Pairing: KazukixTakuya, Ma-kunxTori
Rating: PG
Warning: BL. AU
Disclaimer: none of the characters are mine
Note: inspirasi dtg di kamar mandi :p
Takuya menggembungkan kedua pipinya dengan sebal. Terlihat lucu sekali karena dia melakukannya sambil mengunyah potongan strawberry short cake yang terhidang untuknya. Matanya berkali-kali melihat ke arah tangga, berharap sesosok tinggi akan turun setiap saat. Tapi tak ada seorang pun yang turun dari lantai atas sejak 30 menit yang lalu. Takuya menusuk-nusuk cake-nya dengan kesal.
Bagaimana tidak? Sudah susah-susah bangun pagi dan datang ke rumah Kazuki tapi pacarnya itu malah mendadak terima telepon dari luar negeri dan menghilang ke kamar kerjanya di atas tanpa penjelasan lebih lanjut. Lalu sekarang dia harus apa? Kalau pulang, di rumahnya juga sepi dan Takuya sudah mulai mengantuk.
"Baka Kazuki." Sungutnya, masih menusuk-nusuk cake tak bersalah itu sampai nyaris hancur.
Saat itu dia mendengar suara dari arah tangga. Kepalanya terangkat penuh harap tapi langsung kecewa begitu melihat kalau yang turun ternyata bukan Kazuki melainkan sang adik bungsu yang tetap tampak keren meskipun hanya mengenakan polo shirt dan celana kargo selutut. Takuya buru-buru menyuap lagi.
"Ara, Gyuunyuu-chan? Sedang apa?"
"Menunggu Kazuki." Jawab Takuya sambil bergumam kesal.
"Eh?" Pemuda jangkung itu mendekat. "Memangnya Aniki ke mana?"
Takuya mengangkat telunjuknya ke atas. "Conference call ke Amerika."
"Aaaah." Masahiro mengangguk maklum. "Bisa lama sekali tuh selesainya."
Takuya makin bete. Melihat itu, Masahiro pun tersenyum jahil. "Ikut aku saja, yuk."
"Ke mana?" Tanya Takuya. Alisnya terangkat.
"Kencan dengan Tori."
"Tidak mau!"
Masahiro tergelak. "Dibilang kencan juga, kami cuma jalan-jalan ke Shibuya kok. Ikut saja yuk. Tori tak akan keberatan kok. Daripada kamu jamuran di sini."
Takuya menggigit bibir. Sedikit tergoda. Lagi-lagi diliriknya tangga itu. Masahiro menarik tangannya.
"Sudah, ikut saja. Nanti biar aku yang sms Aniki. Ayo!"
Dan Takuya pun menurut saja diseret Masahiro pergi. Sekali lagi, dia mencuri pandang ke arah tangga dan mendesah. Salah Kazuki sendiri kenapa dia menerima telepon itu, pikirnya.
---
"Gyuunyuu-chan, tidak keberatan kan pindah ke belakang?" Masahiro bertanya sambil mengarahkan mobilnya mendekati sebuah bangunan apartemen.
Takuya mengangguk. Dari kejauhan dilihatnya sesosok yang mulai bisa dikenalinya dengan mudah. Tori berdiri menunggu di dekat gerbang. Terlihat santai dengan sweater tipis berkerah V dengan lengan tergulung sampai siku dan celana jeans warna gelap. Dia juga mengenakan sandal, jadi terlihat makin santai.
Sebuah senyum tersungging di bibirnya saat mobil Masahiro makin dekat. Kepalanya kemudian dimiringkan dengan bingung karena melihat bangku depan sudah terisi. Takuya keluar saat mobil sudah berhenti di samping Tori.
"Konnichiwa, Matsuzaka-sensei."
"Ah, Takuya-kun! Konnichiwa." Tori membalas dengan ceria. Dipandangnya Masahiro dengan tatapan bertanya setelah mereka masuk ke dalam mobil.
Masahiro nyengir. "Dia ditelantarkan Kazu-nii. Jadi aku ajak saja. Tak apa-apa kan?" Tanyanya.
Tori tersenyum dan mengangguk. "Tak apa-apa kok. Memangnya Katou-sensei kenapa?"
"Conference call dengan pemegang saham dari Amerika." Jawab Masahiro sambil menjalankan mobilnya setelah memastikan dua penumpangnya sudah memakai sabuk pengaman dengan baik.
Tori mengangguk-angguk lagi. "Takuya-kun sedang libur ya?" Tori menoleh ke bangku belakang.
Takuya mengangguk. "Kelas tiga sedang ujian dan tak ada kegiatan klub."
"Oh, sou?"
Tori mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan. Masahiro sesekali nimbrung dan mereka tertawa-tawa. Mood Takuya sedikit membaik. Ini jelas lebih baik daripada bengong menunggu Kazuki yang tak jelas kapan akan selesai. Takuya mengalihkan pandangannya ke luar jendela ketika menyadari kalau tangan kiri Masahiro tak pernah bersiaga di atas gigi tapi diistirahatkan di atas lutut kanan Tori. Tori pun selalu meletakkan tangannya di sandaran kursi pengemudi dan sesekali jari-jarinya memainkan anak rambut Masahiro.
Tak berapa lama akhirnya mereka sampai. Takuya baru sadar kalau ternyata mereka ada di Shibuya. Masahiro mengarahkan mobilnya ke sebuah tempat parkir paling strategis di daerah itu. Memberikan tip cukup besar pada si petugas sambil nyengir. Takuya mendengus. Dasar orang kaya, gumamnya.
"Gyuunyuu-chan, jangan bengong!" Masahiro menegurnya seraya melingkarkan satu lengannya ke pundak Takuya. Di sebelahnya, Tori tersenyum lebar. Takuya pun menurut saja lagi-lagi digiring memasuki Shibuya yang ramai itu. "Jangan jauh-jauh ya. Kalau kamu hilang, aku bisa dibunuh Aniki." Masahiro mengerling padanya.
Takuya memutar matanya.
"Mau ke mana dulu?" Didengarnya Masahiro bertanya pada Tori.
Tori mengerutkan dagunya dengan imut dan menunjuk sebuah department store. "Ke situ, yuk."
Seharian itu mereka berkeliling Shibuya. Keluar-masuk toko dan terkadang berhenti sebentar kalau melihat sesuatu yang menarik perhatian. Takuya pun mendapatinya dirinya menenteng satu tas berisi jaket baru. Tori mendapatinya memandangi jaket itu dengan penuh minat dan Masahiro berkeras membelikan. Kemudian baru lah dia tahu kalau ternyata Masahiro pernah jadi model untuk brand yang mengeluarkan jaket itu.
Takuya juga senang ikut ditaktir gelatto karena Tori memaksa ingin yang manis meskipun Masahiro sudah menolak. Takuya tak mengerti, apa salahnya sih membelikan gelatto untuk pacar sendiri? Setelah mereka menghabiskan gelatto dan kembali berjalan, barulah dia sadar kalau Tori jadi agak lebih ceria dibanding yang sebelumnya.
"Begitu ya? Sugar high rupanya." Ujarnya sambil terkikik sementara Masahiro geleng-geleng kepala.
"Kalau begini, Matsuzaka-sensei lucu ya." Komentar Takuya lagi sambil memperhatikan Tori yang sudah melesat ke kerumunan di depan mereka. Ada pesulap jalanan yang sedang mempertunjukkan kebolehannya.
Masahiro mengacak-acak rambut Takuya. "Kamu tak boleh naksir padanya loh."
Takuya langsung berontak. "Baka! Siapa juga yang begitu? Aku kan sudah punya Kazuki." Takuya menjulurkan lidahnya.
Masahiro terkekeh, sekali lagi mengacak rambut Takuya dan lari menghindar dari Takuya yang berusaha menendangnya. Takuya menghela nafas. Masahiro memang lebih tua darinya tapi kadang Takuya merasa kalau pemuda itu seumur dengannya. Dia senang sih, karena kalau sedang menunggu Kazuki di rumah sakit dan kebetulan ada Masahiro, dia jadi punya teman main. Setidaknya sampai Tori datang. Tapi dokter muda itu pun selalu dengan ramah mengajaknya bergabung dan menemani sampai Kazuki selesai.
Dilihatnya Masahiro mendekati Tori dan melingkarkan lengannya ke pinggang dokter itu. Tori menoleh dan tersenyum lebar sebelum mengalihkan perhatian ke arah si pesulap lagi. Masahiro mendekatkan kepalanya dan membisikkan sesuatu ke telinga Tori yang membuatnya terkikik dan menyikut perut Masahiro. Takuya menyusul, berdiri tak jauh di belakang kedua orang itu. Ikut bertepuk tangan karena si pesulap baru saja mengubah asistennya jadi sesekor keledai.
Tori menyandarkan kepalanya ke pundak Masahiro sementara si pesulap melakukan proses mengembalikan asistennya ke wujud semula. Takuya mulai berdiri dengan gelisah. Bukan karena khawatir si pesulap tak bisa mengembalikan asistennya, tapi karena melihat Masahiro mengecup kepala Tori dan Tori pun mengangkat kepalanya. Takuya terperangah saat melihat dua orang itu bertukar kecupan kecil di bibir dan tersenyum satu sama lain. Kembali memperhatikan si pesulap seolah tak ada apa-apa.
Takuya merasa wajahnya memerah. Terang-terangan sekali mereka, pikirnya. Memang, Kazuki sudah cerita kalau dua orang itu akan menikah jadi wajar saja kalau mesra begitu. Sebenarnya pemandangan seperti itu sudah tak aneh karena di rumah pun dia biasa memergoki orangtuanya sedang bermesraan. Mungkin Takuya iri, karena perkembangan hubungannya dengan Kazuki berjalan sangat lambat. Tapi Takuya senang karena sekarang Kazuki sudah mau menggandengnya di tempat umum. Yah, memang tak bisa mengeluh, mau bagaimana lagi?
"Takuya-kun! Makan yuk!" Tori memanggilnya sambil melambaikan tangannya.
Mendengar kata 'makan' disebut, Takuya langsung menghampiri dengan semangat. "Kare!" Serunya sambil mengangkat tangan.
"Kare ya?" Masahiro bergumam, memandang sekeliling seperti mencari-cari.
Saat itu telepon genggam Takuya berdering. Takuya buru-buru merogoh sakunya dan membuka flip teleponnya. Wajah dan nama Kazuki terpampang di layar.
"Mo-"
"Kuu-chan! Kamu di mana?" Sergah Kazuki dengan panik.
Kening Takuya berkerut. "Eh? Aku pergi dengan Inoue-kun. Bukannya Kazuki sudah diberitahu?" Takuya menoleh pada Masahiro yang nyengir lebar dan menjulurkan lidahnya dengan jahil.
"Dengan Masahiro? Sungguh?"
Takuya mengangguk. "Sama Matsuzaka-sensei juga."
Di seberang sana, Kazuki menghela nafas. Lega karena paling tidak Takuya aman bersama Masahiro. "Kalian di mana? Sudah makan?"
"Un. Kami di Shibuya. Baru mau makan." Jawab Takuya.
"Aku menyusul sekarang. SMS tempatnya ya." Ujar Kazuki.
"Okay. Sampai nanti." Takuya menutup teleponnya dan langsung menghampiri Masahiro untuk memukul lengannya. Pemuda itu berjengit dan tertawa terbahak-bahak.
"Ma-kun." Tegur Tori.
"Habis, salah Aniki juga sih. Punya pacar kok dianggurin terus. Kasihan kan?" Tukasnya membela diri.
"Tapi jangan begitu dong. Katou-sensei kan jadi khawatir." Tori mencela.
"Huh. Biar saja." Masahiro meletakkan tangannya di atas kepala Takuya. "Biar belajar memperlakukan pacar dengan baik. Yuk, jadi makan tidak?"
Takuya mengangguk, agak malu karena ternyata Masahiro memperhatikan hubungannya dengan Kazuki. Diikutinya dua orang itu menyeberang jalan menuju sebuah restoran kare. Mereka harus menunggu sebentar karena restoran itu sedang ramai pengunjung dan semua meja penuh. Takuya mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Kazuki.
-CocoIchi Curry. Shibuya. Kazuki mau dipesankan apa?-
Untunglah mereka tak harus menunggu lama. Seorang pelayan mengantar mereka ke meja di dekat jendela, memberikan menu dan meletakkan 3 gelas berisi air mineral di depan mereka.
Tori membuka menu. "Masahiro mau yang biasa?" Dan dijawab dengan anggukan. "Takuya-kun?"
Ponsel Takuya bergetar. Pesan masuk.
-Apa saja boleh. Terserah Kuu-chan saja. Lima menit lagi aku sampai-
Takuya tersenyum kecil. "Aku... Hamburger curry dan sesuatu yang pedas untuk Kazuki."
"Oh, menyusul ya?" Masahiro mengangkat alis.
Tori mengangkat tangannya memanggil pelayan dan memesankan untuk mereka.
"Jadi, upacara pernikahannya kapan?" Tanya Takuya setelah si pelayan pergi. Tori berhenti minum dan Masahiro mengangkat kepala dari ponselnya.
"Kenapa anak kecil mau tahu itu?" Sergah Masahiro. Leher dan telinganya memerah.
"Memangnya tidak boleh?" Takuya merengut.
Tori menyikut pelan pinggang Masahiro lalu tertawa. Terlihat tersipu. "Masih agak lama, kok. Paling tidak menunggu dia lulus." Tori mengedikkan kepalanya ke arah Masahiro.
"Hee... Matsuzaka-sensei tak apa-apa menunggu selama itu? Sudah dua tahun kan?" Tanya Takuya polos.
Tori tertawa. "Belum dua tahun kok." Tori melirik Masahiro yang pura-pura sibuk dengan ponselnya lagi. "Keputusannya agak buru-buru jadi kami tak ingin bergerak lebih cepat lagi. Ne?"
Masahiro mengangkat bahu. "Ibuku juga tak akan mengijinkan kalau aku belum lulus."
Takuya menopang dagu. "Repot juga ya."
Tori tertawa. "Apanya?"
Masahiro nyengir jahil. "Makanya, cepat tumbuh besar jadi bisa melakukan ini-itu dengan Aniki."
"Baka!" Takuya melempar tisu ke arah Masahiro dan tepat mengenai dahi. Masahiro terbahak-bahak. Tori memukul lengan Masahiro tapi ikut tertawa juga.
"Melakukan apa denganku?" Sebuah suara membuat mereka bertiga menoleh. Kazuki berdiri di samping meja mereka dengan ekspresi penuh ingin tahu. Tori mengangguk sopan, Masahiro hanya nyengir dan wajah Takuya masih bersemu merah.
Kazuki duduk di satu-satunya kursi yang tersisa, di sebelah Takuya. Ditepuknya kepala anak itu dengan lembut. Takuya menoleh dan akhirnya tersenyum kecil.
"Payah. Cium dong." Goda Masahiro.
"Ma-kun!" Tegur Tori sambil menggigit bibir menahan tawa.
Kazuki mendelik dan wajah Takuya makin merah. Dia baru saja mencari-cari sesuatu untuk dilempar ke arah pemuda jahil itu tapi urung karena makanan mereka datang. Saat makan pun, Takuya memperhatikan pasangan di depannya. Masahiro sibuk memindahkan isi kare yang tak disukainya ke piring Tori sementara Tori sendiri memberikan rotinya pada Masahiro. Mereka melakukannya sambil mengobrol. Takuya melirik pacarnya yang makan dalam diam. Wajahnya serius sekali. Sadar diperhatikan, Kazuki menoleh dan mengangkat alis.
"Kenapa? Terlalu pedas? Mau dimintakan air lagi?" Tanyanya.
Takuya menggeleng dan kembali makan. Memang beda sekali ya, pikir Takuya. Mungkin memang tak bisa dibandingkan, Takuya menyimpulkan.
Setelah meninggalkan restoran itu, mereka masih melanjutkan berkeliling Shibuya. Toh, "Kazu-nii sudah susah-susah menyusul, jadi rugi kalau langsung pulang, kan?" ujar Masahiro.
Matahari sudah mulai condong ke barat dan bersinar terang ke arah jalan yang mereka lewati. Tori melindungi matanya dengan tangan dan Masahiro mengulurkan kacamata hitam yang sedari tadi menggantung di kerahnya. Karena sibuk memperhatikan, Takuya tak sadar kalau Kazuki sudah bergeser ke sisinya yang lain, menutupi sinar matahari dengan tubuhnya yang menjulang.
Masih sesekali berhenti untuk melihat sesuatu, Takuya melihat bagaimana tangan Tori mencari tangan Masahiro dan disambut dengan lembut. Jari-jari mereka saling mengait erat. Lagi-lagi mereka melakukannya tanpa perlu saling melihat atau meminta. Takuya melirik ke arah Kazuki dan setengah kecewa karena kedua tangan pria itu diselipkan ke dalam jaket kulit yang dikenakannya. Setengah menghela nafas, Takuya mengulurkan tangan dan menggamit lengan Kazuki. Kazuki melihat ke arahnya dan Takuya tersenyum manis.
Memang tak bisa dibandingkan tapi begini saja, Takuya sudah cukup senang. Setidaknya untuk saat ini.