Author: Panda & Icha
Pairing: Yamaguchi Kenki x Mitsuya Ryou
Rating: NC-17
Warning: BL, AU, NSFW, OOC
Disclaimer: we do not own anything
Note: Karena pasangan monyet ini selalu menggemaskan. Karena kami iri pada mereka. Karena kami cuma ingin cari alasan buat ichaicha lagi.
ETA: poster made by Nei~
Kenki mengangkat pandangannya dari halaman buku yang sedang dibacanya, melirik ke pemandangan yang lebih menarik di sebelahnya. Masih sambil memandangi wajah Mitsuya yang serius sekali dengan tontonannya, perlahan tangannya terulur meraih helai-helai rambut cokelat tunangannya yang cantik itu. Rambut Mitsuya selalu terasa halus dan lembut, dan Kenki suka sekali menyentuhnya. Mengusapnya pelan, sambil sesekali menyentuh kulit tengkuk Mitsuya yang hangat.
Bahu Mitsuya otomatis berjengit karena sentuhan Kenki di tengkuknya. Hanya sekilas dan Mitsuya bergumam, "Geli~" tapi dia tak melakukan apapun untuk menepis tangan Kenki. Talk show yang sedang ditontonnya itu menarik sekali dan Mitsuya tak ingin ada yang terlewat dari perhatiannya. Bahunya berguncang pelan saat si tamu acara melakukan sesuatu yang lucu dan tangannya meraih kaleng biskuit, mengambil sebuah dan menyodorkan kalengnya pada Kenki tanpa menoleh.
Kenki menggembungkan pipinya tanpa sadar. Ia paham sekali hobi Mitsuya menonton berbagai hal di TV yang ia sendiri tidak mengerti karena biasanya ia hanya menonton pertandingan olahraga saja, tapi kali ini ia tidak ingin diacuhkan Mitsuya. Masih membelai anak-anak rambut di tengkuk Mitsuya, ia menerima kaleng biskuit yang disodorkan Mitsuya untuk meletakkannya di atas meja, kemudian beringsut mendekat. Ditatapnya leher Mitsuya dan bahunya yang terbuka mengundang karena atasan yang dipakai Mitsuya longgar sekali. Salah sendiri pakai baju menggoda begitu, pikir Kenki sambil merunduk dan mulai mengecupi kulit Mitsuya.
Mitsuya terkikik geli dan memutar bola matanya. Biasanya Kenki selalu membiarkannya melakukan apapun tapi ada kalanya tunangannya itu menuntut diperhatikan. Sepertinya kali ini pemuda itu sedang tak ingin ditolak. Mitsuya menoleh sambil mendesah, meletakkan tangannya di sisi wajah Kenki dan menciumnya lembut. Lalu kembali mengarahkan pandangan ke arah televisi.
Tanpa bisa ditahan, Kenki mengeluarkan suara tanda tak setuju saat Mitsuya menjauh ketika Kenki baru akan memperdalam ciumannya. Apa boleh buat, sepertinya ia harus berusaha lebih keras untuk membuat Mitsuya mengalihkan perhatian dari acara TV kurang ajar itu. Beringsut makin merapat, Kenki melingkarkan lengannya di belakang bahu tunangannya, meletakkan telapak tangannya di lekuk bahu Mitsuya. Ia mendekatkan wajahnya, menyelusupkan hidungnya ke antara helai-helai rambut Mitsuya yang lembut, menghirup wangi khasnya, lalu turun menciumi tulang pipi dan telinga Mitsuya. Dengan sengaja membiarkan bibirnya menyentuh telinga Mitsuya sambil berbisik,
"Masih lama selesainya?"
Sentuhan Kenki dan hangat bibir juga nafasnya membuat bulu kuduk Mitsuya meremang. Jantungnya pun mulai berdetak tak keruan.
Mitsuya menelan ludah. Kenki brengsek.
"Tahu tidak, sih? Acara ini belum tentu diputar ulang. Sabar sebentar tidak bisa?" Pun begitu, Mitsuya beringsut seraya mengambil kedua tangan Kenki untuk dilingkarkan ke pinggangnya.
"Hmmm?" Kenki mengulum senyum. Dengan kedua lengan melingkari pinggang Mitsuya, ia menyusup ke belakang Mitsuya. Bagian depan tubuhnya melekat ke punggung Mitsuya yang hangat, Kenki meletakkan dagunya di bahu tunangannya. "Aku kan tidak pernah nonton."
Beringsut sekali lagi untuk mencari posisi yang lebih nyaman, Mitsuya pun menyandarkan tubuhnya dengan nyaman ke dada tunangannya. "Makanya, coba nonton dong. Ini seru loh." Mitsuya menunjuk ke arah TV.
"Aku lebih suka keseruan yang lain," Kenki berkilah, menyusupkan tangan kirinya ke dalam atasan Mitsuya, merasakan kehangatan yang akrab. Tangan kanannya memeluk Mitsuya semakin erat. Kadang-kadang ia memang seperti tidak bisa melepaskan Mitsuya sedikitpun.
Tubuhnya merespon secara reflek pada sentuhan tangan Kenki dan itu membuatnya merengut. "Mou!" Mitsuya menoleh, membuka mulut untuk menggigit pipi Kenki dan merengut sebal.
Kenki tergelak, menusuk pipi Mitsuya yang empuk dengan ujung hidungnya kemudian mengecup sudut bibir Mitsuya. Diusapkannya telapak tangannya yang lebar melintasi perut Mitsuya, merasakan tonjolan samar otot-otot di bawahnya.
"Micchi hangat," bisiknya kemudian mencium bagian belakang telinga Mitsuya, menempelkan bibirnya lama di sana, kemudian memutuskan untuk mengulum cuping telinga Mitsuya yang empuk.
Ada alasannya kenapa Seigaku dikenal sebagai sekolah yang pantang menyerah dan kenapa Mitsuya lulus masuk regular tim tenisnya. Mitsuya tak akan segan-segan memukul jatuh siapapun lawan yang dihadapinya di lapangan tenis. Apapun taruhannya. Tapi masalahnya, dia tidak sedang di tengah lapangan dan Yamaguchi Kenki adalah lawan yang tak pernah bisa dikalahkan. Mitsuya menggeliat pelan dan tanpa sadar sebuah erangan tertahan meluncur dari bibirnya.
"Mau apa sih?" bisiknya sambil menangkap tangan Kenki yang mulai menjalar kemana-mana di balik kausnya.
Kenki nyengir senang mendengar suara tertahan yang begitu menggoda dari bibir cantik kekasihnya. Diraihnya sebelah tangan Mitsuya, menatap jemari yang lentik tapi kuat dan terlatih karena tiap hari menggenggam raket tenis itu, kemudian mencium buku-buku jari Mitsuya. "Aku lapar," cetusnya.
Mitsuya mendengus. "Tadi katanya sudah makan ramen." Didorongnya pemuda itu sedikit menjauh. "Bilang saja kalau mau dibuatkan sesuatu. Tak usah menggangguku begitu dong."
Kenki menolak untuk melepaskan Mitsuya. Ia justru menjulurkan lidah dan menjilat ujung telunjuk Mitsuya, kemudian mengulumnya pelan. "Aku ingin makan Micchi."
Micchi memajukan wajahnya, menggigit ujung hidung Kenki dengan gemas. "Lima menit?" Mitsuya meringis.
Kenki menatap Mitsuya dan berkedip heran. "Kau bisa selesai dalam 5 menit, Micchi sayang?"
Mitsuya menampar tunangannya dengan sebal. Tidak keras, memang tapi sepertinya cukup membuat Kenki terkejut. "Aku pulang!"
Walau terkejut, Kenki pulih tepat pada waktunya untuk menahan bahu Mitsuya. "Maaf maaf, aku akan jadi anak baik sampai acaranya habis. Ya?"
Mitsuya mendengus, kembali duduk dan melipat dua tangan di depan dada. Didorongnya dada Kenki dengan bahunya dan beringsut menjauh. "Bercanda seperti itu tidak lucu." gerutunya sambil mengeraskan volume TV.
Kenki menghela napas dan kembali mencari bukunya yang terlupakan. Sesaat ia bungkam sambil membalik-balik halaman, mencari tadi telah membaca sampai mana. "Aku tidak pernah bercanda kalau soal Micchi."
Suara Kenki nyaris tak terdengar karena volume TV yang cukup keras tapi telinga Mitsuya masih menangkap apa yang dikatakannya. Apa sih? Seharusnya kan dia yang marah. Mitsuya membatin seraya menggigiti kuku ibu jarinya.
Dan 5 menit pun berlalu begitu saja. Saat jingle penutup acara berkumandang, Mitsuya mulai menekan-nekan tombol remote dengan frustrasi. Kedua kakinya diangkat dan ditekuk di depan dada dan Mitsuya menyandarkan dagunya di atas lutut.
Kenki melirik sekilas kemudian meletakkan bukunya di meja. "Aku mau buat kopi. Micchi mau apa? Cokelat?" tanyanya sambil beranjak berdiri.
Mitsuya mendongak sesaat lalu menggeleng pelan. "Tak usah." gumamnya.
Walaupun Mitsuya menolak, tetap saja Kenki menyeduhkan secangkir cokelat untuk tunangannya itu. Diletakkannya di meja tepat di hadapan Mitsuya, sementara ia duduk kembali di tempatnya, menyesap kopi dalam diam.
Mata Mitsuya yang besar dan cantik mengerjap memandangan mug ungu di hadapannya. Asap tipis mengepul dari permukaannya dan sungguh menggoda untuk dicicipi tapi Mitsuya sedang tak berselera. Diliriknya tunangannya sekilas dan melihat ekspresinya yang datar.
Terserah deh, batinnya.
"Sudah selesai acaranya?" tanya Kenki tanpa mengangkat wajah dari halaman yang tengah dibacanya.
Mitsuya bergumam "Sudah dari tadi." Tangannya meraih bantal duduk yang terletak di dekatnya dan melemparnya ke arah Kenki. "Apa sih?" serunya kesal.
"Iteeee~" Kenki mengusap sisi kepalanya yang menjadi sasaran lemparan Mitsuya. Sebelah tangannya yang lain menyelamatkan gelas kopi ke meja. "Katanya aku disuruh jadi anak baik sampai acaranya selesai. Kurang baik apa lagi aku, sampai membuatkan Micchi cokelat," diraihnya mug ungu dari meja kemudian disodorkan lagi ke arah Mitsuya. "Ayo diminum, nanti kalau dingin tidak enak lho."
Mitsuya menatap pada cangkir yang terulur dan pada tunangannya lalu membuang muka. "Tidak mau."
Kenki menggembungkan pipinya. "Buatanku memang tak seenak Micchi, tapi lumayan enak kok," ujarnya sambil mencicipi cokelat hangat itu.
Mitsuya bersungut-sungut. "Aku kan tadi sudah bilang tidak mau. Kenki saja yang tidak mendengarkan." Dia mengambil bantal yang tadi dilemparnya ke arah Kenki, mendekapnya erat seraya beringsut menjauh ke sudut sofa. Gerakannya membuat kerah kausnya yang lebar sekali tertarik sampai ke bahu tapi Mitsuya tak ambil pusing untuk merapikan.
Menggaruk kepalanya sedikit bingung, Kenki akhirnya beringsut mendekat. Meletakkan dagu di bantal yang dipegangi erat-erat oleh Mitsuya. "Aku minta maaf. Ya? Jangan cemberut lagi dong,"pintanya sambil menatap kedua mata Mitsuya yang bulat besar, mencoba menyentuh pipi Mitsuya.
Mitsuya menggembungkan pipi, meski tak urung balas menatap wajah Kenki yang tepat berada di hadapannya. Meskipun jantungnya mulai berdebar keras, Mitsuya berusaha agar wajahnya tak memerah. Matanya kemudian dialihkan ke samping lalu ke bawah, memandang garis rahang dan dagu tunangannya itu. Sial, dia tampan sekali. Wajahnya kemudian disurukkan ke dalam bantal, tepat di sebelah wajah Kenki.
Mau tak mau Kenki nyengir melihat reaksi Mitsuya. Disibakkannya poni Mitsuya kemudian mengecup lembut dahi Mitsuya. Terus ke pelipis, sembari mengelus pipi mulus Mitsuya dengan buku jarinya. "Micchi suki," bisiknya di telinga Mitsuya.
Mitsuya hanya sanggup menggerundel ke dalam bantal. Bagaimanapun, harga dirinya menahan agar dia tak langsung bereaksi. Meski ingin sekali mendorong Kenki dan menciuminya dengan gemas. "Usotsuki." gerutunya.
Kenki mati-matian menahan senyum. Juga menahan agar tidak langsung memeluk Mitsuya karena tidak ingin ditampar lagi. Ia berbisik lagi di telinga Mitsuya yang tampak merona merah. "Micchi daisuki."
"U.so.tsu.ki" Mitsuya mengeja, dengan pipi masih menggembung tapi kali ini mengangkat kepalanya. "Menyebalkan!" bisiknya seraya menoleh dan menyebabkan ujung hidung mereka bergesekan satu sama lain.
"Uso janai yoooo," Kenki menangkup wajah Mitsuya dengan kedua tangan. Digesekkannya hidungnya dengan hidung Mitsuya, kemudian menyandarkan dahinya ke dahi Mitsuya. "Hontou ni daisuki."
Wajahnya sudah demikian bersemu, Mitsuya sadar itu. Pun begitu, mata Kenki seperti tak membiarkannya menoleh kemanapun. Tangannya bergerak, menyelusup ke antara tubuh mereka dan mulai mencubiti perut Kenki.
Kenki tergelak dan melepaskan wajah Mitsuya. Berusaha menghindar tapi gagal karena tidak ingin menjauh dari tunangannya. "Adududuh, geli!"
Mitsuya masih terus mencubiti tunangannya dengan lebih intens sampai Kenki terdorong rebah dan Mitsuya duduk di atas perutnya. Tanpa ampun menyerang otot dan titik geli Kenki. Digigitnya bagian dalam bibirnya, menahan cengiran karena reaksi Kenki. Sebal karena tak bisa menang, karena tak pernah bisa benar-benar menolak Kenki. Mitsuya akhirnya menghentikan serangannya dan menunduk, merengkuh kepala Kenki. "Menyebalkan sekali."
Kenki tergelak dan berusaha bergerak ke kanan dan kiri namun tidak bisa menghindar karena Mitsuya menduduki perutnya dan menggelitiknya tanpa ampun. Ia sudah nyaris kehabisan napas saat akhirnya Mitsuya berhenti menyerangnya dan merengkuh kepalanya. Rasanya hangat sekali diselimuti aroma Mitsuya seperti itu. Ia menolehkan kepalanya dan mengecup lembut pipi Mitsuya. "Mmmm."
"Kenapa sih," Mitsuya berbisik. "Suka sekali menggodaku begitu?" keluhnya. "Memangnya Kenki tidak malu ya?"
Kenki tersenyum. "Kenapa harus malu? Micchi kan tunanganku," sahut Kenki seraya melingkarkan lengannya ke pinggang Mitsuya.
Mitsuya memukul dada tunangannya, pelan. "Selalu begitu deh alasannya." "Aku tidak kenal orang lain semesum kamu." tukasnya. Mulai merasa nyaman berbaring di atas tubuh tunangannya dan dalam pelukan Kenki.
Kenki mengangkat alisnya yang tebal dan tergelak. "Banyak kok yang lebih mesum dariku. Micchi tidak kenal saja." Dipeluknya Mitsuya lebih erat. "Dan aku juga tidak akan membiarkan Micchi kenal dengan orang seperti itu."
Mitsuya menggembungkan pipinya lagi. "Kenapa? Curang sekali." Disentuhkannya ujung hidungnya dengan bibir Kenki. "Darimana aku tahu kalau memang ada yang lebih mesum darimu?"
"Percaya kata-kataku saja deh," ujar Kenki sambil tersenyum. "Aku tidak mau Micchi dekat-dekat orang seperti itu." Kenki mengusapkan telapak tangannya dari bahu hingga lekuk pinggul Mitsuya. "Karena aku tidak mau Micchi disentuh orang lain."
Mitsuya menggeliat pelan. "Hmm..." Wajahnya diangkat sedikit, menyentuhkan bibirnya dengan bibir Kenki. "Memangnya mereka akan melakukan apa padaku?" Mitsuya mengangkat bahunya.
"Hmmm, mungkin akan menyentuh Micchi di sini," Kenki mencolek bahu Mitsuya, "Atau di sini, mungkin," Kenki kemudian mencolek pinggul Mitsuya "Apa Micchi mau disentuh orang selain aku?"
"Entah." Mitsuya mengangkat bahu lagi. "Aku kan belum pernah pacaran sebelumnya. Dan mungkin aku memang tak ingin disentuh di tempat-tempat itu. Tapi aku sebal kalau Kenki bercanda seperti itu." lanjutnya.
"Iyaaaa, aku kan sudah minta maaf," Kenki mengecup puncak hidung Mitsuya. "Habisnya aku memang suka sekali menyentuh Micchi," kilahnya sambil mengusap punggung Mitsuya lagi.
Mitsuya mendengus. Meskipun anak seusianya biasanya memang senang membicarakan hal-hal seperti itu, entah kenapa dirinya tak terlalu suka mendengar Kenki mengucapkannya. Tapi lagi, Kenki memang sudah minta maaf dan sekarang memasang tampang seperti anak monyet yang patut dikasihani sampai Mitsuya tak tega sendiri. Siapa sih yang pernah bilang punya pacar itu enak? Merepotkan sekaligus menyebalkan karena tak bisa marah karena merasa sayang. Pemuda cantik itu mendesah dan mengecup pelan bibir Kenki.
Kenki tersenyum gembira dan balas mengecup bibir Mitsuya dengan lebih bersemangat, memagut bibir atas Mitsuya, kemudian menjilati bibir bawah Mitsuya. Dengan lembut mengusap garis rahang Mitsuya dan memiringkan kepalanya, meminta izin untuk memperdalam ciuman mereka.
Tangan Mitsuya bergerak pelan dari dada, pundak lalu ke leher Kenki. Ujung-ujung jarinya memainkan anak-anak rambut halus di dekat telinga Kenki. Membalas memagut bibir Kenki yang penuh dan saat Kenki menyentuh rahangnya meminta ijin, Mitsuya hanya membuka sedikit bibirnya.
Kenki menikmati sentuhan jemari Mitsuya di ujung-ujung rambut dan kulitnya. Walaupun Mitsuya hanya memberi sedikit jalan baginya, ia tidak memaksa dan sementara cukup puas dengan memasukkan ujung lidahnya ke celah itu, mencicipi sedikit bagian dalam mulut Mitsuya yang hangat dan menarik bibir atas Mitsuya dengan menjepit di antara bibir dan lidahnya. Kedua tangannya membelai punggung dan tengkuk kekasihnya itu, membiarkan aroma Mitsuya menyelimutinya.
Mitsuya mengerang pelan, memiringkan kepalanya sedikit. Bibirnya mengatup saat lidah Kenki menyelusup masuk, dihisapnya lidah kemerahan itu dengan lembut. Aroma kopi bercampur menthol dan wangi segar cologne Kenki menyerbu hidung dan indra perasanya. Mitsuya mengerang pelan dan membuka bibirnya lebih lebar, mengundang Kenki untuk masuk dan menjelajah lebih dalam. Tangannya bergerak memeluk leher tunangannya.
Merasakan Mitsuya membalas sentuhannya, Kenki mendesah dan balas memagut bibir Mitsuya, memasukkan lidahnya dan menjelajah mulut Mitsuya, menyentuhkan ujung lidahnya dengan ujung lidah Mitsuya dan menikmati percikan-percikan hasrat yang timbul dari sentuhan mereka. Kedua tangannya menarik tubuh Mitsuya merapat, membelai lekukan punggung bawah Mitsuya dan terus hingga lekukan pinggul tunangannya. Perlahan,Kenki mencoba menyelipkan pahanya ke antara kedua kaki Mitsuya dan menggesek pelan.
Mitsuya mendesah, mengangkat tubuhnya ke atas agar Kenki lebih leluasa bergerak menyentuh tempat yang disukainya. Tangannya sendiri bergerak ke bawah, menyelusup ke balik kaus yang dikenakan Kenki, menyentuh kulit Kenki yang hangat. Ia mengerang saat sensasi itu mulai datang dan menggelitik tiap syaraf di tubuhnya. Mitsuya menjauhkan bibirnya sesaat, mengusap bibir Kenki dengan jari tangannya yang lain.
"Kamu tahu aku tak terlalu suka melakukannya di sini kan?" bisiknya sambil mengangkat alisnya yang tertata rapi.
"Tidak suka bukan berarti tidak mau 'kan?" Kenki tersenyum nakal sambil menggigit pelan jemari Mitsuya yang menyentuh bibirnya. "Aku bukannya ingin memaksa, hanya saja... um, aku sudah menahan diri lumayan lama lho," Dikecupnya pipi Mitsuya lembut sembari menggesekkan bagian yang mulai bersemangat di antara kedua tungkainya ke paha Mitsuya.
Mitsuya tertawa pelan, meski harus menggigit bibir agar tak tersenyum terlalu lebar melihat jarinya digigit Kenki. Sekaligus menahan rasa geli yang ditimbulkan gerakan Kenki ke pahanya. "Apanya yang lama?" tanyanya dengan geli. "Acaranya kan habis sepuluh menit yang lalu."
"Micchi kan sudah di sini sejak tiga jam yang lalu," kilah Kenki sambil nyengir dan menyusupkan tangannya ke balik kaus Mitsuya.
Mitsuya mendengus dan mau tak mau terkikik geli. Matanya yang besar berbinar dan tubuhnya beringsut, melesakkan pinggulnya dengan pinggul Kenki. Di satu sisi dia paham sekali apa yang dimaksud Kenki karena ada saat-saat tertentu ketika Kenki terlihat begitu keren dan tampan sampai Mitsuya harus pura-pura permisi ke dapur atau menghilang ke kamar mandi hanya untuk meredam hasrat. Di sisi lain, dia tak akan mengakui itu. Kenki mungkin tak pernah merasa perlu menutupi perasaannya dan santai saja bercanda mesum tapi Mitsuya tak bisa seterbuka itu.
Matanya yang besar mengerjap pelan, menatap Kenki dengan semu di pipinya. "Kalau... kalau kamu bisa melakukannya tanpa membuat punggungku jadi biru-biru... aku tak akan protes..." bisiknya seraya menggerut pinggang Kenki.
"Mmmm, bisa diatur," sahut Kenki, menangkup wajah Mitsuya dengan satu tangan dan mengecup puncak hidung tunangannya. Sebelah tangannya mengusap perut Mitsuya dan terus naik ke dada, menemukan tonjolan kecil di sana yang ia tahu akan membuat Mitsuya senang.
Dadanya melengkung secara otomatis, mengejar sentuhan tangan Kenki yang membuat kulitnya terasa seperti terbakar menembus lapisan kaus yang dikenakannya. Mitsuya menggigit bagian dalam bibirnya dan merunduk, mencari bibir Kenki.
Kenki menyambut bibir Mitsuya dengan ciuman gemas, menjilati bibir tunangannya dengan bersemangat, mendorong lidahnya masuk dan menikmati kehangatan mulut Mitsuya dari dalam sambil menarik kaus Mitsuya lepas.
Mitsuya membiarkan saja kausnya ditarik lepas meski itu membuat rambutnya jadi sedikit berantakan. Saat ini dia lebih ingin menikmati bibir Kenki. Dipagutnya lagi bibir tunangannya itu begitu kausnya lepas, menggoda Kenki dengan memasukkan lidahnya sekilas lalu menariknya dengan cepat. Jemarinya kembali menyusup ke helai-helai rambut Kenki, memijat pelan kulit kepalanya lalu bergerak turun untuk menggoda daun telinganya.
Kenki menggeram karena sentuhan Mitsuya di telinganya membuatnya semakin tak tahan untuk melahap tunangannya itu. Ditariknya Mitsuya merapat kemudian menghujani leher Mitsuya yang mulus dengan ciuman sementara tangannya yang lain menarik pinggul tunangannya itu makin merapat. Pelan ia mencoba menggerakkan pinggulnya dan dihadiahi getaran nikmat yang langsung menjalari tubuhnya.
Mitsuya menarik nafas tajam saat pinggul mereka bergesekan erat. Rasanya sudah ingin sekali melepas celananya saat itu juga. Dapat dirasakannya tubuh Kenki berdenyut pelan dan hangat, sama seperti dirinya sendiri dan Mitsuya tak bisa tidak tersenyum. Pun sentuhan bibir dan lidah Kenki di lehernya juga membuat bagian intim tubuhnya melonjak senang.
Kenki menarik napas tajam saat dirasakannya tonjolan yang lumayan bersemangat di antara paha Mitsuya. "Aku ingin Micchi," bisiknya parau sembari menarik pinggang celana yang dikenakan Mitsuya ke bawah.
Bukan pertama kalinya kata-kata itu diucapkan persis di dekat telinganya, tapi tiap kali efeknya selalu sama. Mitsuya tak pernah memikirkan apa sebabnya karena tiap kali selalu sibuk dengan wajahnya yang memerah, jantungnya yang berdegup tak karuan, juga tubuhnya yang langsung terasa lebih sensitif ribuan kali. Hanya karena kata-kata itu. Mitsuya menggeliat, membuat tangan Kenki terlepas dari pinggangnya dan menarik lepas kaus yang dikenakan Kenki.
Kenki membiarkan Mitsuya menarik kausnya melewati kepala. Dan begitu ia dapat melihat lagi, pemandangan yang menyapa matanya sungguh indah. Mitsuya Ryou, tanpa sehelaipun benang menutupi sekujur tubuhnya, dengan pipi yang merona. Kulit Mitsuya tampak halus dan bersinar tertimpa cahaya, dengan otot-otot yang membentuk tubuh ramping namun kuat seorang atlit. Kenki tak bisa menahan diri untuk membelai sisi tubuh tunangannya yang selalu tampak luar biasa itu, merasakan kemaluannya sendiri bangkit. Ditariknya Mitsuya mendekat untuk melumat bibir indah itu, dengan sebelah tangan meraba pinggul Mitsuya untuk ditangkupkan di selangkangan pemuda cantik itu.
Matanya terkatup perlahan, bersamaan dengan desisan lirih meluncur dari sela giginya yang menggigit bibir. Pinggulnya otomatis bergerak, meminta lebih dari sentuhan tangan Kenki yang besar dan hangat. Satu tangannya diletakkan di perut Kenki, meraba pelan. Hanya ingin menyentuh Kenki karena Mitsuya tak berani membuka mata. Dia tahu pemandangan seperti apa yang akan menyambutnya dan Mitsuya tak ingin selesai begitu saja hanya karena ditatap Kenki. Perlahan, ditepisnya tangan Kenki dari selangkangannya dan Mitsuya bergerak mundur, merendahkan tubuhnya sambil tangannya menarik lepas celana yang dikenakan Kenki. Mitsuya menarik nafas, menatap Kenki sekilas sebelum melingkarkan jemarinya di sekeliling bagian intim Kenki. Wajahnya bersemu makin merah saat Mitsuya menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinga dan mengecup ujung kemaluan kekasihnya itu.
Kenki harus mengigit lidahnya agar tak bersuara saat bibir Mitsuya yang lembut dan hangat menyentuh kulitnya yang serasa terbakar. Ditambah tatapan Mitsuya dari balik kelopak yang setengah menutup dihiasi barisan bulu mata yang panjang, Kenki merasa bahwa ini salah satu pemandangan terindah di dunia. Namun ia mengangkat tubuh dan meraih sisi wajah Mitsuya sambil menggeleng pelan. "Aku ingin hari ini pertama kali selesai di dalam Micchi."
Saat ini wajahnya pasti sudah merah sekali seperti kepiting rebus. Ia pun tak bisa menahan untuk tidak mengerang pelan. Namun Mitsuya tak langsung bergerak memenuhi keinginan Kenki melainkan mengulum kemaluan Kenki sekali lagi sampai Kenki menggerung. Dikecupinya tiap inci kulit tunangannya mulai dari pangkal kemaluan, naik ke atas sampai ditemukannya bibir Kenki. Dikecupnya sepasang bibir yang selalu tersenyum manis padanya, bibir yang selalu menyebut namanya dengan lembut dan penuh cinta. Mitsuya memberanikan diri menatap mata Kenki dan seperti yang sudah diduganya, kepalanya langsung terasa pening.
Gemas menatap kulit di atas tulang pipi Mitsuya yang memerah dan bibirnya yang basah, Kenki melumat bibir Mitsuya lagi. Diciuminya leher Mitsuya sementara sebelah tangannya terulur menyentuh kemaluan Mitsuya yang tampak mulai memerah. Mitsuya terasa hangat dan tegang dalam genggamannya saat Kenki mulai menggerakkan tangannya dengan pelan sambil tetap mencium Mitsuya, menelan semua yang mungkin dikeluarkan Mitsuya. Setelah melepaskan ciumannya, Kenki menatap ke dalam sepasang mata cantik tunangannya sambil meletakkan dua jarinya ke bibir Mitsuya.
Bercumbu dengan Kenki selalu terasa mudah. Meskipun tak pernah ada orang lain sebelumnya dan sejujurnya Mitsuya tak berniat untuk mencari pembanding. Meskipun ia tahu ia sering membuat Kenki gemas karena suka sekali menahan diri tapi ada kalanya Mitsuya membiarkan dirinya hanyut begitu saja. Seperti sekarang. Dibalasnya ciuman Kenki seraya mengerang ke dalam mulut tunangannya karena sungguh, sentuhan Kenki terasa begitu nikmat. Pun, Mitsuya membuka mulutnya dengan sukarela saat Kenki meletakkan dua jari di depan bibirnya.
Sambil menggerakkan dua jemarinya masuk dan keluar mulut Mitsuya--membiarkan jemarinya dibasahi, Kenki terus menggerakkan genggamannya. Gerakannya pelan, menekan titik-titik yang ia tahu disukai Mitsuya dalam perjalanan genggamannya dari pangkal hingga ujung kemaluan Mitsuya, sesekali bergerak lebih cepat dan menyapu bagian ujung dengan ibu jari. Ia menyukai memanjakan Mitsuya seperti ini, menikmati memandang sosok Mitsuya yang sedang merasakan kenikmatan di seluruh lekuk tubuhnya.
Mitsuya menutup matanya lagi, membiarkan sensasi familiar itu merayap ke tiap sudut tubuh dan sendinya, menyelusup ke tiap sudut. Nafasnya mulai memburu dan erangannya terdengar begitu erotis di telinganya sendiri karena sambil mengulum dua jari Kenki. Mitsuya tak tahu kalau dia bisa merasa malu dan jadi bergairah pada saat yang bersamaan.
"Kenki..." Mitsuya tersengal, menatap Kenki dengan tatapan setengah memohon.
Kenki memutar pergelangan tangannya, membuat Mitsuya mengeluarkan suara tertahan. Bibirnya melengkung membentuk senyum. "Hmmm?"
Mitsuya menggeleng pelan lalu menarik nafas tajam dan tersengal. Diliriknya tangan Kenki yang basah oleh air liurnya dan dibawanya tangan itu ke bawah.
"Di sini?" Kenki bertanya sambil menggigit bibir menahan senyum seraya menyentuhkan ujung jarinya yang basah ke jalan masuk tubuh Mitsuya. Hanya menyentuh saja, bergerak berputar dengan pelan. "Micchi menginginkan aku di sini?"
Mitsuya menggigit bibir Kenki. "Aku tak akan membiarkanmu masuk tanpa persiapan, tahu. Aku tak sefleksibel itu." gerutunya sambil merengut. "Kecuali Kenki memang sengaja ingin begitu." Matanya memicing curiga.
Kenki menggantikan ujung jarinya dengan ujung kemaluan, membiarkannya berdenyut hangat di celah bokong Mitsuya, dan tersenyum lagi. "Kurasa Micchi cukup fleksibel, apalagi dengan latihan dan pemanasan di klub," godanya.
"Mnh.." Mitsuya melenguh pelan, merasakan ujung tumpul yang terasa besar dan agak basah berdenyut hangat menekan lembut jalan masuk tubuhnya. Tapi meskipun Mitsuya sangat tergoda untuk menurunkan pinggulnya, saat ini dia ingin sekali menyakiti Kenki karena menggodanya terus-terusan. Karena itu ia menunduk dan menggigit bahu Kenki keras-keras.
Mengaduh sambil tertawa, Kenki beringsut dan mengecup sayang pipi Mitsuya. Tanpa permisi ditekannya jari tengahnya memasuki tubuh Mitsuya. "Tidak usah diberi tanda seperti itu juga semua orang tahu kalau aku milik Micchi kok," bisiknya di telinga Mitsuya, menekuk jari tengahnya.
Mitsuya menggigit bibir agak tak mengerang meski tubuhnya reflek mencengkeram dan kedua tangannya melakukan hal yang sama pada bahu Kenki. "Kalau terus menggodaku begitu, aku akan benar-benar memukulmu." desisnya. "Aku serius." tambahnya begitu melihat cengiran di bibir tunangannya.
Kenki menahan senyum dan berusaha memasang tampang inosen walaupun kemaluannya sendiri sudah terasa nyeri. Jari telunjuknya menyusul jari tengah mencicipi bagian dalam tubuh Mitsuya yang hangat dan mencengkeram erat. Perlahan ia menggerakkan kedua jarinya, sesekali melebar, berputar dan menekuk, mempersiapkan tubuh Mitsuya sambil mencari titik yang mampu membuat tunangannya itu menjerit. "Aku juga selalu serius soal Micchi," sahut Kenki, menarik wajah Mitsuya mendekat untuk melahap bibir dan mulutnya.
Gerakan jemari Kenki di dalam tubuhnya membuatnya tak bisa mempertahankan ekspresi seriusnya. Kepalanya tertunduk, masih menggigit bibir. Dirasakannya tubuhnya kembali mencengkeram pelan, menggandakan sensasi gesekan kulit Kenki di dinding jalan masuk tubuhnya. Tiap gerakan Kenki membuat nafasnya tercekat dan Mitsuya tersengal saat ujung jari Kenki menggesek titik sensualnya. "Ahn..."
Kenki menekankan jarinya lebih keras, berkali-kali ke tempat yang membuat Mitsuya mengeluarkan suara-suara yang membuat kemaluannya sendiri makin mengeras dan nyeri. Menggigit bibirnya sendiri, Kenki menarik jemarinya keluar dan memposisikan ujung kemaluannya yang mulai basah di pintu masuk tubuh Mitsuya. Ia tersengal dan suaranya parau saat bertanya di telinga Mitsuya, bibirnya menyapu lekuk telinga tunangannya itu.
"Ii?" pintanya lalu mengecup kulit hangat di belakang telinga Mitsuya. "Micchi ga hoshii."
Wajah Kenki yang tengah berkonsentrasi penuh mengendalikan emosi agar tak langsung melahap dirinya saat itu juga, selalu terlihat tampan dan seksi di mata Mitsuya. Garis rahangnya yang persegi mengeras dan Mitsuya mengecupnya lembut sebelum mengangguk. Pinggulnya diangkat sedikit, memberi akses lebih pada Kenki untuk menekan masuk. Mitsuya mendesah panjang, pinggulnya ikut menekan ke bawah menyambut Kenki ke dalam tubuhnya. "Mmmmmmmngh...."
Napas Kenki tercekat saat ujung kemaluannya yang sensitif masuk ke lingkaran pertama tubuh Mitsuya. Ia harus memejamkan mata, membenamkan wajah ke bahu Mitsuya dan helai-helai lembut rambut cokelat itu sambil mengatur napas sebelum meneruskan menekan masuk perlahan. Tubuh Mitsuya selalu menyambutnya dengan erat, hangat dan akrab, dan ekspresi Mitsuya, gerakan pinggulnya menyambut gerakan Kenki, desahan kecil yang meluncur dari bibirnya, semuanya selalu memukau Kenki. Diraihnya pinggul Mitsuya lalu menekan masuk dalam satu gerakan panjang.
Mitsuya mencengkeram lengan Kenki dengan keras. Ia mengerang panjang dan lirih. Kepalanya terlempar ke belakang dan tersengal hebat. Rasanya seperti dirobek ke segala arah tapi sekaligus nikmat luar biasa. Tubuhnya mencengkeram dengan lembut, dengan cepat menyesuaikan dengan ukuran tubuh Kenki.
Saat yang paling disukai Mitsuya adalah saat Kenki sudah terbenam sempurna di dalam tubuhnya. Besar dan hangat. Saat itu ia selalu merasa kalau mereka benar-benar milik satu sama lain dan di sinilah ia seharusnya berada. Mitsuya mengelus pundak tunangannya dan mencium Kenki dengan bergairah.
Membalas ciuman Mitsuya dengan sama bergairahnya, Kenki tidak bergerak untuk beberapa saat, menikmati dilingkupi oleh kehangatan Mitsuya yang berdenyut lembut. Seluruh tubuh Mitsuya menyambutnya, dan walaupun Mitsuya tidak mengatakannya, Kenki mengerti bahwa ada rasa sayang dalam ciuman tunangannya. Dibelainya tubuh Mitsuya, dari bahu lalu ke punggung dan akhirnya ke pinggul, sebelum mulai menggerakkan pinggul. Rasanya selalu luar biasa dan Kenki menggeram rendah dari dalam tenggorokannya ke sela bibir Mitsuya. "Micchi no naka ni... saikou..."
Tubuhnya bergerak bersama Kenki, sedikit tak beraturan pada awalnya tapi dengan cepat menyesuaikan irama mereka. Mitsuya menggapai kedua tangan Kenki, mengaitkan jari-jarinya dengan jemari Kenki di pinggulnya. Ia tak bisa berpikir atau berbuat apapun karena segalanya terasa begitu nikmat dan familiar. Sedekat dan seintim ini dengan Kenki, Mitsuya hanya ingin mereguk semuanya sebanyak yang ia bisa. Geraman rendah Kenki membuatnya makin bergairah dan bersemangat. Ia membalas dengan mencengkeram sedikit lebih erat dan balas mengerang ke dalam mulut Kenki. "Mmnh... motto... Oku made... anh..."
Kenki menggeram lagi demi mendengar permintaan Mitsuya. Lengannya dilingkarkan ke tubuh Mitsuya kemudian dengan lembut membalikkan posisi mereka hingga ia berada di atas Mitsuya, menahan beban dengan kedua siku sambil melahap bibir Mitsuya dengan rakus. Tanpa meminta izin ia kembali menggerakkan pinggulnya. Menarik diri ke belakang hingga nyaris keluar seluruhnya, kemudian menekan masuk dengan cepat dan kuat, membangun ritme yang berganti-ganti kadang cepat kadang lambat, sambil menciumi Mitsuya dan membisikkan nama tunangannya penuh sayang.
Mitsuya tersengal dan mengerang ke dalam bibir Kenki, membalas ciuman tunangannya dengan sama bergairahnya. Kedua lengannya terangkat mengelus sisi wajah dan rahang Kenki kemudian turun untuk memeluk leher tunangannya itu. Tubuhnya berguncang karena gerakan mereka dan Mitsuya berusaha setengah mati untuk mempertahankan irama gerakannya karena demi Tuhan rasanya nikmat sekali. Kenki di dalam tubuhnya, Kenki yang menciumnya tanpa henti, Kenki yang menghujaninya dengan cinta.
Membenamkan wajah ke lekuk bahu Mitsuya, Kenki tersengal dan berganti bergerak pelan, karena cengkeraman Mitsuya yang hangat terasa sangat nikmat sampai ia nyaris tak tahan. Sambil mengumpulkan kendali dirinya lagi, ia mengangkat wajah menatap Mitsuya, dan hampir selesai begitu saja. Ekspresi di wajah Mitsuya saat menatapnya, tubuh indah Mitsuya yang berlapis keringat dan menggeliat terguncang di bawah tubuhnya, lengan Mitsuya yang berpegangan erat padanya, semua begitu indah dan menggairahkan.
"Micchi," sengalnya sambil menekan masuk dengan tajam dan kuat, membuat tubuh Mitsuya terdorong ke atas dan geletar-geletar nikmat menyapa seluruh tubuhnya.
"Aangh!" Mitsuya menjerit. Tekanan Kenki tepat mengenai titik sensitifnya dengan keras. Mitsuya menelan ludah dengan susah payah. Disentuhnya pinggul Kenki yang kini bergerak lebih pelan namun menekan tajam dan membuatnya mengerang makin keras. Dengan susah payah, Mitsuya mengangkat tubuhnya sekaligus memaksa Kenki untuk duduk tegak. Mitsuya memposisikan dirinya dengan nyaman di pangkuan Kenki, mengerang karena perbuatannya sendiri. Kedua lengannya dilingkarkan memeluk kepala tunangannya, mengusap rambut Kenki yang lembab karena keringat dan tersenyum manis. Dikecupnya kening Kenki dengan sayang dan mulai menggerakkan pinggulnya lagi.
Hanya tekad (dan pengalaman bercinta di berbagai tempat) saja yang membuat Kenki bisa menahan Mitsuya agar tidak terjatuh dari sofa. Tapi Kenki tak keberatan, sebab imbalannya adalah Mitsuya yang duduk nyaman di pangkuannya, menatapnya dengan manis, masih terhubung dengannya pada daerah yang paling intim. Ia menggeram saat Mitsuya mulai bergerak, membawa dirinya makin jauh dan dalam. Sebelah tangannya terulur ke pinggul Mitsuya, sementara sebelahnya lagi berpegangan ke sandaran sofa agar bisa menjaga keseimbangan sembari memberikan tekanan-tekanan tajam dalam arah yang tepat ke tubuh Mitsuya. Tak urung cengkeraman tubuh Mitsuya membuatnya memejamkan mata dan menggigit kulit tepat di bawah sudut rahang tunangannya yang cantik.
"Micchi...suki."
Mitsuya memeluk Kenki erat-erat, entah supaya ia tak jatuh atau hanya karena ingin memeluk Kenki. Mungkin keduanya. Hentakan-hentakan pendek dan tajam berganti dengan sentakan panjang dan dalam membuat tubuhnya kembali terguncang berirama. Satu tangannya bergerak turun, membelai leher Kenki lalu turun ke pundak dan dadanya. Ujung jemarinya menemukan tonjolan mungil di dada tunangannya, puas saat mendengar Kenki menggeram karenanya. Bisikan Kenki di dekat telinganya membuatnya tak tahan lagi. Mitsuya mulai terisak dan mengeratkan tubuhnya dengan lebih kuat.
Kenki tersengal, menciumi wajah Mitsuya karena sungguh rasanya nyaris tak kuasa menahan lagi. Tangannya menyelusup ke antara tubuh mereka, menemukan kemaluan Mitsuya yang terasa luar biasa tegang dan panas. Digenggamnya dengan sebelah tangan dan mulai menarik sesuai irama tekanannya memasuki tubuh Mitsuya yang kini menggenggamnya begitu erat. "Ikitai?" tanyanya parau.
"Angh!" Mitsuya nyaris menjerit karena rasa nyeri yang nikmat itu makin berlipat ganda karena sentuhan Kenki di selangkangannya. Rasanya ia sudah siap untuk meledak saat itu juga. Tapi sesuatu dalam cara Kenki memandangnya menahan dirinya untuk mengangguk. "Mngh... Tidak... aaanh... aku ingin.. ah! Kenki selesai lebih dulu... di dalam... Oh!"
"Begitu?" bisik Kenki seraya menyapukan ibu jarinya ke celah di ujung kemaluan Mitsuya. Ia tahu klimaksnya sudah dekat dan permintaan Mitsuya membuatnya teringat perasaan menumpahkan segalanya ke dalam tubuh Mitsuya yang selalu terasa mengagumkan. Kenki menekan masuk lagi, dengan sengaja mengincar titik yang selalu membuat Mitsuya lepas kendali. "Kalau Micchi ingin begitu, ngh," Kenki tersengal, "Buat aku melakukannya."
Mitsuya harus menggigit bibirnya keras-keras dan mengumpulkan sisa-sisa kendali dirinya. Keningnya berkerut hebat dan Mitsuya memperlambat gerakan pinggulnya. Matanya mengerjap cepat. Nyaris sekali. Pemuda cantik itu menarik nafas dengan susah payah, menjilat bibirnya yang kemerahan dan menangkupkan kedua tangannya di rahang Kenki. Ditatapnya kedua bola mata gelap milik tunangannya itu. Sedikit tak fokus karena tertutup kabut gairah tapi Mitsuya terus mencari-cari sampai akhirnya ditemukannya sebuah celah dan ia memandang dalam-dalam sambil tersenyum penuh cinta. Memeluk erat tunangannya, sekaligus mengeratkan cengkeramannya di bawah sana sekeras yang ia bisa, Mitsuya berbisik.
"Aishiteru. Kenki no subete." Tepat di sebelah telinga Kenki dan mengecup pemuda itu dengan penuh perasaan.
Kenki memaksa matanya tetap terbuka karena dalam saat-saat seperti ini tunangannya sungguh tampak cantik sekali. Bahagia luar biasa rasanya saat ditatap dan diberikan senyum penuh cinta seperti itu oleh orang yang paling disayanginya di seluruh dunia. Ia rela menemani Mitsuya menonton acara apapun walau tidak mengerti, menyertai Mitsuya belanja walaupun tak ada habisnya, dimarahi dan dicubiti tiap hari pun Kenki rela. Asal Mitsuya tetap di sisinya dan menatapnya seperti ini, Kenki merasa sanggup melakukan apapun. Tapi bisikan Mitsuya dan kecupan sayangnya sungguh merampas sisa-sisa kendali dirinya yang tinggal secuil. Dibalasnya ciuman Mitsuya dengan penuh rasa cinta sebelum akhirnya membenamkan wajah ke bahu Mitsuya, tersengal dan membiarkan gelombang kenikmatan yang sejak tadi terbangun di dalam dirinya meluap, menumpahkan segala yang dirasakannya ke dalam tubuh tunangannya bersama satu kata yang dibisikkannya, nama Mitsuya.
Tak ada yang bisa membuat Mitsuya merasa lebih puas dibanding saat merasakan tubuh Kenki bertaut, mendekapnya dengan lebih erat dan membisikkan namanya bersamaan dengan sesuatu yang hangat dilepaskan ke dalam tubuh Mitsuya. Caranya melepaskan diri begitu saja dalam kenikmatan dalam pelukan Mitsuya sungguh membuat Mitsuya makin jatuh hati pada pemuda itu. Tapi saat ini Mitsuya tak terlalu memikirkan itu. Ia butuh pelepasannya sendiri saat ini juga karena segalanya sudah sangat tak tertahankan. Diselipkannya tangannya ke antara tubuh mereka, menangkup di atas tangan Kenki yang masih menggenggam kemaluan Mitsuya dan mulai menarik dengan cepat. Pinggul Kenki yang masih menyentak pelan dan beberapa tarikan kuat membuat Mitsuya melempar kepalanya ke belakang dan menyerah pada kenikmatan itu. "Kenki~"
Kenki memeluk Mitsuya erat-erat sambil menunggu sentakan-sentakan tubuhnya terpuaskan, sambil nyaris tanpa berpikir menggenggam dan menarik kemaluan Mitsuya. Membiarkan cairan hangat dari ujung kemaluan Mitsuya membasahi genggamannya sementara menunggu tubuhnya selesai melepaskan ke dalam tubuh Mitsuya. Aroma khas seks bercampur keringat dan Mitsuya membuatnya merasa tenang dan sedikit mengantuk. Kenki tersenyum dan mengecup sisi wajah Mitsuya. "Micchi saikou."
Mitsuya kembali memeluk Kenki, lebih lembut dan lebih hangat. Menunggu beberapa saat sampai klimaksnya berlalu lalu tertawa kecil. "Hmm... Kenki mo."
"Ureshii," Kenki menghirup aroma Mitsuya dalam-dalam sambil perlahan beringsut membawa Mitsuya berbaring di sofa. Tanpa benar-benar menarik keluar, ia merengkuh Mitsuya ke dalam pelukan hangat dan mengaitkan kaki mereka, mencium kelopak mata tunangannya dengan sayang.
Mitsuya mengelus punggung Kenki yang lembab. Bibirnya mengecupi garis rahang dan dagu tunangannya itu. "Tak mau pindah ke dalam?" bisiknya pelan. Dalam hati ia senang karena Kenki tak langsung menarik dirinya keluar sebab ia masih ingin merasakan Kenki di dalam tubuhnya sebentar lagi saja.
"Mmmm, nanti saja," sahut Kenki, menggigit lembut ujung hidung Mitsuya sembari mengelus rambut halus tunangannya. Ia sudah terlalu nyaman bergelung bersama Mitsuya di sana, tempat yang sempit berarti ia bisa menempel pada Mitsuya lebih lekat.
"Hmmm..." Mitsuya tak benar-benar menyahut, membenamkan wajahnya ke lekuk leher Kenki dan mendesah pelan. "Kenki hangat~" bisiknya manja.
Kenki mengecup puncak kepala Mitsuya. Ia makin merasa mengantuk. "Bau Micchi enak."
Mitsuya tertawa pelan. "Kenki aneh deh. Bau keringat begini kok." sahutnya setengah merajuk. Perlahan Mitsuya memejamkan matanya. Bukan karena mengantuk, hanya merasa luar biasa nyaman dan hangat. Berharap dalam hati kalau mereka bisa seperti ini seharian. Atau mungkin sampai besok.
"Harum kok," kilah Kenki dengan mata terpejam dan wajah setengah terbenam dalam rambut cokelat Mitsuya. Ia selalu merasa nyaman setiap sedang memeluk tunangannya yang cantik, dan hanya dalam beberapa tarikan napaspun ia terlelap.