Thursday, January 13, 2011

[fanfic] AU Ma-kunxTori - Cold

Fandom: Kamen Rider Decade/Samurai Sentai Shinkenger
Pairing: Inoue Masahiro x Matsuzaka Tori
Cast: Inoue Masahiro, Matsuzaka Tori, Daito Shunsuke
Rating: PG
Warning: BL. AU. OOC. 
Note: Karena semua orang cinta Daito Shunsuke dan sedang ingin agak jahat sama Bocchan tersayang. Tapi akhirnya kok malah bikin implied conflict gini? *tampar diri sendiri* Forever for SATC-ERs tersayang.


“Serius nih, tidak apa-apa?” Shunsuke bertanya ragu sambil kepalanya celingukan.

Tori terbatuk, mulut dan hidungnya tertutup masker, dan mengangguk kecil lalu mendului tamunya bergerak ke ruang tengah. Shunsuke menutup pintu, mengambil sendiri selop dari dalam almari kecil di genkan dan menyusul si empunya rumah. Tori sudah berbaring di sofa, satu lengan ditumpukan di dahinya. Shunsuke tersenyum dan menepuk pelan kepala temannya itu.

“Aku pinjam dapurnya ya.” Ujarnya yang disahuti Tori dengan gumaman tak jelas yang terdengar parau. Shunsuke membongkar kantong belanjaan yang dibawanya dan mengeluarkan beberapa botol air mineral, botol-botol kecil vitamin c, beberapa pak makanan instan dan lain-lain. Memberanikan diri membuka-buka lemari dapur Tori untuk menyimpan semuanya juga mengambil panci dan peralatan masak. Beberapa menit kemudian, dia sibuk di depan kompor.

Tori mengangkat kepalanya dengan susah payah karena terasa pusing dan berat sekali. Dua hari belakangan dia sudah mulai terbatuk-batuk dan merasa tak enak badan tapi Tori tetap memaksakan diri untuk bekerja karena merasa sudah mengambil libur terlalu lama saat tahun baru. Lirikan dan teguran cemas dari rekan-rekan kerjanya sama sekali tak digubrisnya dan Tori hanya tersenyum kecil sambil berjanji kosong kalau dia tak akan lupa istirahat. Akhirnya kemarin sore dia tumbang juga, nyaris pingsan saat hendak keluar dari ruangannya. Jyutta-sensei yang kebetulan lewat langsung menolong sambil memarahinya. Tori hanya bisa protes saat Jyutta-sensei menelepon Katou-sensei dan bahkan Kubota-sensei sendiri yang mengantarnya pulang. Tori merasa tak enak sekali karena merepotkan. Kubota-sensei hanya tertawa dan memastikan Tori beristirahat sambil berujar kalau dia akan kembali lagi membawa obat dan makan malam.

Siang tadi Shunsuke kebetulan meneleponnya, menanyakan apakah Tori tahu dokter spesialis penyakit dalam karena salah satu temannya butuh referensi. Pria itu otomatis langsung menawari untuk menjenguk begitu mendengar suara Tori yang bertambah berat dan terbatuk-batuk. Tori tak bisa menolak juga, toh sendirian di saat sakit memang tak enak rasanya.

”Jadi, Inoue-kun ke mana?” tanya Shunsuke seraya meletakkan semangkuk bubur hangat di atas meja.

Tori bangun dengan susah payah, menurunkan masker dan menyusut hidung. ”Paris.” Jawabnya singkat.

Shunsuke mengangkat alis. “Pekerjaan?”

Tori hanya mengangguk.

”Ah, karena itu kau sendirian ya? Kalau ada di sini tak mungkin aku akan diijinkan masuk ya?” Shunsuke tergelak. ”Yaaah, aku kan hanya tak ingin jadi korban pembunuhan.” Kelakarnya masih tergelak dan beringsut menjauh karena Tori menyikut pinggangnya. Tangannya terulur membetulkan haori tebal yang dipakai Tori dan menepuk pelan pundak dokter itu.

”Yah, aku mungkin tak bisa memeluk dan menemanimu di tempat tidur sepanjang malam, tapi aku akan berusaha untuk merawatmu sampai  kau sehat.” Shunsuke mengerling.

Mendengar itu, Tori nyaris tersedak dan menyikut temannya itu sekali lagi. ”Nani soreee~~~??” tapi tak urung ikut tertawa.

”Kamu benar-benar harus cari teman kencan. Masih hobi ikut omiai?” Tanya Tori beberapa saat kemudian sambil memperhatikan Shunsuke membereskan bekas makannya.

Shunsuke hanya mengangkat bahu. ”Sekarang tak sempat. Aku baru saja masuk ke tim untuk menangani kasus besar. Lagipula kupikir, aku ingin santai sedikit. Menikmati hidup.” Shunsuke meleletkan lidahnya.

Tori merebahkan tubuhnya lagi, membetulkan letak bantal yang menyangga kepalanya. Dia menolak untuk tidur di kamar karena entah kenapa rasanya agak sumpek. Meskipun sekujur tubuhnya rasanya mau patah kalau dipakai bergerak, setidaknya sofanya cukup empuk untuk ditiduri. Dia tertawa pelan mendengar perkataan Shunsuke. Pria itu kembali ke ruang tengah lalu duduk di atas karpet. Menyilangkan kaki dengan nyaman dan menatap Tori.

”Kudengar dari bibi kalau kau akan menikah?” Shunsuke menunjuk tangan kanan Tori. Dia sebenarnya sudah memperhatikan cincin yang melingkar di jari Tori itu sejak datang tadi.

Wajah Tori yang sedikit memerah karena suhu tubuhnya, makin bertambah merah dan mengangguk malu. ”Rencananya sih begitu. Maaf ya, aku belum sempat cerita.”

”Kenapa harus minta maaf? Kabar baik kan tetap kabar baik meskipun didengar kapan saja.” tukasnya sambil tersenyum. ”Aku boleh jadi pendamping priamu?” Alis tebal Shunsuke bergerak jahil.

Tori tertawa disela dengan batuk-batuk kecil. Shunsuke mengangsurkan sebotol air mineral padanya. “Terima kasih. Rencananya belum apa-apa kok. Ibunya mengajukan syarat kalau dia harus lulus kuliah dulu baru akan ada pembicaraan lebih lanjut.”

Shunsuke mengangguk-angguk. “Hmm… tapi sudah ada perkiraannya kan? Tahun depan?”

“Entahlah.” Tori mengangkat bahu. “Akhir-akhir ini dia makin sibuk dengan pekerjaannya. Sepertinya kuliahnya pun jadi agak terlantar. Tempo hari kakaknya datang ke rumah sakit dengan wajah tak enak. Sepertinya mereka bertengkar. Aku juga belum bicara dengannya sih.”

Dengan penuh simpati, Shunsuke menepuk-nepuk lutut Tori. “Harus tega loh. Masalah masa depannya juga kan?”

Tori mengangguk seraya meneguk air lagi. “Aku tahu. Tapi ya begitu, setelah sekian lama pun, tetap harus tunggu saat yang tepat kalau mau menegur.” Tori tersenyum samar.

Shunsuke balas tersenyum. Lagi-lagi menepuk lutut Tori. Dalam hati, mau tak mau dia agak iri. Kalau mau berniat jahat, dia tahu dia akan dengan mudah mencuri dokter tampan ini kapan pun tapi tentu saja dia tak akan begitu. Tori percaya padanya dan Shunsuke tak akan mengkhianati temannya yang kadang menurutnya terlalu baik itu.

Dengan hati-hati, diambil tangan Tori dan digenggamnya dengan hangat. “Semuanya akan baik-baik saja kok.”

Tori menatap tangan Shunsuke yang menangkup tangannya itu tanpa berkedip sebelum akhirnya sudut-sudut bibirnya bergerak membentuk senyuman. “Terima kasih.” Ujarnya tulus.


---------


Sudut bibir Masahiro berkedut tak senang begitu melihat sosok yang berdiri membukakan pintu untuknya. Apa-apaan ini? Apa maksudnya ini? APA YANG DILAKUKAN MANUSIA INI DI SINI? Otaknya sudah menjerit-jerit dan kepalanya panas. Dia buru-buru pulang begitu pemotretan selesai sampai membuat bingung seluruh staff, marah-marah pada agen perjalanan karena sepertinya tak ada satupun yang bisa menyediakan SATU tiket saja untuknya, tak bisa tidur selama di pesawat, nyaris membuat supir taksi takut karena memerintah dengan suara galak untuk ngebut ke alamat Tori dan lihat siapa yang menyambutnya? Tangannya sudah mulai membentuk kepalan ketika Shunsuke tersenyum lebar padanya.

”Syukurlah! Aku sudah nyaris menelepon bibi Amami untuk datang karena aku tak bisa berlama-lama menemani Tori.” ujarnya sambil menarik Masahiro masuk.

Masahiro berkedip bingung. Keningnya berkerut. “Maksudmu?”

“Aku sudah di sini sejak kemarin siang dan sore ini aku ada rapat penting dengan klien. Tori tak bilang kapan kau pulang jadi aku bingung siapa yang harus kuhubungi untuk menjaganya. Demamnya naik lagi tadi pagi. Aku sudah menghubungi nomor yang ditinggalkannya di pintu kulkas – Kubota-sensei? – tapi aku tak tahu seberapa cepat dia bisa datang dan yah, kupikir tak ada yang lebih masuk akal selain meminta ibunya kan?” Shunsuke menjelaskan panjang lebar sementara Masahiro melepas sepatu dan naik ke ruang tengah.

Kening pemuda itu berkerut makin hebat. “Dia di mana?”

“Tidur. Setelah kupaksa.” Sahut Shunsuke lugas. ”Jadi, hmmm.... di microwave ada  bubur yang siap dihangatkan kapan saja dan menurut Kubota-sensei tadi, kalau sampai sore demamnya tidak turun juga, sebaiknya dia dibawa saja ke rumah sakit.”

Masahiro hanya bisa menatap pria itu mondar-mandir mengumpulkan beberapa barang dan menyampirkan tas ke pundaknya. Tak tahu harus berpikir apa. Jelas sekali wajahnya lelah. Mungkin karena harus terjaga semalaman mengganti kompres. Masahiro mengelap tangannya yang berkeringat ke celana jeansnya. Mendadak emosinya mereda karena bagaimanapun berkat pria itu Tori tak sendirian saat sedang sakit seperti ini.

Shunsuke memiringkan kepalanya. ”Kenapa bengong? Lapar? Ada makanan di kulkas sisa semalam, kalau mau. Aku pulang dulu ya. Sampaikan salamku untuk Tori kalau dia bangun nanti.”

Masahiro berkedip saat Shunsuke menepuk pundaknya lalu memutar tubuhnya sebelum Shunsuke sempat menghilang. ”Ano~

Shunsuke menoleh melalui bahunya. ”Ya?”

Pemuda jangkung itu tampak sedikit salah tingkah. Menoleh ke arah lain sebelum menarik nafas dan berujar lirih. ”Terima kasih... sudah menjaganya.”

Shunsuke menggerakkan dua jarinya dan mengedip. ”Ah, bukan apa-apa. Tori kan temanku.” Pria itu meneruskan mengenakan sepatunya lalu berhenti saat tangannya sudah meraih pegangan pintu. ”Oh ya, Inoue-kun...”

”Ya?”

”Cobalah untuk sesekali menempatkan dirimu di posisi Tori. Dia juga pasti ingin diajak bicara kalau kau ada masalah. Apalagi kalau secara tak langsung menyangkut dirinya juga. Belajarlah mendengarkan.”

Masahiro kembali mengerutkan kening. ”Maksudnya? Aku sedang tak ada masalah kok.” Sahutnya dengan nada tak suka.

Shunsuke mengedikkan bahunya. ”Sekedar masukan saja kok. Supaya kau tidak lengah dan dia lolos dari tanganmu. Hei, jangan pasang tampang begitu, dong. Aku bicara ini sebagai teman loh. Aku hanya mau bilang kalau butuh lebih dari sekedar cinta untuk mempertahankan hubungan.”

Masahiro menggeram pelan begitu Shunsuke pergi dan pintu menutup dengan pelan. Sama sekali tak suka dan bingung dengan maksud ucapan hama pengganggu itu. Sudah cukup kakak-kakaknya ikut campur. Masahiro tak ingin ada orang lain lagi yang tak tahu apa-apa dan sok memberi nasehat seperti itu. Pemuda itu pun jadi penasaran apa saja yang diceritakan Tori pada pria itu sampai Shunsuke bisa berkata seperti itu. Kalaupun memang ada yang diceritakan, kenapa harus pada Shunsuke? Kenapa tak bicara langsung padanya?

Telinganya samar menangkap suara Tori dari dalam kamar. Masahiro langsung teringat apa tujuannya dan buru-buru menarik nafas panjang. Begitu tenang, dia langsung menuju kamar Tori sambil tersenyum. Didekatinya kekasihnya itu dan disentuhnya kening Tori dengan lembut. Memang terasa hangat. Masahiro jadi merasa bersalah karena sempat berpikir yang tidak-tidak. Seharusnya dia lebih memikirkan kesehatan Tori saat ini. Badannya pun condong ke depan dan disentuhkannya keningnya dengan kening Tori.

“...Ma-kun?” Tori perlahan menyentuh wajahnya seperti tak percaya. ”Kok sudah pulang?”

Masahiro tersenyum. ”Aku langsung pulang begitu pekerjaannya selesai. Aku khawatir sekali loh. Daito-san bilang Tori demam lagi?” tanyanya khawatir.

Tori memutar badannya untuk telentang dan menyentuh dahinya sendiri. “Hmm... sepertinya sudah mendingan, sih. Aku juga tak tahu kenapa aku bisa sakit separah ini.” Tori terbatuk saat hendak mengangkat badannya. Masahiro menggeleng dan menahannya supaya tetap tiduran.

“Nanti sore ke Keigo ya.” Ujar Masahiro tanpa mau disahuti.

Tori tertawa kecil dan mencubit pipi pacarnya. “Iya. Tak usah merengut begitu dong. Kalau soal sakit sih, aku lebih tahu harus melakukan apa daripada kamu kan?”

Masahiro merengut. ”Habis Tori kan biasanya suka memaksakan diri. Buktinya sampai jadi  begini kan?”

Tori balas menggembungkan pipinya dengan sebal dan membuang muka. Masahiro mendesah. “Maaf. Aku bukannya marah tapi aku khawatir sekali karena Tori sakit saat aku tak ada.”

Kalau sudah melihat ekspresi seperti itu, Tori jelas tak bisa lagi merasa sebal. ”Shouganai deshou? Masahiro pergi kan karena pekerjaan.” ujarnya pelan. Nyaris saja dia melanjutkan mengingatkan Masahiro untuk memikirkan kuliahnya juga tapi urung karena mendadak kepalanya pusing. Tori menyambar lengan Masahiro dan bergelung seraya mengeluh pelan. Sudahlah, dia tak ingin memikirkan apapun saat ini.

Masahiro beringsut mendekat, tangannya yang lain bergerak mengelus-elus kepala Tori. Sejenak bingung harus apa karena tak pernah merawat orang sakit dan selama dia mengenal Tori, ini pertama kalinya Tori sakit.

”Mau dibuatkan sesuatu?” tanyanya sambil mengelus pipi Tori penuh sayang.

Tori menggeleng dengan mata terpejam. ”Aku hanya ingin ditemani Ma-kun.” gumamnya.

Masahiro tersenyum sumringah, menunduk untuk mencuri kecupan dari bibir Tori yang juga terasa lebih hangat dari biasanya. “Cepat sembuh ya.” Bisiknya.



34 comments:

  1. Seperti biasa, saya rajin nge-save fic Anda. :D
    Nice background and header, btw.

    ReplyDelete
  2. adyuuuh... terima kasiiih *malu-malu*

    Thanks~! Layout ada credit-nya tapi header dan background dibikinin sama Nei *kira*

    ReplyDelete
  3. Tapi maap yak kalo ga pernah komen. Bacanya di rumah soalnya. Hihihi...

    Sudah kuduga itu bikinan beliau. XDD

    ReplyDelete
  4. hehehehe santai aja. A comment would be much appreciated but it's up to you ^_~ (sebenernya penasaran juga sih ;p)

    canggih ya dia? *peluk sayang Nei*

    ReplyDelete
  5. Sejujurnya... saya ga bisa komen. Saking terpananya baca fic. Muhehehehehe....
    Sejauh ini sih... saya ngiri pengen bikin fic macam begituuuuuuuu!!! *tunjuk2 bed scene Sensei dgn Bochama*

    Canggih banget!!! Saya sering dibikinin wally.

    ReplyDelete
  6. huhihihihi sankyuuu~~ masih banyak belajar juga kok karena sebelumnya nggak pernah bikin fic pake bahasa indonesia XDD Bikin fic juga? Aku mau liyat dong~

    ReplyDelete
  7. Hihik! Ada sih, fic alice nine tapi...
    Saya malu ngasih liatnya.... *tutup muka*
    Tapi... silakan dibaca deh... XDDD *plin-plan*

    http://kireiinayozora.multiply.com/journal/item/190
    http://www.mediafire.com/?saaw8fkqkcyin8i

    ReplyDelete
  8. somehow gue merasa Ma-kun harus sesekali dibuat jalan dg Shunsuke biar tahu manusia ini baik banget. Serius. ~uyel2~
    EH? POLISI YA? ~mata berbinar kagum~
    MANIS. MANIS BGT Ma.kun x Tori di sini, ahuuuu.


    ngomongin apa kalian? ~tiban~

    ReplyDelete
  9. sepertinya emang harus gitu ya? LOL *asah tanduk*

    Pengacara, Nei LOL coba dicek lagi fanfic gue :p

    Betapa cintanya kami akan kemampuan manip lu, my dear *kecup*

    ReplyDelete
  10. *kunyah Shunsuke* manis, kau manis sekali Shunsuke!!!!

    Maaf Ma-un, hatiku tercuri *melayang pergi bersama Shunsuke* XDDDDDDDDDDDD

    Auuuuughhh, Tori, cerita dong ma Ma-kun. Susah loh numpuk masalah...:(. Malah jadi bom waktu~

    ReplyDelete
  11. Manis ya, diaaaaaa~~~ Maafkan kami, Ma-kun LOL

    Lagi sakit gitu looh. Nanti gak sembuh-sembuh. Nanti tidak debu lagiii~~ *ditimpuk*

    ReplyDelete
  12. maaf. ingatan gw bereaksi lambat karena masuk angin. ~alasan~

    sebenernya gue tak paham masalah apa yg ditumpuk Ma-kun atau senseinya, tapi jangan sampai a la adegan separuh fanfic gue yg film itu ya. ~gigit Ma-kun~
    Somehow juga, pingin sensei manja gitu karena sakit. /plak

    CELENG DEBU~ CEPAT SEMBUH!

    ReplyDelete
  13. kyah sensei sakit, entah kenapa moee ♥ *malah seneng*

    fuwaa manis sekali mama-san!!

    ReplyDelete
  14. @Nei: kamu mulai tertular Icha XDD *ngumpet*

    Sebenernya nggak ada masalah yang ditumpuk sih, Nei. Tapi itu ada isu yang bikin Tori khawatir. Coba baca lagi deh *males nerangin* *ditiban*

    @Aphin: hihihi abis Ma-kun melulu yang dibikin sakit, gantian dong. Tori kan celeng... eh, manusia biasa LOL

    TERIMA KASIH~!! *kecup Aphin*

    ReplyDelete
  15. @Nei: diskusi lewat SMS yes. Mama-san mau tutup warung *wink*

    ReplyDelete
  16. ah, sensei memang celeng. . .eh manusia biasa yang manis.

    Hmmm. . . .hmmm. ~mencerna sambil goler goler bareng Shunsuke~

    ReplyDelete
  17. awwwww......... Shunsuuke, mau aku jodohin sama sensei? jadi cadangan gitu kalo Boochama itu kagak ada.... hihihihi....

    *kabur sebelum dilindes boochama*

    ReplyDelete
  18. Ma-kuuuuun jangan cium2 dulu ntar ketularan celeng debu trus dua2nya sakit gimana? XD

    Ah Shunsukeeeeeee kenapa baik dan manis sekaliiiii *menemplok sambil ngusel2* Mudah2an kau bukan tipe yang enak dijadikan teman tapi ga enak dijadikan pacar ya. XD;

    BTW itu enak aja Nei dibilang ketularan gw! Gw ngerti kok konfliknya tentang apa, weeeeeee. *ceritanya ga terima* *cuma tidak pikun untuk hal2 ga penting*

    ReplyDelete
  19. Ma-kun kan emang punya masalah sama nahan napsu, kk. IHI *colok Bocchan*

    Tipe2 kaya Shunsuke ini enaknya lgsg dikawinin ajaaaaaaa *melolong*

    *ngumpet di belakang Shi Gi*

    ReplyDelete
  20. punya pacar se-seksi celeng debu memang kadang bikin ga tahan walau cuma curi2 cium ya, Ma-kun?
    benar, mari kawin dengan Sudacchi saja. /eh

    ReplyDelete
  21. kakaknya polisi, adiknya pengacara.
    NYAM.

    ReplyDelete
  22. Dua-duanya didandanin jas item ketat gitu ya. Mmm.

    ReplyDelete
  23. Ma-kun: ". . . . . . .(tak terima) Stylish-san, perketat celanaku!"

    ReplyDelete
  24. Wardrobe master: .....gue sih gak keberatan yaa~~ tapi gak kasian sama piyo situ? Yang sedih kan nanti si celeng debu juga kalo piyomu kenapa2 *wink*

    ReplyDelete
  25. kasiannya Ma-kun, sensei lebih cinta piyonya daripada dia.
    X9

    ReplyDelete
  26. loh, piyonya kan juga bagian dari Ma-kun? *evilsmirk*

    ReplyDelete
  27. Ma-kun: "BENAR SEKALI." ~ongkang ongkang kaki~

    ReplyDelete
  28. Semuanya jadi pada beralih ke Shunsuke gini! Hihi!! Kasian kau, Bocchan!!

    Komen fanfic saya ya, Tante. Hehe...

    ReplyDelete
  29. komen yang di multimu dulu yes heheheh

    yang di mediafire blum sempet dibaca :D :D

    ReplyDelete