-jari kekasihnya dan meletakkannya di atas dada Shunsuke. Yun bersandar ke dinding bath tub, membuat Shunsuke pun bersandar nyaman ke dadanya. Bibirnya sudah bergerak ke belakang telinga Shunsuke dan menjilat seperti kucing menikmati sepiring susu.

Shunsuke menggigit bibirnya, menahan agar tidak mengeluarkan suara. Sungguh mengherankan. Shunsuke tak pernah sebegitu sukanya soal seks. Tetapi entah kenapa masalahnya beda jika dengan Yun. Mereka baru saja selesai beberapa menit yang lalu, tapi sentuhan Yun sudah mulai membuatnya terangsang lagi. Shunsuke menghela napas kemudian beringsut untuk berbaring miring dan menyurukkan wajahnya ke lekuk bahu Yun. 

Senyum rubah Yun mengembang. Sebenarnya dia tak benar-benar bermaksud merangsang kekasihnya lagi jadi bukan salahnya kalau dia pun jadi ikut bersemangat. Selangkangannya pun mulai berdenyut pelan dan Yun mengecup puncak kepala Shunsuke dengan sayang. Yun bergumam, membawa tangannya yang masih terjalin dengan tangan Shunsuke untuk merambah dada pria itu. Dibimbingnya jemari Shunsuke untuk menyentuh tonjolan di dadanya sendiri; menarik dan menekan dengan pelan. Senyumnya makin melebar saat telinganya menangkap bunyi nafas Shunsuke yang agak mulai memburu lagi dan tubuh kekasihnya sedikit menegang.

Wajah Shunsuke langsung berubah merah padam. Sepertinya memang mustahil menyembunyikan apapun dari kekasihnya yang bermata rubah ini. Lebih parah lagi, kalau sedang di tempat tidur--er maksudnya di kamar mandi, dapur atau di manalah itu tempat yang pernah mereka gunakan bercinta--Yun seperti tak mengenal rasa malu. Tapi hobi sekali membuat Shunsuke tersipu. Seperti saat ini, mencumbu Shunsuke dengan tangan Shunsuke sendiri. Shunsuke menggelengkan kepalanya pelan, mengusir pikiran tentang malu. Untuk apa malu kalau sedang berada dengan kekasih sendiri? Kekasih yang tampaknya sudah mulai bersemangat lagi walaupun baru usai bercinta. Shunsuke beringsut, sengaja menyentuhkan bagian belakang tubuhnya ke benda yang mulai menegang di selangkangan Yun, kemudian mengigit pelan leher Yun. "Dasar rubah maniak seks," desisnya menahan senyum. 

Jakun Yun bergerak saat ia menelan ludah pelan. Yun selalu menyukai cara Shunsuke bereaksi dengan cepat pada keinginan Yun. Dan selalu dengan gairah yang sama. Yun tertawa pelan dan rendah. Sentuhan bagian belakang tubuh Shunsuke ke kemaluannya membuat bagian tubuhnya itu makin melonjak senang. "Tapi rubah maniak ini punya pacar yang akomodatif." dengusnya licik dan beringsut; memposisikan kejantanannya agar menggesek lembut celah bokong kekasihnya. "Sentuh dirimu." bisiknya lirih. "Aku ingin lihat."

Shunsuke memutar matanya sambil tertawa. "Kau beruntung pacarmu sedang dalam suasana hati yang baik," geram Shunsuke sambil menggigit bahu Yun agak keras. Kemudian dijilatinya bekas memerah itu dengan puas. Yun tidak akan bisa memakai baju kerah lebar kesukaannya besok. Diselipkannya tangannya ke antara tubuh mereka, menyentuh kemaluan Yun dan menggesek kulit yang terasa hangat itu dengan ujung kuku jarinya. "Di sebelah mana?" bisiknya sambil nyengir miring.

Yun menggeram lagi. Pinggulnya beringsut menjauh dari genggaman kekasihnya meski itu berakibat kulitnya tergesek ujung kuku Shunsuke. Sebuah desisan meluncur dari bibirnya yang kemerahan. Lengannya memutari pinggang Shunsuke, menarik tangan Shunsuke yang tadi menggenggam, dan menyentuhkannya ke kemaluan Shunsuke. "Jangan banyak tanya, Pak Pengacara." Air hangat berkecipak di sekitar mereka saat Yun mengangkat pinggulnya sedikit agar bisa menekankan ujung kemaluannya sendiri ke jalan masuk ke tubuh Shunsuke yang hangat.

Shunsuke menggeram karena kepala kemaluan Yun masuk ke tubuhnya bersamaan dengan aliran air hangat. Ia tahu dirinya masih terbuka setelah kegiatan mereka sebelumnya, maka Yun bisa masuk tanpa perlu susah payah. Tanpa menghiraukan tangan Yun yang membungkus genggamannya sendiri, Shunsuke menggerakkan pinggulnya untuk membawa Yun lebih dalam. 

"Mmnnnnh... Ada yang...haa... tak sabaran sepertinya...agh..." bisik Yun ke dalam lekukan leher Shunsuke. Matanya terpejam, membiarkan Shunsuke membawanya masuk semakin dalam. Air hangat dan permainan cinta mereka sebelumnya membuatnya masuk dengan mudah dan tanpa perlawananan. Giginya melesak tajam ke kulit di bagian belakang telinga Shunsuke, tak peduli akan bekas kemerahan yang ditimbulkannya. Yun terlalu menikmati kehangatan yang melingkupi tubuhnya. Tangannya membimbing tangan Shunsuke untuk bergerak menekan ke atas dan ke bawah lalu ditinggalkannya sendiri. Tangannya yang lain masih sibuk dengan tonjolan di dada Shunsuke yang kini sudah kemerahan dan pasti rasanya agak sakit karena terlalu lama disiksa. Dengan tangannya yang bebas, Yun mengangkat satu demi satu kaki Shunsuke untuk diletakkan di atas pahanya, membuat Yun lebih mudah beringsut dan membenamkan seluruh kemaluannya hingga ke pangkal. Hangat dan berdenyut nikmat di dalam tubuh kekasihnya.

Erangan panjang Shunsuke saat Yun menekan masuk memantul di dinding-dinding kamar mandi itu. Pinggulnya mulai bergerak dengan sendirinya, namun karena tak memiliki tumpuan hanya bisa tersentak pendek-pendek. Tangan Shunsuke pun menggenggam semakin erat kemaluannya sendiri, bergerak dari ujung ke pangkal dan sebaliknya, berputar dan merasakan dirinya bangkit menegang serta mengeras. Punggung Shunsuke melengkung tegang dan ia mulai mendesah nikmat.

Yun meletakkan dagunya di pundak Shunsuke, membiarkan Shunsuke menggunakan pundaknya sebagai tumpuan kepalanya. Yun juga jadi mudah memperhatikan tangan Shunsuke bergerak pelan, seiring dengan gerakan pinggul Yun. Sesekali dikecupnya pipi dan 
telinga Shunsuke seraya menikmati erangan lirih Shunsuke di telinganya. Gaung yang timbul membuat suara Shunsuke terdengar begitu erotis. Yun menjaga kecepatannya, tetap menyentak pendek dan pelan namun dengan pasti membangun jalan menuju klimaks mereka. Didekapnya erat tubuh Shunsuke yang melengkung dan menggelinjang karena kenikmatan yang ditimbulkannya. Saat ini Yun merasa begitu besar kepala. Bukan hanya karena berhasil membuat Shunsuke bertekuk lutut tapi juga karena pria itu mempercayainya untuk melakukan semua itu. Yun menyentak lagi. Kali ini dari sudut yang ia tahu pasti menyentuh dengan tepat titik sensual itu. Didengarnya Shunsuke menarik nafas tajam. "Kimochi ii?" tanyanya pelan.

"...ii!" tanpa sadar jawaban itu meluncur dari bibir Shunsuke. Begitu sadar akan apa yang dikatakannya, Shunsuke menggeleng buru-buru. "M...maksudku... ngh!" Bantahan itu tertelan begitu saja karena Yun menekan masuk lagi, tepat di tempat yang membuat Shunsuke melihat bintang-bintang di depan mata. Akhirnya Shunsuke menyerah dan tidak berusaha membantah lagi. Karena Yun memang tahu sekali di bagian mana ia suka disentuh. Lagipula sensasi bertubi-tubi dari gesekan tangannya sendiri dan Yun di dalam tubuhnya memang terasa nikmat sekali. 

Kepuasan mendengar jawaban Shunsuke, meski tampaknya pria itu kemudian ingin membantah, membuat Yun nyaris saja kehilangan kontrol dan mempercepat gerakan tubuhnya. Dikecupnya pipi Shunsuke dan berbisik. "Ore mo..." Shunsuke memang benar. Tampaknya pagi itu dia tak pernah bisa puas dengan Shunsuke. Seluruh tubuhnya masih ingin lagi dan lagi. Entahlah apakah setelah yang satu ini Yun akan terpuaskan atau tidak. Ada keinginan yang mendesak kuat di dalam dada Yun untuk memberikan dan mengambil lebih banyak. Seluruhnya tentang Shunsuke. Yun menelan ludah. Dia tahu apa artinya itu. Kepalanya bergerak, mencari bibir Shunsuke dan begitu menemukan, Yun menciumnya dengan lembut dan penuh perasaan. Menyalurkan seluruhnya yang ada di dalam dadanya lewat pagutan bibir dan gerak lidahnya. Dia tak tahu apakah Shunsuke mengerti.

Ego Shunsuke langsung melambung saat Yun mengakui bahwa ia juga menikmati. Ia jadi semakin bersemangat menggerakkan pinggul dan mencengkeram Yun, ingin membuat Yun mengerang makin keras. Mereka tidak punya waktu terlalu lama karena Shunsuke harus kembali ke Kanagawa hari itu. Shunsuke memejamkan mata dan lagi-lagi menggeleng mengusir pikiran tidak menyenangkan itu. Ia ingin benar-benar merasakan dan menikmati setiap detik bersama Yun, walaupun ia sendiri tahu setiap detik itu hanya akan membuatnya semakin berat meninggalkan Yun pada akhir hari. Shunsuke sadar, ia benar-benar menyayangi pria ini, dan juga kedua putranya, masa lalunya, dan semua keunikannya. Maka saat Yun mencium bibirnya dengan lembut, Shunsuke membalas dengan sepenuh hati. 

Tidak. Tidak akan pernah cukup. Yun menyimpulkan. Dadanya seperti mau pecah karena terasa terlalu penuh. Yun mengerang dalam-dalam dari tenggorokannya dan menggerut rambut Shunsuke agar dia bisa memperdalam ciuman mereka. Sementara itu, pinggulnya berusaha untuk mencapai lebih dalam dan menyentak lebih keras. Sesuatu merayap dari bagian bawah perutnya, menjalar ke dada dan menyelusup ke sepanjang tulang punggungnya. Yun melepaskan bibirnya, perlahan, dan beralih mengecup telinga Shunsuke. "Suki...kamo..." bisiknya dengan lirih, berharap Shunsuke tak menangkap gemetar di balik suaranya. Yun tak menunggu reaksi Shunsuke dan menutup matanya. Pinggulnya menyentak dalam dan tajam.

Gerakan Shunsuke terhenti sesaat, tubuhnya mengejang dan mencengkeram hebat tanpa dapat ia kendalikan. Ia masih merasakan bibir Yun dekat dengan bibirnya, napas berat Yun menyapu kulit wajahnya, saat pandangannya dibutakan ledakan yang berasal dari seluruh tubuhnya. Tapi ada satu tempat yang terasa begitu hangat dan penuh, membuatnya merasa bahagia sekali. "Yun...," hanya satu kata itu yang terucap dari bibir Shunsuke saat ia mencapai puncak kenikmatan. 

Kehangatan yang menyelimutinya terasa berkali-kali lipat lebih intim dan lebih erat daripada sebelumnya. Mata Yun masih terpejam saat gelombang itu datang, bersamaan dengan desahan lirih namanya dari bibir Shunsuke. Tubuhnya seperti terlempar ke tempat yang sangat luas dan begitu tinggi. Orgasme-nya mungkin tak sehebat yang tadi tapi yang ini membuatnya begitu puas. Wajahnya dibenamkan ke lekuk leher Shunsuke, menggumamkan nama kekasihnya dengan lirih. Lengannya memeluk tubuh Shunsuke erat-erat, tak peduli apakah ia menyakiti pria itu atau tidak. Yun menciumnya sekali lagi, lebih lembut dari sebelumnya.

Jemari Shunsuke masih menggenggam dan menekan kemaluannya, menunggu tubuhnya menyelesaikan pelepasannya. Napasnya tersengal tapi ia menikmati sentakan-sentakan halus pinggul Yun dan aliran sesuatu yang panas memenuhi dirinya. Namanya yang dibisikkan bibir Yun terdengar indah sekali. Shunsuke belum pernah merasa dipanggil dengan begitu penuh cinta sebelumnya. Disambutnya bibir Yun yang mencari dengan senyum. Dibiarkannya Yun menciumnya. Begitu lembut, beda dengan ciuman-ciuman sebelumnya. Ada sesuatu yang disampaikan tekanan bibir itu, entah apa saja Shunsuke juga tak yakin, namun ia berterima kasih karena Yun mau menyampaikan perasaan-perasaan itu padanya. Walaupun hanya lewat ciuman pun tak apa. Karena Shunsuke mengerti. Setelah Yun mengakhiri ciuman mereka, Shunsuke menggigit sayang puncak hidung Yun lalu tersenyum. "Ore mo, suki kamo." 

Mata rubahnya meredup, mengunci perkataan Shunsuke rapat-rapat di dalam hatinya. Ada tempat yang begitu luas di situ dan Shunsuke dengan mudah mengisinya sampai ke setiap sudut. Ketika akhirnya nafasnya sudah kembali agak normal, Yun melepaskan Shunsuke dengan berat hati. Tapi senyumnya tak pernah lepas saat membasuh tubuh mereka dengan air hangat yang sudah mulai dingin itu. Sesaat dia sempat malu saat melihat refleksi matanya yang berbinar-binar di mata Shunsuke. Tapi ditepisnya perasaan itu. Toh, dia bahagia.

Wajah Shunsuke memerah untuk entah kali keberapa hari itu setelah mengatakan satu kalimat yang pendek namun begitu sulit terucap itu. Namun setelah ia berbalik dan melihat wajah Yun--wajah Yun yang seringkali dingin, wajah Yun yang lebih sering dihiasi senyum penuh percaya diri yang setengah mengejek. Tapi kali itu wajah kekasihnya itu bersemu merah, matanya berbinar bahagia, dan senyumnya terlihat malu-malu. Shunsuke yakin itu salah satu pemandangan paling indah yang pernah dilihatnya seumur hidup. Tak tahan lagi, dikecupnya dahi Yun penuh sayang.

Yun tahu dia bersikap berbeda hari itu dan sama sekali tak berusaha menutupi. Biarlah, pikirnya. Tak ada untungnya juga ditutupi. Apalagi kalau sebagai gantinya, dia bisa melihat Shunsuke tersenyum dan tertawa lebar. Yun memaksa untuk melewatkan sisa hari itu di tempat tidur walaupun mereka tidak bercinta untuk ketiga kalinya hari itu. Hanya bercanda dan sesekali bercumbu ringan. Yun memastikan tangannya tak pernah lepas dari Shunsuke. Pun saat Shunsuke menekankan kalau hari sudah semakin sore dan dia harus pulang ke Kanagawa, lagi-lagi Yun melanggar kebiasaannya dengan mengantar Shunsuke sampai ke mobilnya dan menciumnya dalam-dalam di lapangan parkir. Yun menghela nafas panjang saat mobil Shunsuke menghilang di belokan. Kaki dan tangannya gatal ingin menyusul tapi ditahannya dirinya dan mengingatkan kalau dia adalah pria dewasa yang tak patut bersikap begitu. Rubah besar itu menggelengkan kepalanya. Repot memang kalau sudah seperti ini. Tapi Yun tak menyesali apapun. Dia malah merasa semuanya wajar saja. Tertarik lalu merasa sayang lalu jatuh cinta. Tak ada yang salah dari itu. Dan mungkin, suatu hari nanti, kalau rubah dan sapi kecilnya mengijinkan, Yun akan meminta Shunsuke untuk tinggal bersamanya.

-OWARI-

39 comments:

  1. Oh ya, jangan lupa nebak siapa jadi siapa ya? Nfu.

    ReplyDelete
  2. HOANJRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIITTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT
    oh my....INI DETAIL BANGET. HOT. PANAS NIH. PANASSSSSS!!! PANAS NIHHH!!! *kipas kipas* astaga, astaga, astaga, tenang Nei. Tenang, tahan dulu ke kamar mandinya. Harus ngereply sampai puas. Tujuh ribu kata.

    SARAPAN DI KAMAR MANDI WTF Yuuuun!!! Kasihan itu alistebelnya disiksa Yuuunnn!!! *membayangkan Shunsuke dibalur sabun* *crut*

    "Sepertinya kita perlu mandi" INIIIIII INI KHAS DOUJIN BANGET SUKAAAAAAAA!!!! *gigit mama-san dan kk Icha* gue udah menduga itu bakal ada ronde kedua dan beneran gyakakakakaka!!! Papa Yun perkasa sekali deh. *ketjup*

    Halu, Hide. DITERIMA DONG SHUNSUKENYA. Dijamin papah makin sayang deh.

    OKEH. GUE KE KAMAR MANDI DULU.

    ReplyDelete
  3. Oh ya lupa. Perkiraan gue mungkin salah. Kk Icha = Yun. Mama-san = Shunsuke.

    ReplyDelete
  4. ............Gw...............Klenger!

    APAAAAAAAAAAAA?! INI HOT!!!!!

    2 babak! 2 babak! YUN! Perkasa yah! Mwuahahahahahahaha....

    Tunggu, gw cari napas dulu. Kyaknya tadi pas baca tanpa sadar nahan napas XD;;;;;;

    ReplyDelete
  5. @Nei: *tatap Nei* ihihihihihihihihihihi

    @Riri: jadi, siapa perkiraanmu? *angkat2 alis*

    ReplyDelete
  6. *bersiap kasih Riri napas buatan* nchuuuuu~

    ReplyDelete
  7. *mimisan*
    *pingsan*

    papa yunnn.... tak menyangka kalau anda "kuat" sekali ya....

    ReplyDelete
  8. Tentu saja kuat. Anaknya dua loh.

    *trus kenapaaaa?*

    ReplyDelete
  9. anak menentukan keperkasaan? Ma-kun ganbatte!

    ReplyDelete
  10. Ma-kun: O...OU! Tori! Kita tidak boleh kalah!

    Tori: ......................*bobo*

    ReplyDelete
  11. Ini Anne mana sih, cekikikan doang bisanya. XP

    ReplyDelete
  12. Akhirnyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa... inget juga buat komen. *dilempar*

    Gue juga mikir sama dengan Nei
    Icha = Yun
    Panda = Shunsuke

    Dan sekarang gue pengen nonton Fujoushi Kanojo lagi.

    Dan Shunsuke cakep banget di LADY eps 3 loh (walau gila).

    ReplyDelete
  13. Ah, Icha memang perkasa LOL

    Kenapa pada nebak begitu?

    @Anne: meski gila yg penting cakep #eh

    ReplyDelete
  14. .....teganya. *semangat icha icha langsung menurun*

    Dan....... se Do-S itukah diriku? (ninja)

    Aku mau alis tebeeeeellll *menggelantung*

    ReplyDelete
  15. Loh, aku kan memujimu, darling *ketjup*

    Aku mau Kenkiiiiii!!! *loh*

    ReplyDelete
  16. Maksudnya yang tega itu Anne bb. *usel usel usel*

    Iya, kenapa gitu saya yang Yun? :3

    ReplyDelete
  17. Berarti lo lebih Do-S daripada gue yes? *woot*

    *menggelinding*

    ReplyDelete
  18. Considering dia yang udah nulis BONDEEEEEEEEEEEEEJIIIII pake bahasa Indonesia, of course Icha yang lebih sadis. Pfffttt.

    ...Kok tega sih? (ninja)

    ReplyDelete
  19. Ini apa lagi namanya kalo bukan tega T_T

    ...lama-lama gw nyesel nulis fic bondeji itu. :|

    ReplyDelete
  20. footsie, foootsie, footsie... *ngikik di balik celana Ma-kun*

    ReplyDelete
  21. @Icha: nfufufufufufu tuh kan, kau memang PER.KA.SA nyahahahahaha

    ReplyDelete
  22. *tendang kerikil* *jongkok di pojok sambil gigit2 ujung buntut*

    ReplyDelete
  23. Udah gue save di harddisk, mau lu apain juga gue tetep punya buktinya, ihihihihiy.

    ReplyDelete
  24. panjaaaangg... sev dulu deh tantee.. ^____________^

    ReplyDelete
  25. @Anne;
    .......kenapa gw merasa terancam ya? Bagaikan akan menjadi korban pemerasan. :|

    ReplyDelete
  26. @Panda:
    *gak bersuara tapi pelan2 julurin buntut*

    ReplyDelete
  27. Icha Yun? Mama-san Shunsuke?

    Alasan: Yun-nya agak Do-S, & Icha itu Do-S XD;;;; (ninja)

    ReplyDelete
  28. Ahahahaahahaha saya memang Do-M!! *colok Icha*

    ReplyDelete
  29. Ternyata begitu imejku di mata kalian? Huaaaang~! *berlari pergi dengan mata berkaca-kaca*

    @Panda;
    Sebelah mana yang dicolok itu oi! 0//////0

    ReplyDelete
  30. Da...dame dayooo~ *membulet jadi gundukan bulu*

    ReplyDelete
  31. wawawawawaaaaa...............
    *masukin pala ke freezer

    ReplyDelete
  32. awww....!! *nyebur ke bathtub barengan yun dan shunsuke

    ReplyDelete