Fandom: Tennis no Oujisama Musical 2nd Season x Samurai Sentai Shinkenger
Pairing: Wada Takuma x Matsuzaka Tori
Rating: R
Warning: BL, AU, a bit NSFW, OOC
Disclaimer: MMV, Top Coat, Toei & respective agency offices.
Note: Oke. Tadinya mau nerusin wedding series, tapi kok jadinya malah nulis ini LOL Enjoy saja yes.
Hentakan halus pinggulnya perlahan mulai berhenti, seiring dengan gelombang hebat yang mulai surut meskipun tubuhnya masih bergetar pelan dan percikan-percikan halus masih menyisa dan menggoda lembut tiap sendi dan indra perasanya. Takuma menghela nafas pelan, perlahan otaknya kembali bekerja dengan normal dan memberikan sinyal sentuhan lembut di pundaknya, bergerak ke arah lengannya lalu naik lagi disusul dengan kecupan ringan dan hangat di pipinya. Takuma membuka mata, melihat temannya yang ternyata masih menutup mata dan menghela nafas berkali-kali. Takuma tersenyum dan mengecup lembut puncak hidung Tori.
“Daijoubu?” tanyanya pelan, masih dengan suara yang agak serak dan Takuma berdeham untuk mengembalikan suaranya. Disibakkannya helaian poni yang lembab dari dahi temannya sementara pemuda berkulit coklat itu mengangguk dan tertawa agak tersipu. Pelan, dibukanya matanya dan manik kecoklatan itu tampak berbinar.
“Un. Daijoubu.” sahut Tori dalam bisikan pelan.
Takuma mengangguk dan sekali lagi mengecup Tori --kali ini di pipi. Setelah sekian menit yang terasa cukup lama dan tak satupun di antara mereka yang mengucapkan apapun, Takuma pun mengangkat tubuhnya, perlahan menarik dirinya dari kehangatan tubuh Tori. Tertawa canggung saat merasakan sesuatu yang hangat mengalir menyusul dan wajah Tori bersemu merah. Mereka berbaring berdampingan, meredakan nafas dan menyerap habis seluruh sisa sensasi yang masih ada.
Tangan Tori bergerak perlahan, ujung-ujung jarinya yang lentik menyentuh telapak tangan Takuma yang hangat. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyum kecil saat jari-jarinya digenggam erat.
Upacara kelulusan sudah selesai dan Tori berpikir, sudah saatnya ia bergerak maju dari titik ini. Dia tak bisa selamanya menggantungkan diri pada Takuma dan memutuskan untuk memusatkan perhatiannya pada pilihannya menjadi dokter spesialis olahraga. Takuma tersenyum lembut saat Tori mengutarakan hal itu padanya.
“Semuanya terserah padamu.” jawabnya dengan penuh perasaan. Tanpa banyak tanya. Tanpa banyak komentar. Tanpa argumen.
Entah kenapa dia tak bisa jatuh cinta pada pemuda itu.
Takuma menoleh padanya. “Jangan dipikirkan.” lalu mengarahkan perhatiannya kembali ke langit-langit kamarnya. “Nanti rasanya aneh.”
Mau tak mau tawa Tori tersembur tapi tak berkomentar apapun. Takuma bergerak, memiringkan tubuhnya untuk menghadap Tori, membawa tangan mereka untuk diletakkan di antara kepalanya dan kepala Tori. “Kau akan baik-baik saja?”
Tori menggeleng. “Tidak tahu.”
Takuma mengangguk. “Kau tahu harus mencariku di mana.”
“Lalu buat apa aku bilang kalau ini yang terakhir?” Rengutan lucu di bibir Tori membuat Takuma mengangkat tangannya yang lain dan menyentuhkan ibu jarinya dengan lembut ke bibir Tori.
“Maksudku,” Takuma meringis karena Tori menggigit ibu jarinya, “kalau kau butuh teman bicara. Kecuali kalau yang kau maksud dengan ‘yang terakhir’ itu adalah tidak menemuiku sama sekali.”
Tori melipirkan matanya ke samping, menghindari kontak mata dengan Takuma.
“Oh. Begitu.”
Mata Tori meredup. “Maaf...”
“Tak apa.” ucap Takuma nyaris berbisik.
Beberapa detik kemudian kedua alisnya mengerut bingung saat melihat sudut-sudut bibir Tori berkedut dan bahunya perlahan terguncang. Takuma harus memukul pemuda jahil itu saat Tori tertawa terbahak-bahak.
“Ba~ka! Aku bukan tipe yang meninggalkan teman begitu saja, tahu. Apalagi yang aku tahu bisa kuandalkan seperti dirimu.” ucapnya seraya meleletkan lidah.
“Bercandanya tidak lucu, tahu.”
Tori beringsut mendekat, merebahkan kepalanya di pundak pemuda super tampan itu. “Serius nih. Aku tahu aku tak akan mungkin bisa bertahan kalau tak ada dirimu. Aku tahu aku tidak bisa menyiksa diriku terus menerus seperti ini dan yang jelas, aku tak bisa membiarkanmu ikut tersiksa karena aku. Tapi aku merasa aku akan bisa bertahan hanya dengan telinga dan punggungmu.”
Takuma nyaris tertawa dengan penjelasan yang terdengar begitu aneh itu dan pasti sudah akan menendang Tori keluar seandainya dia tak begitu sayang dengan pemuda itu.
“Aku masih akan ditraktir makan malam?” Takuma menggerak-gerakkan alisnya.
“Apa sih yang tidak untukmu, Wada?” Tori memutar bola matanya.
Takuma tertawa, terdengar ringan dan hangat. Tori menatapnya lekat-lekat, sungguh-sungguh iri dengan siapapun yang kelak dipilih Wada untuk mendampinginya. Begitu tampan, begitu ramah, begitu baik hati. Tori tak tahu bagaimana caranya dia harus membalas apa yang dilakukan Takuma untuknya. Sekedar ucapan ‘terima kasih’ dan traktiran makan malam jelas tak akan cukup. Karena itu, Tori mengangkat tubuhnya dan mencium Takuma. Benar-benar mencium dan bukan hanya sekedar memagut bibir dan mengecap lidah. Dinikmatinya sungguh-sungguh kontur bibir Takuma, rasanya yang hangat, lembut dan manis, menyampaikan rasa terima kasih yang tak terucap dan rasa sayang yang tulus.
Takuma tertegun dan terus terang sedikit gelagapan. Butuh beberapa detik untuknya sebelum merilekskan tubuhnya dan perlahan membalas ciuman Tori. Ditekannya dalam-dalam sesuatu yang mengancam untuk merebak dalam dadanya. Mereka tak butuh yang lebih rumit daripada ini. Meskipun dia tak bisa menahan bagian bawah tubuhnya yang mulai berdenyut hangat lagi. Matanya mengerjap bingung saat Tori bergerak turun, merunduk di antara kedua kaki Takuma. Tangannya mengelus lembut dan menggengam hangat lalu memijat lembut.
“Matsuzaka...” Takuma menggeleng, merasakan dirinya menegang dengan cepat.
Pemuda berkulit kecoklatan itu tersenyum menenangkan, mengangkat tubuh dan menjepit pinggul Takuma di masing-masing sisi dengan kedua lutut. “Sekali lagi. Kali ini benar-benar yang terakhir.” bisiknya yang entah kenapa terdengar begitu seksi. Takuma hanya sanggup menelan ludah saat Tori membimbingnya masuk. Takuma hanya sanggup mengerang karena Tori mengambil alih kontrol tubuhnya. Bergerak pelan dan erat, menyiksa Takuma dengan sensasi yang bertubi-tubi. Sepertinya dia memang sengaja, pikir Takuma saat memberanikan diri untuk balas menatap mata Tori.
Matanya pun menutup perlahan, menyerahkan diri sepenuhnya untuk dipuaskan dan mereguk dalam-dalam dan hanya sanggup melenguh panjang saat kenikmatan itu menghempas tubuhnya untuk kedua kalinya.
*****
Tori menciumnya sekali lagi saat Takuma mengantarnya ke pintu. Tangannya menggerut kerah kaus Takuma kemudian tersenyum dengan begitu manisnya.
“Arigatou.” Bisiknya. “Hontou ni... arigatou.”
Takuma mengangguk, menyusupkan tangannya ke tengkuk Tori dan menariknya mendekat untuk mengecup keningnya dengan sayang.
Entah kenapa, dia berpikir kalau Tori akan baik-baik saja. Kalau dirinya pun akan baik-baik saja.
-end-
HUAUUUUUUUUUUUUUUUUUNNGGG.
ReplyDeleteEntah kenapa, gue sediiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih banget pas baca awalnya. Mereka hancur banget awalnya ya, terutama Tori. Kalau gak ada satu sama lain, entah udah jadi apa mereka. Hiks.
Kuma-chaaaaaaaaaaan, mengapa sangat dewasa dan baik hati, hiks.
Waktu lagi mikirin weddingnya pasangan eksibisionis itu, gue kok merasa gue butuh bikin closure buat mereka berdua ini. Biar ada pantes2nya dikit gitu (apa sih maksud lo, Panda? XD;;) dan karena gue merasa bertanggung jawab sudah bikin segitu menderitanya, jadi gue gak pengen bikin yang terlalu dramatis *sighs*
ReplyDeleteKenapa mereka cuma fanon ya? *dicakar kucing*
Ngh. Baca ini pun gw sediiihhh. Meskipun tau nanti Tori bakal punya bocchan dan jadi bakappuru... meskipun tau bahwa nanti Kuma akan kepincut jadi tukang ngangon kucing... tetep sedih. T^T
ReplyDeleteShiawase ni nare, omaetachiiii! *susut ingus*
'kenapa dia tak bisa jatuh cinta pada pemuda ini.'
ReplyDeletekarena kalian sama-sama pedo. *banting meja* NANDEEEE? NANDEEEEEEEE? T_T
Kenki: karena...
Shiawase ni natta yooo~~
ReplyDelete*uyel2 tanuki*
kenapa ada KENKI? LMAO
ReplyDeletenyahahahaha biarkan saja jadi pertanyaan tak terjawab *disruduk dan dibor*
Yokatta neee~ *hearts*
ReplyDelete*ngusel*
Seenggaknya, Tori dan Kuma punya anak satu *lirik Suda*
ReplyDelete*ditabrak*
datte!! Memang anaknya kan?!!! Apa gue bilang! *beneran ditabrak*
ReplyDeleteAnaknya bocchan sama sensei kan yang pakai sepatu pink dan baju merah tempo hari itu, si bayi celeng.
Sediiiiihnyaaaaaa!! Begitukah cara mereka putus?? Manispahitindah~
ReplyDeleteBochan : ga pacaran woi!!!
Tori waktu itu mata hatinya pasti lagi minus 200 sampe ga bisa jatuh cinta sma suami ideal macam Kuma, hawuu~ kuma kau memang kumami *gigit kuma*
Bocchan bahkan GAK TAU mereka pernah kaya gini, OOOIII~!! XDDDD
ReplyDeletedan tak pacaran puuuun
LMAOOOOOOOOOOOO
ReplyDeleteMa-kun lama2 krisis identitas! XDDD
*pasang sorban*
ReplyDelete*cegat tori yg lagi jalan sendiri*
Hei anak muda.. Kesinikan tanganmu. Hmm..seorang kaki panjang menunggumu dibangku taman dengan kotak bekal. Dan seekor kucing cantik akan datang, memuaskan keingintahuanmu..
Tori : ...= =a...
LOLWHUT
ReplyDeleteabisannya ga tahan liat sensei bertanya2 sendiri tentang masa depan.. XDD
ReplyDeleteTori.... Kuma.... *hugs*
ReplyDeleteUntunglah kalian sudah berbahagia dengan Ma-kun dan Yuuki sekarang ( ; ___ ; )
.............................*kulanjutkan deh WLnya*
ReplyDelete@Nei you should! *tackles sayang*
ReplyDeletelol because. Actually intermezzo itu dibuat untuk membuktikan kebaikan hatinya Kuma. *tetep*
ReplyDeleteUdah gak bisa diapa-apain lagi ya, Kuma itu? XDDDDD
ReplyDeleteIyaaaaa. :D
ReplyDeleteOh Kuma, saking baiknya sampe sambil menyelam minum air, ntar kembung lho
ReplyDeleteNyaris tenggelem ituuuuu XDDDDD
ReplyDeletewajahnya itu memang wajah yg gak bisa diapa apain. XD *jadi penjahat dong Kuma, nyengir gitu kaya' Hiro*
ReplyDelete....................... *ngakak*
ReplyDelete