Friday, April 15, 2011

[fanfic] AU - Taking Chances

Fandom: Fujoshi Kanojo/Musical Tennis no Ouji-sama
Pairing; Furukawa YutaxDaito Shunsuke, brothership!Halu/Hide
Cast: Daito Shunsuke, Furukawa Yuta, Sasaki Yoshihide, Harukawa Kyousuke
Rating: PG
Warning: BL, AU, OOC
Disclaimer: respective agency offices. I do not own anyone. No profit gained. No harm intended.
Note: OKEH!!! Inilah saat di mana kita bergerak maju dengan alistebel versus rubah cantik huehehehehhe Maaf kalo gejeh, yes. Enjoy!




Sendi-sendi tubuhnya berderak pelan saat Shunsuke menarik lengannya ke atas seraya menguap. Helaan nafas panjang mengiringi, juga kerjapan mata yang masih mengantuk. Tapi tubuhnya sudah menolak untuk tidur lagi. Tangannya terulur ke arah samping, mengambil arlojinya dan mengintip dengan satu mata terpejam. Masih jam 6 pagi. Shunsuke mendesah lagi. Padahal semalam ia tidur cukup larut gara-gara rubah besar yang entah kenapa mendadak jadi tuli akan protes Shunsuke dan membuatnya terjaga sampai lewat tengah malam. Diliriknya pria yang masih terlelap di sampingnya itu. Sebuah senyum samar tersungging di bibirnya dan Shunsuke tak bisa menahan diri untuk tidak mengecupnya dengan gemas. Yun bergumam pelan dan sama sekali tak bangun. Shunsuke tersenyum geli, mengecupnya sekali lagi dan akhirnya memutuskan untuk bangun. Segelas kopi tampaknya ide yang bagus.

Shunsuke bergerak dengan pelan dan berusaha tak menyenggol apapun saat ia berpakaian, menyelipkan kedua kakinya ke dalam sandal rumah dan berjingkat turun ke dapur melewati lorong dan ruang tamu yang masih gelap. Kepalanya dimiringkan saat melihat lampu dapur ternyata menyala. Disibakkannya tirai pendek yang menutupi ambang pintu dan mengintip ke dalam dapur mungil itu. Dilihatnya pintu kulkas terbuka dan sebentuk pinggang dan pantat menyembul dari baliknya, juga gumaman pelan sebelum akhirnya bagian atas tubuh Hide terangkat saat pemuda itu menutup pintu kulkas.

"Banyak sekali yang harus dibeli." Gumamnya. Dan mungkin mewarisi insting Yun yang tajam, ekor matanya melirik dan kepalanya menoleh. Mata rubahnya mengerjap heran saat melihat Shunsuke di situ.

"Daito-san. Kapan datang?" Tanyanya lugas dan entah kenapa terdengar seperti apa-yang-kau-lakukan-pagi-buta-begini-di-rumahku-awas-kalau-berani-macam-macam di telinga Shunsuke.

Pengacara muda itu tersenyum canggung, mengusap tengkuknya dengan salah tingkah. "Umh, maaf mengganggu. Kami sampai sekitar jam 10? Sepertinya kalian berdua sudah tidur."

Hide mengangkat dagu lalu mengangguk. Tanpa berkata apa-apa, anak laki-laki itu bergerak ke sudut dapur tempat mesin kopi dan microwave diletakkan lalu mulai sibuk mengeluarkan cangkir dan mengaktifkan mesin kopi. Tak tahu harus apa, Shunsuke melangkah masuk dengan ragu dan duduk di meja makan. Dalam hati ia berharap semoga diamnya pemuda itu hanya karena alasan yang biasa dan bukan karena dia mendengar mereka semalam. Shunsuke sudah berusaha sekuat tenaga untuk tak mengeluarkan suara. Hal yang nyaris mustahil dilakukan kalau sudah disentuh Yun.

Tapi Hide masih diam dan mengacuhkannya, seperti biasa. Shunsuke merasa agak lega sedikit. Kalau Hide mendengar sesuatu semalam, mungkin dia sudah ditendang dari rumah itu sekarang. Diperhatikannya rubah cilik itu mondar-mandir membuka tutup lemari dan menulis di selembar kertas. Shunsuke memutuskan untuk meracik sendiri kopinya sambil terus memperhatikan Hide memeriksa kotak-kotak susu dan sereal. Bibirnya yang sintal merengut lucu saat harus membuang sesuatu yang masih berjumlah banyak tapi sudah tak bisa dipakai karena kadaluarsa.

"Mau pergi belanja?" Shunsuke akhirnya tak bisa menahan keingintahuannya.

Hide melirik lalu mengangguk. "Tou-san terlambat mengirimkan uang. Seharusnya aku sudah belanja dari minggu kemarin." Jelasnya tanpa diminta dan Shunsuke ikut merengut sebal. Dasar Yun. Kenapa bisa selalai itu sih? Tapi pikirannya teralih saat melihat daftar panjang yang sedang dilipas Hide untuk dimasukkan ke dalam saku celana.

"Sebanyak itu, tak apa-apa sendiri?" Tanyanya.

"Aku bisa membangunkan Haru-kun, kok." Hide mengangkat bahu.

Shunsuke menggigit bibir lalu berujar. "Bagaimana kalau aku saja yang pergi denganmu? Aku bawa mobil kok. Belanjaan sebanyak itu sepertinya tak akan bisa dibawa dua orang sekalipun."

Hide menatapnya tajam seperti menimbang-nimbang maksud di balik tawaran Shunsuke. Pengacara muda itu memasang tampang lurus karena sungguh, dia tak bermaksud merayu atau apa. Hanya ketulusan biasa karena kalau dia bisa membantu, apa salahnya?

Nyaris lima menit kemudian, Hide akhirnya mengangkat bahu dan mengangguk. Shunsuke tersenyum dan mengisyaratkan kalau dia akan ke atas sebentar untuk mengambil jaket, dompet dan kunci mobilnya. Tak lama, mereka sudah menuju daerah pertokoan dengan Hide sebagai petunjuk jalan.

Shunsuke harus mengakui kalau Hide sangat mahir dengan apa yang dilakukannya saat mengeluarkan daftar belanjaan, berjalan menuju toko-toko sayuran, buah, daging, ikan dan bahan persediaan lainnya. Beberapa pedagang menyapanya dengan ramah dan satu dua bahkan menawarkan diskon khusus untuk Hide. Shunsuke hanya sanggup mengikuti dari belakangnya, menjinjing beberapa tas penuh bahan makanan.

Mereka melewati sebuah kios kecil yang menjual gorengan dan Shunsuke berhenti sejenak, membeli dua kroket besar yang masih mengepul dan terguyur saus kental. Hide mendelik saat Shunsuke mengulurkan satu padanya.

"Dari mana Anda tahu aku suka kroket?" Gumamnya pelan sembari meniup dan menggigit kroket itu.

Shunsuke tertawa seraya mengedikkan bahunya. "Sama sekali tidak. Tapi ini tadi kelihatan... UWOH! Ini ENAK!" Serunya sambil mengunyah.

Hide tersenyum miring. "Makanan Osaka memang nomor satu."

"Eh, maji! Ini enak sekali! Tunggu sebentar ya. Aku mau beli lagi."

Hide tak sempat berkata apa-apa karena Shunsuke sudah melesat dan kembali beberapa saat kemudian dengan bungkusan besar. "Banyak sekali," komentarnya.

"Aku belikan untuk Haru-kun dan ayahmu juga."

Hide mengangguk-angguk. Mereka mengunjungi dua toko lagi untuk membeli makanan kalengan dan kopi sebelum Hide mengecek daftar belanjaannya dan berkata kalau semuanya sudah terbeli. Dalam perjalanan ke mobil, Shunsuke tertarik dengan mitarashi dango dan lagi-lagi membeli dua porsi untuk dirinya dan Hide.


Hide berharap, sungguh-sungguh berharap, pria yang tengah memotong-motong wortel di sebelahnya ini punya sifat yang jahat dan menyebalkan. Karena dengan begitu dia bisa dengan mudah membenci dan menendangnya keluar rumah setiap saat. Tapi tidak. Daito Shunsuke sungguh pria yang baik dan sepertinya semua perbuatannya tulus. Hide jadi makin tak punya alasan untuk tak menyukainya.

Sekedar menudingnya dan berseru, "Kau mau mengambil ayahku dan Haru-kun!" saja tak akan cukup. Ayahnya tetap pulang ke rumah seperti biasa, tetap datang ke pertandingan mereka, tetap memarahi mereka kalau mereka nakal dan tetap mampir untuk mengucapkan selamat malam seperti biasa sebelum tidur. Sama sekali tak ada yang berubah. Hanya saja akhir-akhir ini ayahnya lebih banyak tersenyum.

Yun pernah berkata kalau dia menemukan seseorang yang disukainya, dirinya dan Haru lah yang akan pertama tahu. Yun menepati itu. Sebelum Shunsuke muncul untuk pertama kali, Yun menceritakan pada mereka bahwa ada seseorang yang tengah dekat dengannya. Hanya itu. Yun tak meminta apapun. Tak meminta mereka untuk berbaik-baik dengan Shunsuke atau menerimanya begitu saja.

Tentu saja yang ada di dalam pikirannya dan Haru adalah yang terburuk. Seperti yang dikatakan Haru, kenapa dia mau saja berada di sisi Yun? Dia hanya guru, tak punya banyak uang dan sudah punya dua orang anak. Apa yang diharapkan Shunsuke, pengacara muda sukses dan pastinya hidup cukup berlebih, dari pria seperti Yun?

Dalam hati ia tahu, ini bukan salah Shunsuke karena kalau melihat sifat Yun, sudah jelas pasti ayahnya itu yang bergerak lebih dulu. Dan Shunsuke memang pria yang menarik.

Dan bau masakannya sungguh menggugah selera.

Hide menjulurkan wajahnya. "Ini mau dibuat apa?" Tanyanya sambil menunjuk roti tawar, telur dan susu.

Shunsuke menoleh. "Oh. French toast. Hide-kun tahu caranya?"

"Umh...aku belum pernah buat."

"Oh ya? Gampang loh! Sebentar." Shunsuke memasukkan wortel dan buncis yang baru dipotong-potongnya ke dalam panci untuk direbus, mengelap tangan dengan apronnya dan menghampiri Hide. "Caranya begini."

Hide memperhatikannya merendam roti dengan susu lalu mencampur telur dengan sedikit garam dan merica. Menyalakan kompor, melelehkan mentega di wajan datar lalu mengajari Hide untuk mencelupkan roti tadi ke dalam telur dan memanggangnya.

Shunsuke menggerakkan tangannya agar Hide mencium aroma yang menguar. "Baunya enak kan?"

Hide mengangguk antusias. "Un. Cukup begini saja?"

"Perhatikan saja. Kalau sudah cukup kecoklatan, dibalik lalu angkat. Mudah kan?" Shunsuke nyengir.

Hide kembali mengangguk-angguk. Shunsuke tersenyum lalu beralih mengurus daging babi yang baru mereka beli tadi. Rubah kecil di sebelahnya tampak tertarik lagi saat Shunsuke menghancurkan roti baguette dan beberapa lembar daun mint dengan blender. Memipihkan daging dengan palu khusus, menyisihkan tepung, telur dan remah roti di mangkuk berbeda. Hide makin antusias memperhatikan pria itu mencelupkan daging ke dalam tepung, telur lalu remah roti bergantian. Semuanya dilakukan dengan rapi dan cekatan. Rubah kecil itu nyaris lupa dengan french toast karena terlalu asyik memperhatikan.

"Ini chicken katsu?" Tanyanya seraya mematikan kompor.

Shunsuke terbahak. "Ini namanya wiener schnitzel."

"Apa?"

"Wiener schnitzel. Makanan jerman."

"Ah." Kepalanya mengangguk-angguk sok mengerti.

"Hide-kun bisa buat mashed potato?" Tanya Shunsuke lagi.

"Bisa!"


Shunsuke menikmati ini. Sungguh. Sepertinya ketidaksukaan anak itu padanya meluap untuk sesaat karena begitu tertarik dengan masakan yang dibuatnya. Bertanya ini itu, berdebat dengan bumbu yang harusnya digunakan dan akhirnya mengobrol tentang banyak hal. Meskipun anak laki-laki menjauh dengan defensif saat Shunsuke bertanya ada apa dengan lengannya yang selalu terbalut.

"Temanku dokter spesialis olahraga. Mungkin dia bisa bantu menyembuhkan lenganmu. Kalau kamu mau."

Hide mengalihkan pandang, mencampur kentang rebus yang sudah dihancurkan dengan sedikit susu. "Ini sudah sembuh kok."

"Kalau begitu, kenapa masih dibalut terus?"

"Daito-san. Terlalu banyak pertanyaan."

Shunsuke tertegun dan menundukkan kepalanya. Sepertinya dia sudah melangkah terlalu jauh. "Maaf. Aku tak akan bertanya lagi."

Mereka pun terdiam, sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sampai Hide bergumam. "Tanya yang lain saja."

Shunsuke tersenyum kecil. Diangkatnya daging-daging yang sudah tergoreng dengan matang dan meletakkannya di atas piring besar beralas tisu.

"Hmm...baiklah. Apa Hide-kun punya pacar?"

Kali ini giliran Hide yang nyaris menjatuhkan sendok kayu yang tengah dipegangnya. Semburat merah menyebar sampai ke tengkuknya sementara kedua mata yang sipit melebar. Shunsuke tertawa dan mengangkat kedua tangannya.

"Baiklah. Tak boleh tanya itu juga? Kupikir, kau dan Haru-kun kan sudah 18 tahun. Dan...umh... Aku melihatmu cukup dekat dengan pemuda jangkung pasanganmu bermain ganda tempo hari. Dia bahkan membawakan tasmu."

Hide meletakkan mangkuk berisi mashed potato ke atas meja. "Bukan pacarku." Gumamnya agak tak jelas.

"Oh. Oke." Shunsuke manggut-manggut mengerti dan Hide harus memukul lengannya dengan ujung sendok kayu.

"Jangan bilang Tou-san. Awas ya." Ancamnya seraya menyipitkan matanya dengan mengancam.

Shunsuke menutup mulutnya dengan berdeham. "Hei, bukan urusanku. Tapi, kenapa?"

"Aku yang akan bilang sendiri. Nanti." Ujarnya.

Memang benar-benar anak Yun, pikir Shunsuke seraya tersenyum geli.


Halu masuk ke dapur saat Shunsuke tengah menata meja makan sementara Hide berkutat mencuci peralatan yang mereka pakai memasak. Keningnya berkerut samar karena bingung mendapati ada Shunsuke sepagi itu di rumah mereka dan lebih bingung lagi karena Hide tampaknya tak keberatan Shunsuke membantunya menyiapkan sarapan. Ditambah lagi, masakannya harum sekali dan tampak begitu lezat.

"Ohayou, Haru-kun." Sapa Shunsuke, mencoba tersenyum pada pemuda berkulit putih itu.

Halu mengangguk singkat. "'Hayou.." Didekatinya sang kakak dan membantu mengeringkan alat-alat masak yang sudah dicuci Hide. Matanya sesekali melirik pada Shunsuke yang menanyakan letak piring disimpan dan Hide menunjukkan dengan senang hati.

Ada apa ini? Bukankah seharusnya mereka masih dalam tahap belum sebegitunya menerima Shunsuke? Apalagi Hide yang paling tak setuju.

Matanya melotot tak setuju saat Hide meminta Shunsuke untuk membangunkan Yun karena sarapan sudah siap. Begitu pria itu menghilang dari dapur, Haru melipat tangannya di depan dada.

"Ada sesuatu yang terjadi?" Tanyanya.

Hide mengangkat bahu, mengelap tangan dan melepas apronnya. "Tak ada apa-apa kok."

"Kok akrab sekali dengan Daito-san?"

Hide masih diam dan Halu mendengus. Sedetik kemudian mulutnya membuka otomatis pada sepotong roti yang dijulurkan Hide. Halu mengunyah pelan dan matanya melebar. "Enak! Apa ini?"

"French toast. Daito-san yang buat."

Halu mengambil sisa potongan roti dari tangan Hide dan menguyah dengan semangat lalu beralih mengambil sepotong lagi.

"Dia....oke." Hide berkomentar sambil membuka kulkas dan mengambil sebotol besar orange juice.

"Jadi, Hide-kun akan menerimanya?"

"Entahlah. Orangnya baik."

Halu terdiam. Berpikir sejenak dan juga karena mulutnya sibuk mengunyah. "Dia akan mengambil Tou-san loh."

"Hmmm... Entahlah. Kalau dipikir lagi, aku merasa tak ada yang benar-benar berubah."

"Hide-kun mau memberinya kesempatan?"

".....mungkin?"

Halu mendesah. "Nii-san."

"Aku tidak tahu, Haru-kun. Sebaiknya bagaimana? Tou-san suka padanya dan Daito-san tampak tulus. Aku tak tahu harus bagaimana." Tukas Hide setengah merajuk. "Ibuku sudah tak ada dan Halu-kun juga tak mau menerima ibu Halu-kun lagi. Tou-san juga tak berniat. Dan Tou-san tampak senang." Hide terdiam sesaat dan melanjutkan dengan lirih. "Aku merasa jahat sekali."

Halu mendekati sang kakak dan melingkarkan kedua lengannya ke pundak Hide. Disentuhkannya kening mereka lalu menggesekkan ujung hidungnya dengan ujung hidung Hide dengan sayang. "Hide-kun tidak jahat, kok. Kita kan hanya khawatir dengan Tou-san."

Hide menyentuh lengan Halu dan mengangguk. "Aku tak ingin Tou-san sedih."

"Aku juga tidak."


"Apa yang kau lakukan?" Bisik Yun seraya melirik Shunsuke. Kedua pria itu berdiri di ambang pintu dapur tapi menahan diri untuk masuk ke dapur saat menangkap sepenggal pembicaraan kakak beradik itu.

Shunsuke mengangkat bahu dan menggeleng. "Aku tidak melakukan apapun."

Yun terkekeh pelan.

"Sebaliknya," Shunsuke berujar lagi. "Kau beruntung sekali punya mereka."

Yun tersenyum bangga. "Aku tahu." Dan mengecup sekilas bibir Shunsuke sebelum melangkah masuk ke dapur, menggandeng Shunsuke untuk bergabung dengan keluarga kecilnya untuk sarapan.

Shunsuke merasa itu akhir minggu paling hebat dalam hidupnya.

21 comments:

  1. NGRAOOOOOOOOOOOOOOOO~~~, Rubah mini dan sapi mini, tenang saja, dapat Shunsuke, berarti kalian akan punya BUTLER rank S seumur hidup loh! (gyay)

    Yun, tolong itu dicek anak2mu, sudah ada gejala2 puber XD

    ReplyDelete
  2. Jadi posisinya bukan pacar papah tapi butler ya, Ri LMAO

    Euh...ya... Gitu deh... *ngumpet dari Nei karena seenaknya ngejodohin rubah cantik*

    ReplyDelete
  3. INIIIIIIIIIII INIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII GW BARU BANGUN BOBO DISODORIN BEGINIAAAAAAAAANNNNN!! AKU JADI MEMBARAAAAAAAAAAA!!!! *peluk piting cium Panda*

    ALISTEBEL DAN RUBAHMINI BELANJA DAN PAKE APROOOOOONNNNNNN!!! GRAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!!! RUBAH DAN SAPI MINI BUNNYKISS!!!! *meleleh*

    ReplyDelete
  4. .................homigod. KELUARGA BAHAGIA.

    HAsuohj9oJAsiuy8AYs87hIHSNhjsa!!!!!!! S-seandainya adegan ini beneran ada, huauuuuuuuuuuuuuuuuunngggg!

    ReplyDelete
  5. OKE YES. OKE. JADI KAPAN UPACARANYA? YES? ~langsung melek~

    ReplyDelete
  6. @Icha: *terbanting terpiting dan cium balik tanuki*

    IHI, IHI!!! Aku senang kalau kau suka, tanuki sayang. *korek2 kuping karena budeg*

    @Anne: eheheheheheh it's a pretty picture, isn't it? *sighs*

    @Nei: Upacara? Upacara apa?

    ReplyDelete
  7. um.....wedding? *disundul rubah*

    ReplyDelete
  8. Eh? Memang mereka ada rencana ke situ? XDDDDDDD

    ReplyDelete
  9. tapi kalau potongan papa Yun sih ga penting kali ya.
    Aduh Hidee, cerita saja ke Shunsuke, nanti biar dibawa ke Tokyo dan ketemu celengdebu deh.

    ReplyDelete
  10. Gak tau juga sih. Mari kita lihat saja nanti si rubah besar ganteng itu punya rencana apa LOL

    Hihihihihi malu lah diaaaa. Nanti kalo cerita ketauan brocon-nya XDDDD *truspeluk2ansamaHaluituapaaaa*

    ReplyDelete
  11. Gapapaaaaa.... celengdebu kan suka daun muda. *truskenapa*
    *trus iri karena Shunsuke anaknya dua*

    ReplyDelete
  12. Tentu saja aku suka, pandaaaaaaaaaaaa *ketjup ketjup*

    ReplyDelete
  13. Tori: A... Aku cuma suka sama Masahiro kok! Sebelum-sebelumnya gak pernah pacaran sama anak kecil!!!
    Ma-kun: Jadi aku anak kecil, aaaaanh?

    @Icha: *paws face*

    ReplyDelete
  14. Kimi-chan : *sodor foto waktu suap-suapan di taman* *ternyata bawa ponsel* *memang maling*

    ReplyDelete
  15. celengdebu, jangan-jangan lulus SMU kau dan Masahiro sama-sama kecelakaan dan gegar otak ya? (unsure)

    ReplyDelete
  16. Gw membaca kata itu...

    Maaf, selective attention.... (ninja). Te-he...XD

    ReplyDelete
  17. Oh, jadi gebetan lo namanya Bara, Ri? *angkat2alis*

    ReplyDelete
  18. Yun, shun boong! Dia kan nyogok hide pake kroket dan dango! Trus pake layanan anter belanja, pake resep french toast, pake nyimpenin rahasia, pake.... *capek ngitung

    ReplyDelete