Fandom: Prince of Tennis Musical 2nd Season
Pairing: Wada Takuma x Ogoe Yuuki
Rating: NC-17
Warning: BL, AU, OOC, bondage
Disclaimer: respective agency offices. We do not own anything and/or anyone. No profit gained. No harm intended.
Note: SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE-17, OGOE YUUKI~! Semoga makin ndosani dan makin jago membuat tante-tante (dan beruang coklat di sana itu) makin resah ♥
Yuuki menjengukkan kepalanya ke koridor rumah sakit yang lengang. Bangunan terpisah yang menjadi bagian poliklinik gigi dan bedah mulut itu sepi sekali. Ia bahkan tak bertemu siapapun sejak memasuki pintu depan gedung. Wajar saja sih, karena memang sudah malam dan biasanya poliklinik hanya buka sampai pukul empat sore. Tapi Yuuki masih melihat mobil Takuma terparkir di depan gedung, maka ia masuk tanpa ragu. Menyusuri koridor, menaiki tangga ke lantai dua kemudian berbelok ke kanan, dan akhirnya tiba di depan pintu salah satu kamar praktek yang sangat familiar baginya.
Tanpa sadar Yuuki menarik-narik lengan cardigan ungu yang menutupi kaus berkerah V yang dipakainya. Dasar Micchi, sepupunya itu memilih satu-satunya baju Yuuki yang berwarna ungu. Tapi masih untung Micchi mau membawakan baju ganti, kalau tidak Yuuki harus datang memakai seragam olahraganya.
Diraihnya pegangan pintu kemudian langsung membuka pintu itu tanpa mengetuk. "Kuma?" panggilnya.
Takuma menoleh saat mendengar suara pintu ruangannya terbuka dan namanya dipanggil oleh sebuah suara yang familiar. Ingin tersenyum tapi kemudian langsung merasa bersalah karena sudah mengundurkan janji kencan mereka padahal ini hari ulang tahun Yuuki. Tapi dia tak bisa apa-apa karena mendadak Kazuki menelepon ke ruangannya dan meminta laporan untuk bulan itu harus selesai sebelum besok pagi.
Namun senyumnya tetap mengembang begitu melihat Yuuki yang tampak begitu manis dengan cardigan ungunya dan rambut yang di-style sedikit. Takuma harus berterima kasih pada Mitsuya karena itu pasti hasil karya pemuda cantik itu. Takuma melambaikan tangan pada Yuuki untuk masuk. Begitu Yuuki berhenti di sampingnya, Takuma meletakkan tangannya yang besar di pinggang Yuuki.
Senyumnya melebar. "Sebentar ya. Sudah mau selesai kok."
Yuuki meletakkan tangannya di atas tangan Takuma dan mengangguk. Ditinggalkannya Takuma dengan pekerjaannya kemudian iseng duduk di kursi pasien setelah meletakkan ranselnya di lantai. Ia bersandar nyaman dan meletakkan kakinya di penopang, kemudian mengeluarkan ponsel dari saku dan mengirimkan pesan pada Micchi. Memberitahu bahwa ia sudah sampai di tempat praktek Takuma karena tadi sudah berjanji.
Pipinya sedikit menggembung, agak kesal karena rencana yang sudah disusun jauh-jauh hari jadi harus mundur beberapa jam karena Takuma sibuk. Yuuki mengerti, paham sekali bahwa orang dewasa yang sudah bekerja sesekali pasti direpotkan oleh hal-hal tak terduga. Tapi hari ini ulangtahunnya, tak salah kan kalau ia ingin segalanya berjalan seperti keinginannya?
Ponsel Yuuki bergetar menunjukkan pesan balasan dari Micchi yang mengatakan kalau sepupunya itu sudah sampai di rumah setelah diantar Kenki. Micchi sih enak, tak berpaut umur terlalu jauh dengan tunangannya, pikir Yuuki. Tapi ia juga tak ingin merajuk lama-lama karena tak mau dianggap anak kecil.
Melihat Yuuki yang tak berkata apa-apa, Takuma tahu pacar mungilnya itu pasti ngambek. Takuma menggigit bibir agar tak tertawa. Dia mengerti sih kalau Yuuki kesal. Ini perayaan istimewa dan seharusnya Takuma tak membiarkan pekerjaan mengganggu. Tapi Takuma menganggap lebih baik dia selesaikan saat itu juga sebelum wajah direkturnya makin masam. Meskipun Takuma harus membatalkan reservasi di sebuah restoran sushi yang cukup ramai di Shibuya dan mengalihkannya pada Tori daripada mubazir. Sambil memeriksa pekerjaannya dan mengirim email, Takuma memutar otak mencari alternatif tempat makan yang lain.
Takuma jarang keluar dan hanya makan di luar kalau diajak. Ulang tahunnya dan ulang tahun Yuuta pun hanya dirayakan kecil-kecilan di warung ramen dekat rumah. Takuma melirik ponselnya, berniat menelepon Tori meminta saran. Tapi mungkin sebaiknya dia bertanya pada yang berulang tahun. Siapa tahu Yuuki punya ide. Takuma pun menoleh dan langsung terpaku. Yuuki, duduk di kursi pasien dengan kaki terbuka menumpu di sandaran lengan. Pipinya menggembung lucu dan matanya yang besar terpaku pada layar ponselnya. Mungkin untuk orang lain, pemandangan itu biasa saja. Tapi tidak untuk Takuma.
Takuma beranjak mendekat, meletakkan tangannya di sandaran lengan, dekat dengan kaki Yuuki dan menunduk. "Jangan cemberut dong. Aku kan sudah minta maaf tadi di telepon."
"Aku tidak cemberut kok," Yuuki berkilah lalu menggigit-gigit bibir bawahnya. Ibu jari kanannya sibuk menekan tombol ponsel, padahal tidak melakukan apa-apa, hanya melihat daftar entri di phonebooknya saja. Diam-diam ia mencuri pandang sekilas ke wajah Takuma di depan wajahnya. Dokter gigi muda itu memasang raut muka menyesal, dan seperti biasa tampak tampan sekali. Membuat Yuuki harus merundukkan kepala makin dalam untuk menyembunyikan wajahnya yang menghangat.
Manis sekali. Takuma harus menggigit bibir atau dia akan mengigit Yuuki saat itu juga. Disentuhnya dagu Yuuki dengan jari telunjuknya memaksa dengan lembut agar Yuuki mengangkat wajah dan sungguh, semu kemerahan di pipi Yuuki membuatnya terlihat begitu imut.
"Kalau tidak cemberut, ini apa namanya?" tanyanya seraya menyentuhkan bibirnya ke pipi Yuuki yang masih menggembung.
Yuuki menggembungkan pipinya makin besar. Dikerutkannya dahinya sambil menatap Kuma. "Cemberut itu yang seperti ini," sahutnya sambil berpura-pura makin cemberut. Padahal dadanya berdebar-debar riuh hanya karena sentuhan sekilas bibir Takuma.
Takuma menggerakkan alisnya dan tertawa pelan. Dikecupnya sekali lagi pipi yang makin menggembung itu dan mengggigit gemas. Lalu mencubit pipi yang satu lagi dan mengecupnya juga. "Aku harus bagaimana supaya dimaafkan?" Tanya Takuma sambil menggesekkan ujung hidungnya ke bibir Yuuki lalu mengecup dagu pemuda itu.
Yuuki menyilangkan tangannya di depan dada dan melengos. "Tak tahu. Kuma cari tahu saja sendiri."
"Memangnya tak pernah diajari kalau ada yang meminta maaf, harus dimaafkan?" Kali ini Takuma mengecup kembali pipi Yuuki lalu mencium rahangnya yang mulus. Jerawat-jerawat kecil di pipi Yuuki justru membuat pemuda itu terlihat lucu. Dikecupnya sekali lagi pucuk hidung Yuuki lalu naik ke kening untuk turun ke pelipis, tulang pipi, dan berhenti sejenak di depan bibir Yuuki yang merah menggoda tapi Takuma malah kembali mengecup pipi yang empuk itu. Tangannya diletakkan dengan lembut di atas lutut Yuuki, bergerak sedikit ke atas. Ibu jarinya mengelus lembut kaki yang terbalut celana jeans itu. Takuma mencium bagian bawah dagu Yuuki, membuatnya mendongak sedikit lalu menggesekkan ujung hidungnya dengan ujung hidung Yuuki.
"Masa sedang ulang tahun begini malah cemberut? Nanti tak lucu lagi loh."
Yuuki meraih belakang kepala Takuma dan mencondongkan muka menggigit puncak hidung Takuma yang mancung, agak lebih keras dari biasanya. Kemudian dilepaskannya lagi pegangannya, tapi karena tak tahu harus melakukan apa dengan tangannya, Yuuki menaruhnya di pangkuan.
"Jadi Kuma juga tidak akan cemberut walaupun harus menunggu berjam-jam di hari ulang tahun? Untung saja tadi teman-teman dan para senpai tampak kasihan padaku dan mentraktirku makan burger. Kalau tidak aku bisa kelaparan." Yuuki meleletkan lidahnya.
Takuma meringis, karena gigitan Yuuki dan ucapannya. Diambilnya satu tangan Yuuki untuk dikecup. "Aku tidak pernah dibuat menunggu di hari ulang tahunku karena memang tak ada siapa-siapa. Tapi aku mengerti kok kalau Yuuki kesal."
Takuma mengarahkan pandangannya pada Yuuki dan meminta maaf sekali lagi dengan tulus. "Maaf ya." Kemudian disurukkannya kepalanya ke lekuk leher Yuuki dan menyentuhkan bibirnya ke kulit putih mulus yang beraroma manis itu. "Yuuki boleh minta apapun padaku deh." bisiknya.
Napas Yuuki tercekat sesaat ketika mendengar kata-kata Takuma. Ia tahu dokter gigi itu memang tak punya banyak teman, apalagi kekasih. Tapi mendengar Takuma mengatakannya seperti itu membuat Yuuki merasa sedikit bersalah. Ia punya banyak teman, banyak senpai dan juga Micchi yang selalu menemani hari-harinya. Dan kini ia juga punya Takuma, Takuma yang begitu baik dan menyayanginya.
Yuuki beringsut gelisah dan menggigit bibirnya sebelum akhirnya berujar lirih, "Aku... hanya ingin dipeluk Kuma."
Takuma tersenyum lebar dan tanpa banyak kata menyelipkan kedua lengannya ke sekeliling pinggang dan punggung Yuuki. Dirapatkannya dada mereka, merasakan denyut jantung Yuuki yang terasa sedikit cepat. Tangannya mengelus pelan dan bibirnya mengecup pipi Yuuki seperti tak pernah bosan. "Begini saja?"
Yuuki melingkarkan lengannya ke bahu Takuma dan menyurukkan wajahnya ke jas putih Takuma. Menghirup aroma khas Takuma dan kemudian beringsut menyentuhkan bibirnya ke titik di mana pembuluh darah Takuma berdenyut di balik kulit lehernya.
"Aku... mmh, ingin dicium Kuma," bisiknya sedikit malu.
Takuma beringsut, melebarkan kaki agar bisa duduk dengan nyaman di depan Yuuki di atas kursi pasien itu. Sambil mengeratkan pelukannya, Takuma merasakan bulu kuduknya meremang akibat efek sentuhan Yuuki di lehernya.
"Hmm..." Takuma menunduk dan tersenyum saat Yuuki pun mengangkat wajahnya. Takuma mencuri pandang ke arah mata Yuuki lalu memandang sepasang bibir mungil yang berwarna pink itu. Takuma baru sadar kalau bibir Yuuki agak mengkilap, terkesan basah dan lebih penuh.
Strawberry, pikir Takuma saat menyentuhkan bibirnya dan menekan lembut. Pasti ulah Mitsuya juga. Namun Takuma harus mengakui ia salut dan sedikit tersanjung karena Yuuki mau sedikit bergaya hanya untuk keluar dengannya. Takuma membuka bibirnya, mencium bibir bawah lalu yang atas. Memagut lembut keduanya kemudian tersenyum.
Yuuki beringsut mundur, memberikan tempat lebih lebar untuk Takuma, walaupun membuat ia sendiri terhimpit ke sandaran kursi. Pelan diangkatnya wajahnya, berdoa dalam hati agar wajahnya tidak tampak terlalu merah saat menatap sepasang mata Takuma yang kelam. Jantungnya langsung bergegas memburu saat Takuma mendekatkan wajahnya, dan ia memejamkan mata, tak ingin membuat wajahnya lebih tersipu lagi karena memandang wajah tampan Takuma yang begitu dekat dengannya. Tanpa sadar tangannya menggerut jas putih Takuma di bagian bahu saat dokter itu mulai menciumnya hangat.
"Yuuki harum" bisik Takuma, merasa senang dan sedikit melayang. Selalu seperti ini tiap kali ia mencium Yuuki. Dipagutnya lagi bibir bawah pacarnya itu lalu menyapukan lidahnya dengan lembut, memancing Yuuki untuk membalas atau lebih baik lagi, membuka mulutnya dan mengerang. Saat bibir yang tengah dinikmatinya itu membuka sedikit, Takuma menggoda bagian dalam bibir Yuuki dengan lidahnya. Ditariknya keluar untuk kembali menelusuri garis bibir Yuuki dengan ujung lidahnya. Sementara itu, Takuma mulai merebahkan tubuhnya ke atas tubuh Yuuki, menekan lembut hingga pemuda mungil itu harus benar-benar rebah ke sandaran.
"Aku...mmmh, sempat mandi dulu di ruang klub," sahut Yuuki pelan, menikmati sapuan lidah dan tekanan bibir Takuma yang membuatnya makin gelisah. Dirasakannya Takuma yang mendesak makin rapat, merasakan bobot tubuh Takuma yang sudah dikenalnya tapi entah kenapa hari ini terasa berbeda. Mungkin karena mereka masih di ruang praktek Takuma yang notabene termasuk tempat umum.
Tapi Yuuki tak peduli. Detak jantungnya makin riuh terasa memukul dinding dadanya dan ia tak ingin Takuma berhenti menyentuhnya. Yuuki mengeratkan pelukannya di bahu Takuma, mendesah dan mengerang memanggil nama Kuma.
Hanya erangan kecil itu dan selangkangan Takuma mulai terasa tak nyaman. Sejenak diliriknya pintu ruang prakteknya yang menutup rapat, menajamkan pendengaran dan tersenyum simpul karena tak mendengar apa-apa. Takuma pun kembali memasukkan lidahnya, kali ini lebih dalam dan menggoda lidah Yuuki yang menyambutnya dengan semangat. Dijentikkannya ujung lidahnya dengan lidah Yuuki dan menggeram senang saat Yuuki mengulum lidahnya. Manis. Manis sekali. Satu tangannya menyelip ke antara tubuh mereka dan menyentuh bagian depan selangkangan Yuuki.
"Tak ada yang lain?" Bisiknya seraya menggigit bibir Yuuki.
"Angh~!" Yuuki mengerang keras tanpa sadar, pinggulnya refleks mengejar sentuhan Takuma di bagian tubuhnya yang mulai melonjak bersemangat. Telapak tangan Takuma yang besar terasa hangat menembus jeansnya, dan Yuuki membenamkan wajahnya ke jas putih yang masih dikenakan Takuma. Sambil menggerut dan menarik bagian punggung jas Takuma, ia berbisik lirih dengan wajah terasa terbakar.
"Nnnh... aku ingin... hngh, ingin Kuma... di... angh, di dalam tubuhku... Mmmmh."
Takuma tertawa pelan. Bukan karena merasa lucu atau apa tapi karena hanya itu yang bisa dilakukannya mendengar permintaan yang begitu jujur dan terkesan nakal itu. Selama ini Yuuki tak pernah memintanya secara langsung seperti itu. Pemuda mungil itu akan menggoda Takuma sampai Takuma menyerah dan kemudian merasa bersalah sekali. Dan caranya meminta sambil mengerang begitu, Takuma jelas tak bisa menolak.
Entahlah, hari ini memang terasa sedikit berbeda tapi Takuma tak keberatan, sungguh. Karena itu, dilumatnya bibir Yuuki sebelum mengangkat tubuhnya dan mulai berkutat dengan kancing dan risleting jeans Yuuki. Tersenyum lebar saat sebuah tonjolan menyembul dari celah risleting yang terbuka, tertahan lapisan boxer biru tua. Takuma mengaitkan jari-jarinya ke pinggang celana itu dan mulai menariknya lepas bersamaan dengan celana dalam Yuuki.
Yuuki merasa wajahnya seperti terbakar hebat setelah mengatakan permintaan itu. Apalagi setelah mendengar suara tawa Takuma setelahnya. Tapi ia tidak menyesal telah mengatakannya. Toh ia sudah mulai dewasa, tidak harus selalu menunggu Takuma menyadari arti isyaratnya. Dan tentu saja Yuuki tidak menyesalinya sama sekali saat Takuma mulai melucuti celananya. Ia melepaskan pelukannya untuk menopang tubuh, agar Takuma lebih mudah melepaskan celananya dalam sekali tarik. Yuuki mendesis saat kulitnya yang panas terpapar udara tempat praktek yang memang selalu lebih dingin dari yang biasanya Yuuki sukai. Ia mengangkat wajah dan menemukan Takuma menatapnya sambil tersenyum lebar.
Tiba-tiba terserang rasa malu hebat entah mengapa, Yuuki menutupi bagian wajahnya dengan tangan, menggigit punggung tangannya sendiri untuk meredam desahan yang hendak meluncur dari bibirnya.
Takuma menyentuh tangan Yuuki dan menariknya menjauh dari wajahnya yang bersemu merah. Dikecupnya punggung tangan pacarnya itu dengan lembut.
"Yuuki yang malu-malu begini tak seperti Yuuki." ujarnya. "Tapi bukan berarti aku tak suka." tambahnya cepat dan mencium Yuuki sebelum Yuuki merengut.
Tangannya bergerak menutup di kemaluan Yuuki dan menggenggam mantab. Ditatapnya mata Yuuki dalam-dalam saat mulai bergerak dari atas ke bawah dengan pelan. Ibu jarinya menggerut pelan kepala kemaluan Yuuki tiap kali tangannya bergerak ke atas. Duduk kembali di hadapan Yuuki, Takuma berujar, "Kapan saja Yuuki mau."
"Apa maksud... aaangh!" kalimat Yuuki harus terputus erangan panjang karena tangan Takuma yang besar menggenggam kemaluannya hangat. Yuuki terengah, menggenggam erat kedua sandaran lengan di kursi sambil menarik lutut kirinya ke dada.
Takuma selalu tahu cara untuk membuatnya menjerit, selalu tahu bagian mana dari tubuh Yuuki yang perlu ditekan keras, atau dibelai lembut. Ibu jari Takuma menggerut kepala kemaluan Yuuki, sedikit masuk ke celah di sana dan Yuuki memekik. Tersengal-sengal, ia menatap Takuma dan sedikit mendorong bahu Takuma dengan kaki kirinya. "Buat aku mengatakannya."
Celananya langsung terasa dua kali lebih sempit. Erangan Yuuki dan ekspresi wajahnya benar-benar perangsang paling ampuh dibanding apapun juga. Takuma menggerakkan tangannya lebih cepat, memutar dan menekan di titik-titik strategis. Puas merasakan kemaluan Yuuki mengeras dan makin hangat dalam genggamannya. Ia lalu merosot turun, memposisikan dirinya di pijakan kaki kursi pasien itu. Dengan kaki kirinya, Takuma menendang kaki lampu periksa dan meja peralatan.
Tubuhnya bersandar nyaman ke bantalan kursi, mengernyit saat kemaluan tertekan. Dibukanya kaki Yuuki dengan satu tangan wajahnya dimajukan untuk menyusuri bagian dalam paha Yuuki yang seputih susu dengan bibirnya. Takuma melirik ke atas dan tersenyum bangga melihat dan mendengar Yuuki mendesah dan mengerang. Satu jilatan panjang dari tengah ke atas sampai nyaris menyentuh kemaluan Yuuki. Dengan satu tangan, Takuma mendorong kaus yang dikenakan Yuuki, mencari tonjolan di dada kekasihnya. Menarik pelan dengan ibu jari dan telunjuknya seraya mengecup ujung kemaluan Yuuki yang mulai basah. Melirik ke atas lagi, Takuma menarik tangannya dari kemaluan Yuuki dan bergerak ke bawah untuk mengelus jalan masuk ke tubuh pemuda mungil itu. Menekan beberapa kali untuk menggoda dan menjulurkan lidah menggoda ujung kemaluan yang kemerahan. Dipastikannya Yuuki menikmati semua itu dan Takuma menggeram saat melihat tubuh Yuuki menggelinjang pelan.
Yuuki sebenarnya ingin protes saat Takuma melepaskan kemaluannya, karena demi Tuhan rasanya nikmat sekali. Tapi kata-katanya tertahan di tenggorokan saat melihat wajah Takuma di antara kedua pahanya, memandangi kemaluannya yang tanpa malu-malu mulai mengeluarkan cairan. Takuma mulai menyentuh kulit paha Yuuki dengan bibir dan tangannya, dan Yuuki mengerang saat lidah Takuma berhenti hanya beberapa senti dari kemaluannya. Pun ia tak bisa menahan tubuhnya untuk tidak menggeliat resah saat Takuma menggoda tonjolan di dadanya. Tapi sentuhan menggoda Takuma di jalan masuk tubuhnya, hanya seperti menggoda dan tidak benar-benar menekan masuk, membuat Yuuki tak tahan untuk menggelinjang dan protes sembari meraih helai-helai rambut Takuma dan menariknya pelan.
"Kumaaa, ngh. Jangan menggodaku~"
Takuma tersenyum, menggeleng pelan dan menggunakan lidahnya untuk menjilat ujung kemaluan Yuuki dalam sapuan-sapuan panjang sampai pemuda itu mengerang dan mengangkat pinggulnya.
"Anggap saja ini bonus permintaan maafku dan hadiah ulang tahun Yuuki." ujarnya dengan suara parau karena bagaimanapun, melihat Yuuki yang seperti itu membuat selangkangannya pun mulai nyeri. Tak sengaja, mata Takuma tertuju pada meja peralatan dokter giginya.
Sebuah senyum jahil muncul di bibir Takuma dan dia berdiri --yang disambut geraman protes Yuuki-- untuk melepas celananya. Rasanya sudah sangat mengganggu. Takuma melipat celananya dengan rapi dan menyampirkannya ke punggung kursi kerjanya. Tak berniat menutupi bagian bawah tubuhnya yang menonjol jumawa tertutup celana boxer hitam. Dilepasnya ikat pinggangnya sebelum berbalik untuk membuka lemari kecil di bawah meja peralatannya dan mengeluarkan satu gulungan perban. Takuma membuka gulungan itu sampai panjang yang diinginkannya, memotong dengan gunting, lalu duduk kembali di hadapan Yuuki.
Dokter gigi itu tertawa pelan saat melihat ekspresi horor di wajah kekasih mungilnya. Untuk menenangkan Yuuki, Takuma menciumnya dan membelai pahanya dengan lembut. "Aku tak akan menyakiti Yuuki, kok."
Dengan lembut, diambil kedua tangan Yuuki dan mengikat pergelangan tangannya dengan ikat pinggangnya, tak terlalu kencang tapi tak akan mudah terlepas juga. Dikecupnya kedua telapak tangan Yuuki sembari mengambil perban yang tadi dan mengikatkannya ke pangkal kemaluan Yuuki, sengaja memberi simpul pita imut sebagai penahan. Takuma menarik nafas, menatap Yuuki yang begitu menggoda dengan tangan terikat, berwajah sebal yang memerah dan tampak sangat ingin memukul Takuma.
Sekali lagi digenggamnya kemaluan Yuuki dan menekan ke atas dan ke bawah sementara tangannya yang lain, kembali menggoda jalan masuk ke tubuh Yuuki. Kali ini tak berlama-lama dan satu jarinya menekan masuk. Perlahan-lahan melewati lingkar pertahanan Yuuki dan masuk ke dalam kehangatan yang lembut. Takuma tersenyum.
Yuuki menelan ludah susah payah melihat Takuma yang melepas celananya tanpa malu-malu, memperlihatkan sepasang kaki yang indah dan pantat yang kencang. Saat Takuma berbalik ia dapat melihat tonjolan bersemangat di balik boxer hitam kekasihnya itu dan tanpa sadar Yuuki menjilat lidahnya. Menikmati memandang bagaimana otot-otot Takuma bergerak saat dokter itu melangkah menyeberangi ruangan, sedikit tak sabar menunggu Takuma kembali melanjutkan cumbuannya. Tapi matanya langsung membelalak lebar saat melihat kekasihnya kembali dengan membawa benda-benda asing yang selama ini tidak pernah mereka gunakan saat bercinta.
Sentuhan lembut Takuma dan ciumannya serta janjinya untuk tidak menyakiti Yuuki tidak dapat membuat Yuuki yakin sepenuhnya, tapi ia menyayangi Takuma dan selama ini Takuma selalu menepati janjinya. Lagipula entah kenapa saat Takuma membelitkan ikat pinggangnya di pergelangan tangan Yuuki, ia tiba-tiba merasa berdebar bagaikan menantikan sesuatu yang menarik. Kecupan Takuma ke tangannya bagaikan janji kenikmatan yang akan diberikannya pada Yuuki. Tapi Takuma tak berhenti sampai di situ. Yuuki menggigit bibir bawahnya saat kulit kemaluannya tergesek perban yang teksturnya sedikit kasar. Ia menangkap senyum sekilas di bibir Takuma saat membuat simpul pita di pangkal kemaluannya.
Yuuki tak mengerti apa tujuan Takuma memasang benda-benda itu di tubuhnya, tapi yang ia tahu Takuma belum pernah menatapnya dengan ekspresi selapar itu sebelumnya. Wajahnya terasa terbakar lagi, tapi sebelum ia sempat protes Takuma sudah menggenggam kemaluannya lagi dan Yuuki merasakan satu jari memasuki dirinya. Yuuki tersengal dan mengerang, punggungnya melengkung karena gesekan jari Takuma yang selalu terasa agak tidak nyaman namun juga memberi kenikmatan.
Sesaat ia tidak bisa menahan untuk mengeratkan tubuh setengah menolak sentuhan Takuma, namun jemari Takuma yang menggenggam kemaluannya membuat tubuhnya perlahan menjadi rileks. Yuuki tersengal, mendorong bahu Takuma dengan ujung kakinya lagi. "Kalau...argh... kalau sakit... ngh...aku akan menendang Kuma lho. Mmmmhhh."
Takuma menyeringai. Reaksi Yuuki sungguh seperti yang diharapkannya dan ancaman Yuuki sama sekali tak bisa dianggap serius karena diucapkan sambil mengerang dan menggeliat nikmat begitu. Mereka memang tak pernah melakukan yang seperti ini sebelumnya tapi Takuma tahu dari pengalaman, rasanya memang akan sedikit menyiksa tapi akan ada seseorang yang menjerit begitu kencang saat kenikmatan itu datang. Karena ini hari ulang tahun Yuuki, Takuma ingin Yuuki merasakan itu. Karena itu pula, Takuma tak membuang waktu lagi. Jari memutar dan menekuk, mencari satu titik di dalam tubuh Yuuki dan menghujam cepat dan tajam. Tangannya menyentak kemaluan Yuuki dengan lebih pelan namun keras sementara lidahnya menyapu ujung kemaluan Yuuki, sesekali menyelip ke dalam celah sempit di situ.
"Tidak akan sakit kok." Bisiknya seraya memasukkan jari kedua ke dalam tubuh Yuuki.
Yuuki menjerit saat jari Takuma menyentuh satu titik di dalam dirinya yang membuat pandangannya seperti dihujani percikan-percikan cahaya. Sentuhannya sedikit lebih kuat dari biasanya tapi Yuuki sama sekali tak keberatan. Apalagi Takuma tak berhenti memanjakan bagian depan tubuh Yuuki juga, jemarinya menekan tempat-tempat yang tepat dan lidahnya memberi sentuhan basah dan hangat di ujung kemaluannya. Baru kali ini Yuuki melihat bagian pribadinya itu setegang dan semerah itu. Apalagi tampak berada di depan wajah Takuma yang menatap lapar seperti hendak melahapnya bulat-bulat. Samar-samar dirasakannya jari kedua Takuma memasuki dirinya dan ia melenguh keras lagi, kakinya menarik tengkuk Takuma, menarik Takuma merapat--meminta jalan masuk lebih dalam ke mulut yang basah dan hangat itu.
Takuma tak langsung menuruti keinginan Yuuki. Sebaliknya memusatkan perhatian pada gerakan jarinya memutar, menekuk dan menekan sampai tubuh dan erangan Yuuki mulai tak terkendali. Takuma pun melambatkan gerakan tangannya, mengelus paha Yuuki dengan tangan yang lain. Dilihatnya kemaluan Yuuki yang begitu merah dan tegang. Pasti sekarang rasanya agak sakit dan Takuma pun menunduk, membuka mulutnya untuk melahap Yuuki. Dibiarkannya batangan keras itu meluncur di atas lidahnya dan Takuma mulai mengulum, menghisap dengan agak keras.
Kepalanya digerakkan hingga ujung kemaluan Yuuki membentur bagian dalam mulutnya. Lidahnya bergerak memutar lalu menarik kepalanya untuk menjilati dan mengecup bagian ujungnya lagi. Diliriknya Yuuki sekali lagi dan berpikir kalau tak ada salahnya satu lagi jarinya menyusul masuk. Diamatinya wajah Yuuki dengan seksama sementara jari-jarinya bergerak keluar masuk dengan pelan dan hati-hati. Sedikit saja Yuuki menunjukkan tanda dia kesakitan, Takuma akan segera menarik tangannya keluar.
Yuuki merasa bibirnya sudah nyaris berdarah karena digigit keras-keras. Hisapan dan jilatan Takuma membuatnya menggeliat-geliat gelisah.
"Kumaaaa... nnnnhhh!" erang Yuuki, mencengkeram jemari Takuma di dalam tubuhnya erat-erat agar gesekan jemari Takuma lebih terasa di titik sensitifnya. Menginginkan lebih, Yuuki meraih sandaran kepala dengan kedua tangannya yang terbelenggu. Rasanya sedikit nyeri tapi justru membuatnya makin bergairah. Kakinya menjejak ke sandaran lengan dan mengangkat pinggulnya dari tempat duduk. Membawa tiga jari Takuma masuk semakin dalam dan meminta lebih dari mulut dan lidah Takuma. "Kuma ... angh. I...iku!"
Takuma menjilat bibirnya yang terasa kering dan beringsut sedikit karena kemaluannya pun makin terasa nyeri karena bereaksi dengan hebat akibat erangan Yuuki dan caranya mencengkeram erat jari-jari Takuma. Takuma mengangkat tubuhnya, menjilat kulit yang mulai basah karena peluh mulai dari perut hingga ke tulang selangka. Lalu turun untuk kembali menelan kemaluan Yuuki hingga bibirnya menyentuh kain kasa yang mengikat erat di pangkal. Takuma menggesekkan ujung kemaluan Yuuki dengan bagian atas dinding mulutnya, menghisap kuat-kuat sampai menimbulkan bunyi basah. Sementara itu jari-jarinya pun turut bergerak makin cepat, menghujam tajam di titik sensitif itu sampai Yuuki memekik. Meskipun begitu, Takuma tahu simpul sederhana itu menahan Yuuki dari mencapai klimaksnya. Pun, Takuma tak berkata apa-apa, hanya terus bergerak sesuai keinginan Yuuki.
Yuuki mengenali perasaan bergelenyar di seluruh tubuhnya ini, perasaan ketika Kuma selalu membuatnya tak tahan lagi, perasaan sebelum mencapai klimaks. Seluruh tubuh Yuuki menegang dan ia mengerang panjang, tapi belum juga merasakan klimaks itu datang padanya. Sedikit terisak, ia menatap wajah Takuma yang masih berada di depan selangkangannya, dan menangkap tatapan mata Takuma.
"Tidak bisa," sengal Yuuki. "Kenapa...? Ngh." Dirasakannya jemari Takuma menekan keras di dalam dirinya dan lidah Takuma masuk ke celah di ujung kemaluannya bersamaan, harusnya cukup untuk membuatnya klimaks habis-habisan. Tapi kenikmatan itu masih terus makin membuncah, belum bisa mencapai puncaknya.
Yuuki menghentakkan kepalanya ke sandaran kursi dan menjerit. "Kumaaaaaaa~ naka ni... onegai~"
Takuma menarik mundur kepalanya, tersenyum simpul mendengar jerit permohonan Yuuki. Sungguh menggairahkan dan luar biasa seksi. Sekali lagi selangkangannya menjerit-jerit minta perhatian. Dikecupnya sekali lagi ujung kemaluan Yuuki dan menarik keluar jari-jarinya dengan perlahan pula. Sambil menatap Yuuki yang tersengal-sengal, wajahnya nyaris sama merahnya dengan kemaluannya yang berdiri tersiksa.
Tangannya yang terbelenggu kini terkulai lemas di atas kepalanya setelah mencengkeram sandaran dengan begitu kuatnya tadi. Takuma mencondongkan tubuhnya untuk mengecupi wajah Yuuki dengan penuh sayang. Tangannya menangkup di kemaluan Yuuki dan memijat lembut, cukup untuk menjaga Yuuki tetap dekat dengan klimaksnya sekaligus menenangkan pemuda itu dari emosi yang membuncah. Dikecupnya sudut mata Yuuki yang basah. Lalu menjauhkan badannya lagi. Kali ini untuk membongkar isi tas Yuuki, mencari krim tangan yang ia tahu selalu dibawa-bawa Yuuki saat latihan. Begitu mendapatkannya, Takuma melapisi tangan dan kemaluannya dengan krim itu. Memang bukan pelumas terbaik tapi daripada tak ada karena Takuma tak ingin menyakiti Yuuki.
Kali ini ia duduk di depan Yuuki, dengan lembut melebarkan kaki Yuuki yang terkulai lemas dan meletakkannya masing-masing di sandaran lengan. Digodanya jalan masuk yang sudah terbuka itu dan Yuuki mengerang lirih. Takuma menyelipkan kedua tangannya ke balik lutut Yuuki. Beringsut maju, diposisikannya ujung kemaluannya ke celah bokong Yuuki.
"Mou sukoshi, gaman shite." bisiknya, mengeratkan pegangan pada lutut Yuuki dan menyerbu masuk dalam satu tekanan hingga seluruh tubuhnya terbenam ke dalam tubuh Yuuki yang hangat. Takuma menggerung.
Yuuki bersandar dengan napas terengah-engah, hanya bisa membiarkan Takuma menyentuh lembut kemaluannya. Memang masih terasa nyaris mencapai klimaks, tapi paling tidak tak terasa senyeri tadi. Berusaha mengatur napas dan menenangkan detak jantungnya, tatapan Yuuki tetap tak bisa lepas dari sosok Takuma yang menjauh dan mengambil krim tangan dari tasnya. Bukannya jadi lebih tenang, jantungnya malah berdetak memburu lagi begitu melihat Takuma melepaskan boxernya, memperlihatkan kemaluan Takuma yang berdiri bangga, bersemu merah nyaris ungu. Tampaknya dokter muda itu nyaris sama tersiksanya dengan Yuuki sendiri, terlihat dari desis tertahan dan raut wajah Takuma yang berkonsentrasi penuh saat mengoleskan krim ke kemaluannya.
Yuuki mengerang lirih kembali saat merasakan jemari Takuma mengoleskan krim di jalan masuk tubuhnya dan memposisikan ujung kemaluannya di sana. Saat Takuma memintanya bersabar sedikit, Yuuki hanya bisa mengangguk sambil menggigit bibir pelan. Takuma akhirnya menghentak masuk, membenamkan dirinya jauh ke dalam tubuh Yuuki, dan Yuuki refleks mengeratkan otot bawah tubuhnya. Akhirnya, akhirnya ia bisa merasakan Takuma di dalam tubuhnya, berdenyut hangat dan besar, menggesek bagian dalam tubuhnya dan satu titik di dalam dirinya. Yuuki tersengal, mengulurkan tangan ke arah Takuma karena sungguh ia sangat ingin dicium.
Bagaimana caranya tubuh seorang pemuda berumur tujuh belas tahun membuat Takuma merasa itulah tempat seharusnya dia berada, Takuma tak pernah mengerti. Tetapi selalu seperti ini rasanya tiap kali ia menyatukan tubuhnya dengan tubuh Yuuki. Hangat, puas, bahagia dan sama sekali tak berniat kemana-mana lagi. Takuma ingin mereguk semua itu maka ia mulai bergerak. Menyentak pendek-pendek dan tajam, tak berniat terlalu lembut karena ia tahu tubuh ini miliknya dan tak akan tersakiti semudah itu. Takuma melenguh, nyaris saja meledak karena cengkeraman otot Yuuki.
"Hnnngh... Yuuki..." Takuma berhenti sejenak, membuka mata dan melihat Yuuki mengulurkan tangan padanya.
Yuuki-nya yang manis. Yuuki-nya yang sangat disayanginya. Takuma mendorong kedua kaki pemuda itu hingga lututnya nyaris menyentuh pundak, menyusupkan kepalanya ke celah di antara lengan Yuuki yang terikat dan memagut bibir Yuuki dengan penuh nafsu. Juga menjilat dan menerobos masuk dengan lidahnya, menjelajah tiap sudut mulut Yuuki. Pinggulnya kembali bergerak cepat dan Takuma merasa kepalanya melayang karena Yuuki mengerang-erang ke dalam ciuman mereka.
Sentakan-sentakan pinggul Takuma mengguncang tubuh Yuuki hingga punggungnya tak henti bergesekan dengan sandaran kursi. Yuuki merasa sekujur tubuhnya seperti terbakar. Pendingin ruangan yang disetel nyaris maksimum tidak mampu menyejukkan tubuhnya, dan kaus yang dikenakannya sudah basah kuyup. Tapi ia tidak peduli. Karena ia sedang bersama Takuma, menjadi satu dengan pria yang dikasihinya itu.
Takuma sepertinya tahu betul cara untuk membuat Yuuki merasa nikmat, maka Yuuki menurut saat lututnya didorong nyaris menyentuh dada, membuka pahanya lebar-lebar dan menggerakkan pinggulnya menyambut hentakan kuat Takuma. Senang sekali rasanya saat Takuma menyusup ke lingkaran lengannya dan mulai menciumnya, penuh nafsu, begitu dalam dan rakus hingga Yuuki mengerang dan terengah ke dalam ciuman mereka, menarik Takuma merapat dengan kedua pergelangan tangannya yang terbelenggu. Yuuki mengaitkan tungkai bawahnya ke punggung Takuma dan menariknya mendekat.
Ditengadahkannya wajahnya, mengundang Takuma untuk mencicipi lehernya dan mengerang. "Motto... angh, mmmh, Kumaaa..."
Takuma melenguh, senang karena tubuh Yuuki yang bergerak seirama dengan tubuhnya. Juga erangannya yang meminta dan mengundang Takuma untuk mengambil dan memberi lebih. Harum tubuh Yuuki kini bercampur dengan keringat dan aroma seks yang begitu tebal hingga terasa begitu seksi. Kulitnya yang putih dan lembut terasa nikmat di bibir Takuma dan pria itu menikmatinya dengan senang hati. Pun begitu, di bawah sana, Yuuki mencengkeram dan melepaskan tubuhnya seirama saat Takuma menekan masuk dan menarik keluar. Nikmat, sungguh nikmat.
Takuma bergeser, menghunjam dari sudut yang lain yang ia tahu mengenai langsung titik sensitif di dalam tubuh Yuuki. Tubuh mereka berguncang karena hentakan dan erangan Yuuki jadi tak terkendali. Takuma bernafas begitu cepat, menjilat bibir dan mengulum cuping telinga Yuuki. Kemudian diamatinya baik-baik ekspresi Yuuki dan tersenyum lembut.
"Mmnh...Kimochi ii?" tanyanya parau, menghujam tajam dan tubuh Yuuki menggelinjang. "Ikitai?"
"Ii... ah! Soko ii~ angh, ah," erang Yuuki terputus-putus, karena tiap hentakan Takuma kini menekan titik sensitifnya, tanpa ampun mencuri nafasnya hingga ia serasa akan meledak dibuatnya. Sentuhan lembut bibir dan lidah Takuma yang begitu kontras dengan sentakan pinggulnya yang penuh tenaga membuat Yuuki merasa nyaris gila. Jauh di bagian belakang otaknya terbetik pikiran bahwa mungkin ia tak akan sanggup berjalan setelah mereka selesai, tapi Yuuki sama sekali tak peduli, terus menyentakkan pinggulnya ke depan dan mencengkeram erat saat Takuma menekan masuk.
Tak tahan lagi, ditariknya Takuma mendekat dengan kedua kaki dan tangannya. Aroma tubuh dan keringat Takuma membuat kepalanya melayang. Tak kuat lagi, digigitnya bahu Takuma dan terisak. "Ikitai... hontou ni ... angh!"
Takuma mendesis dan balas menggigit pangkal leher Yuuki meski kemudian dijilatnya dengan penuh maaf. Tubuhnya terasa panas dan cengkeraman Yuuki membuat gesekan tubuh mereka makin terasa sangat, sangat nikmat sampai tak tertahankan. Takuma pun mulai kesulitan menahan diri dan sentakannya mulai tak beraturan. Takuma melepaskan diri dari pelukan Yuuki dan duduk tegak. Gerakannya melamban untuk beberapa saat, mengambil krim tangan lagi lalu memijat lembut kemaluan Yuuki yang sudah nyaris berwarna ungu. Kemudian langsung menyentak cepat bersamaan dengan gerakan pinggulnya menghujam secepat kilat.
Diambilnya tangan Yuuki untuk menggantikan tangannya menyentak kemaluan Yuuki sementara Takuma mendorong lagi lutut Yuuki ke atas. Dengan satu tarikan, dilepasnya simpul kasa itu seraya membenamkan dirinya dalam-dalam ke tubuh Yuuki. "Nnngh...Ii yo. Itte."
Yuuki mengerang protes saat Takuma menarik dirinya menjauh, tapi protesnya terhenti di tenggorokan saat merasakan tangan Takuma yang berlapis krim menyentuh kemaluannya. Yuuki sudah tak bisa membedakan rasa panas, dingin, maupun nyeri karena banjir endorfin yang mengalir dalam darahnya dan yang ia rasakan hanya kenikmatan yang terus dan makin membuncah. Takuma mengarahkan tangan Yuuki ke selangkangannya dan Yuuki mendesis sambil menggenggam dan menarik kemaluannya sendiri. Tak henti Yuuki menyebut nama Takuma bagaikan sebuah mantera seiring gerakan Takuma menghentak tepat ke titik sensitifnya. Samar-samar ia merasakan bahan kasar perban menyentuh kulit jemarinya bersamaan dengan pinggul Takuma menghunjam tajam.
Sesaat waktu seakan berhenti, dan Yuuki mendengar suara Takuma yang parau mengijinkannya mencapai puncak kenikmatan itu. Refleks Yuuki meraih bahu kukuh Takuma, berpegangan saat tubuhnya mengejang dengan sendirinya, terbawa oleh ledakan rasa yang luar biasa--belum pernah dirasakannya sebelumnya. Yuuki tahu ia menjeritkan nama Takuma, tetapi telinganya tak bisa mendengar. Samar-samar terasa cairan hangat menyemprot keluar dari kemaluannya, tapi yang ada di pikirannya, di hatinya, di seluruh sel tubuhnya hanya Takuma saja. Takuma yang wajahnya terbingkai rambut basah oleh keringat, Takuma yang menatapnya hangat penuh kasih, Takuma yang tersenyum amat tampan. Wajah itulah yang terakhir terekam oleh Yuuki sebelum matanya dibutakan ledakan cahaya putih menyilaukan dan ia tak ingat apa-apa lagi selain rasa cintanya terhadap pria di hadapannya.
Suara Yuuki yang menjeritkan namanya dengan begitu kencang saat ia klimaks membuat Takuma tersenyum kemudian mengernyit dan menggeram karena Yuuki mencengkeram dengan begitu kuatnya saat Takuma menekan masuk. Takuma memejamkan mata, bibirnya terbuka melepaskan lenguhan panjang saat terlempar ke puncak kenikmatan itu. Dilepaskannya seluruh hasratnya ke dalam tubuh Yuuki yang hangat. Diperhatikannya saat tubuh Yuuki mendadak lemas dan Takuma menarik keluar kemaluannya, menyelesaikan klimaksnya dengan tangannya dan menumpahkan ke atas perut Yuuki.
Takuma menunggu beberapa jenak sampai nafasnya kembali. Dikecupnya lembut pemuda yang tampaknya hilang kesadaran itu. Takuma menuju wastafel, membasahi handuk dengan air hangat lalu membersihkan dirinya. Setelah merapikan dirinya, Takuma membawa handuk hangat itu ke arah Yuuki, membersihkan bekas-bekas bercinta mereka dari tubuh pacarnya dengan lembut dan penuh sayang. Dengan susah payah dipakaikannya lagi celana Yuuki dan Takuma menyampirkan jas dokternya sebagai selimut untuk Yuuki.
Yuuki beringsut dan perlahan membuka matanya. Rasanya hangat dan masih ada gelenyar-gelenyar nikmat menjalari seluruh tubuhnya. Perlu beberapa saat baginya untuk menyadari bahwa ia sudah berpakaian lengkap lagi dan diselimuti jas putih milik Takuma. Menggeliat sedikit untuk meregangkan tubuhnya yang pegal, Yuuki mencoba berbicara tapi terkejut mendapati bahwa suaranya nyaris tak keluar.
"Kuma...?" panggilnya setelah menelan ludah beberapa kali.
Takuma melangkah keluar dari ruangan kecil yang jadi ruang kerjanya saat mendengar suara Yuuki. Sambil tersenyum lebar, Takuma meletakkan kedua tangannya di ujung sandaran lengan dan membungkuk untuk mengecup bibir Yuuki.
"Sudah bangun?"
Yuuki meraih bahu Takuma, mengejar sentuhan bibir kekasihnya. Dipagutnya bibir bawah Takuma kemudian memiringkan kepala untuk memperdalam ciuman mereka. Setelah puas mencium Takuma barulah ia menjauh dan mengerjapkan mata beberapa kali. "Aku haus."
Takuma mengecup bibir bawah Yuuki sebelum beranjak mengambil segelas air. Dibantunya Yuuki untuk duduk tegak dan menyodorkan gelas itu pada Yuuki. Takuma duduk menyamping di tepi kursi pasien itu, matanya menangkap bekas kemerahan di pergelangan tangan Yuuki dan Takuma meringis. Dengan lembut diambilnya satu tangan Yuuki, mengelus bekas kemerahan itu dengan ibu jarinya lalu mengecup lembut.
"Lapar tidak?" bisiknya seraya melirik Yuuki. "Sudah jam 9 sih, tapi kedai ramen dekat tumahku masih buka kalau Yuuki mau."
Yuuki meneguk air yang disodorkan Takuma kepadanya sampai habis, membiarkan Takuma mengelus bekas kemerahan di pergelangannya. Yuuki diam-diam berdoa bekas itu sudah hilang saat ia pulang besok atau Micchi tidak akan mengijinkannya menginap di tempat Takuma lagi. Biarpun begitu, Yuuki tak merasa menyesal sudah melakukannya. Bagaimana mau menyesal kalau mengingatnya saja sudah membuatnya berdebar?
"Lapar sekaliiiii," ujar Yuuki sambil menyodorkan gelas kosong pada Takuma.
Takuma mengambil gelas itu lalu meletakkannya di atas meja peralatan dokternya. Tangannya yang masih menggenggam tangan Yuuki menarik pelan, membantu Yuuki untuk bangkit dari kursi pasien itu. Tapi bukannya beranjak untuk bersiap-siap, Takuma malah menarik Yuuki dalam pelukannya dan memandang ke dalam dua bola mata besar yang mengerjap pelan dengan penuh sayang. Tangannya mengelus-elus punggung Yuuki.
"Selamat ulang tahun ya. Terima kasih karena sudah jadi Ogoe Yuuki yang begitu manis dan mau menyayangiku."
Yuuki mengerjap beberapa kali lagi sebelum menundukkan kepala sambil menggembungkan pipi, tak ingin wajahnya yang memerah dilihat Takuma. Didorongnya Takuma agar menjauh dan berbalik lalu berjinjit melingkarkan lengan di leher Takuma dari belakang.
"Gendong! Aku tidak bisa jalan nih gara-gara Kuma!"
Takuma nyaris terjungkal karena mendadak harus menumpu berat badan Yuuki namun tak urung dia tergelak juga. Dipegangnya lutut Yuuki agar pacarnya itu bisa memanjat punggungnya.
"Hup! Uph! Yuuki berat juga ya." cengirnya.
Yuuki menggigit bagian belakang leher Takuma keras-keras kemudian mengayun-ayunkan kakinya. "Iya dong, aku kan masih dalam masa pertumbuhan!"
"Aw! Sakit dong!" jengit Takuma dan langsung oleng karena Yuuki bergoyang-goyang. Dengan susah payah, Takuma mengambil ransel Yuuki dan tas kerjanya sendiri. Bukan hal yang mudah apalagi dia masih lumayan lelah. Tapi Takuma tak protes apa-apa, hanya berpura-pura mengeluh sesekali. Untungnya Yuuki membantunya mematikan lampu saat Takuma membawa mereka keluar ruangan.
"Ngomong-ngomong, Yuuki mau kado apa?" tanyanya, mengangkat sedikit tubuh Yuuki yang mulai melorot.
Yuuki berhenti bergoyang-goyang karena takut mereka terjatuh. Apalagi harus menuruni tangga segala. Ia mencondongkan kepala dan menopangkan dagunya di bahu Takuma, menikmati aroma Takuma dan ujung-ujung rambut yang menggelitik sisi wajahnya.
"Lho, Kuma belum membelikan aku hadiah?"
Takuma menoleh sambil meleletkan lidah. "Aku tak pernah membelikan hadiah apapun untuk siapapun." Takuma memiringkan kepalanya. "Stron... umh, maksudku, Yuta biasanya langsung bilang padaku mau minta apa saat ulang tahun." Dia kemudian mengernyit. "Jadi aku tak tahu harus membelikan Yuuki apa. Hahahaha, aku payah ya."
Yuuki memajukan bibirnya, pipinya menggembung. Kemudian disembunyikannya wajahnya di belakang bahu Takuma. "Ung. Terserah Kuma saja."
Takuma tersenyum saat merasakan wajah Yuuki menempel ke pundaknya. "Besok kita cari sama-sama ya."
Yuuki mengeratkan pegangannya, mencari kehangatan karena angin malam yang bertiup di luar gedung terasa lumayan dingin. Memeluk Takuma rasanya selalu hangat dan nyaman sekali. "Mmhm," sahutnya pada ajakan Takuma, kemudian berbisik dengan bibir melekat ke punggung pria yang dicintainya itu. "Terima kasih ya."
-end-
Panjang ya. Nfufufu.
ReplyDeleteI KNEW IT. I KNEW IT. BONDEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEJI. DALAM BAHASA INDONESIA. INI PASTI ULAH KK ICHA.
ReplyDeleteGUE CENGENGESAN DI KANTOR. GAK BISA BERHENTI. TOLONG.
Hosh hosh. *ngos2an habis histeris*
THANK YOU, BOTH OF YOU. Gue mampus sekarang. MWAAAAAAAAAAAAAH. <3
BUKAN GUE OOOOOOOOOOIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
ReplyDeleteNNE NTAR TRANS BSD-NYA LEWAT LOOOOOOOOOOOHHHHH GYAHAHA
*chuuuuuuuuuus*
Oh iya. MANA SPARKLIESNYAAAAA
ReplyDeleteOH YA, SPARKLIES.
ReplyDeleteBANZAI, BANZAI, KUMAYUUKI, BANZAI.
*masih korslet*
UWOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOH SUGOI DA!!! ADUH MUKA GUEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE KUMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA YAPPARI KUMA-CHAN SAIKO DAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!! BONDEJI TAPI FLUFFY GITU YAHARI KUMA!! KUMAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!! KUMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!! PENGALAMAN DARI SIAPA OI KUMAAAAAA!!! MAU JUGA DIGENDONG KUMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!
ReplyDeleteYOSH. BATHROOM.
Pertanyaan yang bagus. XDDD
ReplyDeletekali ini itu bukan kelakuannya kk Icha kok LOL
ReplyDeletelah, emangnya bondeeji gak boleh fluffy? XDDD *siram Nei pake aer es*
ReplyDeleteTuh penjahatnya ngaku. XD *gigit kuping panda*
ReplyDeleteIh, kau kan juga tak menolak *mamam pipi tanuki*
ReplyDeleteApa sih yang ngga kalo buat dirimuuuu *jilat idung panda*
ReplyDeleteKENAPA AKU DISIRAM PAKAI AIR ES? MAUNYA PAKAI AIRMATA YUUKI~ (GYAY)(GYAY) #capskeinjek
ReplyDelete@Icha ah, kau sungguh danna yang pengertian, tanuki
ReplyDelete@Nei KARENA
Anyway, mana tebak-tebakannaya nih? *angkat2 alis*
ReplyDeleteBONDEJI! BONDEJI! BONDEJI!!!! (gyay)(gyay)(gyay)
ReplyDeleteUntunglah gw baca di rumah. Bisa klenger pingsan duluan kalo baca di jalan XD apalagi di kampus
Gile, HOT banget ini. Bwuahahahahahahaha......
Bondeji di ruang praktek! Graaaaaaaaaaa graaaaaaaaaa graaaaa....XDD
Duh..., gw bingung nebaknya (^_^;). Bener2 nebak aja deh, Icha - Yuuki, Mama-san - Kuma?
BONDEJIBONDEJIBONDEJIBONDEJIBONDEJIBONDEJI
Iya dong *pose jumawa sambil tail poke panda*
ReplyDeleteReaksimu gembira sekali, kappa!!
ReplyDeleteihihihihi *sikut Icha*
nyaoooo *paws face*
ReplyDeleteahohohohoh *bales sikut panda*
ReplyDeleteGYAAAAA! Gw telat, baru cek email!
ReplyDeleteDuh siang2 bgini lg, uda panas tambah panas...
*masuk kamar, kunci pintu, nyalain AC, baca di laptop smbl skali2 mandangin gambar KumaYuuki utk memperjelas imajinasi*
"diiket iket kucingnya diiket iket" *nyanyi nada diobok obok*
GAAAAOOOOO~ *nafas api*
FIREEE!!!
BURNINGGGG!!!
HIDUP PARA DOKTER!!!
KAMPAIIII!
MAJU TERUS KEIGO HOST-PITAL!!!
PS: kapan giliran para guru?? XD
Guru yang mana? LOL
ReplyDeleteKalo guru yang itu sih... *lirik paparubah*
ReplyDeleteperasaan di luar lagi ujan deres deh, tapi kok panas banget ya di sini...... *nyalain AC*
ReplyDeleteBetul jg, guru yg 1 itu uda kampai... Brarti yg blum adlh guru2 madesu /eh
ReplyDeletesiapa contohnya? Pak Guru Senyuman? Kalo itu sih... nasibnya tergantung Nei XDDDD *dihajar wajan*
ReplyDelete................dia sudah kawin sama dapurnya. LMAO.
ReplyDeleteJahaaaattt! Ayo sama saya saja pak guru!
ReplyDeleteKlo Pak Guru Senyuman kawin sama dapur, Baba kawin sama kamera, Minmin sama... WC?? *digigit-fanta*
ReplyDelete*mendelik
ReplyDeleteiket iketaan.. Iket iketaaaan... Iket iketaaannn..!! Kumaaa... NAUGHTY!! *toyortoyor
Jangan syok gitu dong. Baru iket iketan LOL
ReplyDeleteBelom pecut-pecutan. #eh
ReplyDelete*makin syok
ReplyDeletepecut-pecutan??? BANZAI!!! *malah semangat