Author: Panda^^V
Fandom: DCD/Shinkenger
Pairing: Ma-kunxTori
Rating: PG
Warning: euh... gak ada sih. Kayanya.
Disclaimer: Characters are not mine
Note: Gileeeee, dua orang ini bikin gue produktif sekali. Lagi2 dari spin-off dari TeniMyu AU-nya Nei.
Tori berlari menyusuri lorong rumah sakit sekencang yang dia bisa. Dua kali nyaris menabrak seorang perawat dan satu pasien. Tapi dia tak peduli. Semenit yang lalu, Sota-sensei baru saja muncul di pintu ruang prakteknya dan memberi tahu kalau ada ambulans masuk dengan membawa dua korban kecelakaan dan sepertinya salah satunya adalah adik Katou-sensei. Detik berikutnya, Tori sudah beranjak dari kursinya bahkan sebelum Sota-sensei selesai bicara.
Jarak unit gawat darurat dan ruangannya cukup jauh tapi Tori tak peduli. Pikirannya kalut karena membayangkan yang terburuk tentang Masahiro. Dia berhenti sebentar di depan pintu masuk UGD, tersengal-sengal dan membuat suster jaga di situ khawatir. Tori mencengkeram lengan suster itu dan menanyakan tentang korban kecelakaan yang baru masuk dengan panik dan marah sampai membuat suster itu gemetar dan menjawab dengan takut kalau “Matsuzaka-sensei tak bisa masuk. Operasinya sudah mulai.”
Mendengar itu, jantung Tori rasanya seperti turun ke perut. Berarti kondisinya buruk sekali kalau sampai harus dioperasi saat itu juga. Dengan bingung, Tori mengucapkan terima kasih pada suster itu, yang jadi bertanya apakah Tori baik-baik saja karena wajahnya pucat sekali. Tori menggeleng pelan lalu berjalan pelan ke arah pintu ruang UGD, ragu-ragu untuk masuk. Kemudian menjadi marah dan kesal kenapa hari itu bukan gilirannya jaga di UGD.
Sepotong tangan menyentuh pundaknya. Tori menoleh dan melihat Kubota-sensei mengangguk padanya. Tori tersadar begitu melihat betapa tenangnya Kubota-sensei. Juga Kazuki-sensei yang berdiri di belakang Kubota-sensei. Tidak seharusnya dia panik seperti itu. Ini rumah sakit, apa jadinya kalau pasien melihat dokternya panik? Kalau dua dokter senior itu bisa setenang itu padahal kemungkinan besar adik mereka sedang kritis di dalam sana, Tori seharusnya juga bisa berbuat hal yang sama.
Kubota-sensei tersenyum kecil. Wajahnya memang terlihat khawatir. “Aku tahu kau khawatir. Tapi tenang saja, anak itu tak gampang mati, kok.”
“Dia seperti kecoa.” Komentar Kazuki-sensei.
Tori menatap dua koleganya itu dengan tak percaya. Dia tahu keluarga itu memang unik tapi sampai bisa berkomentar sesantai itu, Tori sungguh-sungguh tidak mengerti. “Tapi---” Tori membuka mulut untuk berkomentar tapi Kubota-sensei sudah mendorong punggungnya untuk masuk.
“Ayo, kau ingin lihat dia ‘kan? Sepertinya dia membuat dokternya repot. Mungkin kalau ada kau dia bisa tenang sedikit.” Kubota-sensei nyengir jahil.
Tori tetap tak mengerti. “Apa maksudnya? Apakah lukanya parah sekali?”
Kubota-sensei hanya mendorongnya sambil nyengir jahil.
------------
“Aku sudah bilang aku tak apa-apa! Kalian ini kenapa sih? Aku masih bisa bangun kok! Lihat! Li-- Adudududuh!”
“Inoue-kun! Duduk diam sedikit bisa tidak? Anda harus diperiksa sampai tuntas!”
“Aku tidak apa-apa! Ini kan cuma lecet-lecet saja. Dijilat juga sembuh. ADUH! SAKIT!”
Tori menatap bingung pemandangan di depannya. Di salah satu ruangan kecil di UGD itu, Masahiro duduk di atas tempat tidur dan berdebat dengan seorang dokter. Ada plester dan perban yang menempel di pelipis, lengan kanan dan dua jari tangan kirinya. Pakaiannya terkoyak dan tampak kotor di beberapa tempat. Tapi selebihnya dia tampak baik-baik saja.
Kazuki-sensei mendekati sang adik dan menjitak kepalanya. “Berisik! Kau mengganggu pasien yang lain, tahu. Mereka bisa stress kalau dengar kau teriak-teriak begitu. Lagipula menurut sedikit, kenapa sih?”
“Aniki! Aku kan sudah bilang kalau aku tak apa-apa. “ Masahiro mulai merajuk dan terdengar manja. “Lagipula tak perlu periksa total kan? Aku cuma terserempet angin. Berlebihan sekali, sih.” Gerutunya.
Kubota-sensei menggelengkan kepalanya. “Menurut saja deh. Kau ini senang sekali bikin orang khawatir.”
“Huh. Aniki berdua saja langsung keluar ruangan begitu tahu aku hanya lecet-lecet. Apanya yang khawatir?” Masahiro masih bersungut-sungut.
Lagi-lagi Kazuki-sensei menjitak kepala Masahiro. Masahiro langsung mengaduh keras karena Kazuki-sensei menjitak bagian yang kebetulan benjol karena terbentur tiang. Kazuki-sensei mengangguk ke arah Tori yang masih berdiri kebingungan di dekat pintu. Tori melangkah mendekati pemuda itu dan Masahiro langsung terdiam. Merasa bersalah melihat ekspresi khawatir di wajah Tori.
Sementara Tori masih memperhatikan Masahiro, Kubota-sensei memberi isyarat pada semua orang untuk meninggalkan ruangan itu. Masahiro jadi salah tingkah karena diperhatikan dengan kritis dan mulai menggaruk kepalanya tapi lalu meringis karena lagi-lagi bagian yang benjol tersentuh. Tori mengambil catatan pasien milik Masahiro dan membacanya dengan seksama lalu menghembuskan nafas lega.
Tori menarik kursi untuk duduk tepat di samping tempat tidur. Disentuhnya tangan Masahiro yang tidak terluka dan tersenyum lega. “Aku pikir kau yang sedang dioperasi. Untunglah kau tidak apa-apa.”
Masahiro menunduk. Dia tak suka melihat wajah Tori khawatir seperti tadi apalagi dia yang jadi penyebabnya. “Aku tak apa-apa, kok.”
Ibu jari Tori mengelus punggung tangan Masahiro dengan sayang. “Aku tahu. Tapi masih ada pemeriksaan yang harus kau jalani. Cuma untuk memastikan kalau kau benar-benar tak apa-apa. Ya?” Tori memiringkan kepalanya, membujuk.
Masahiro menelan ludah. Kenapa Tori harus terlihat tampan sekali dan susah untuk ditolak kalau sedang seperti itu? Masahiro balas menggenggam tangan Tori. “Memangnya perlu ya?”
Tori tersenyum. Dia menunjuk catatan pasien Masahiro. “Kepalamu terbentur sesuatu kan? Kita harus memastikan kalau tak ada akibat permanen yang baru ketahuan belakangan kalau kau menolak untuk diperiksa.” Tori memalingkan wajahnya sejenak lalu menatap Masahiro dengan telinga yang sedikit memerah. “Aku tak bisa jadi doktermu. Jadi menurut saja ya? Aku tak mau kamu kenapa-kenapa.”
Masahiro mengerang. “Argh.” Dia menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya dia masih merasa tak perlu untuk menjalani seluruh pemeriksaan itu tapi sepertinya dia benar-benar membuat Tori khawatir. Diangkatnya tangan mereka yang masih saling menggenggam untuk mencium telapak tangan Tori. “Okay. Aku akan menurut. Mereka boleh menyuruhku rontgen, MRI, CT scan atau apapun lah.”
Tori tertawa senang dan diusapnya kepala Masahiro dengan sayang.
“Tapi.” Masahiro langsung menambahkan.
Tori mengangkat alis.
“Kau harus menginap di rumah malam ini. Aku tak mau sendirian setelah kecelakaan seperti tadi.”
Tori tersenyum geli. “Ada kakak-kakakmu, kan?”
Masahiro mendengus. “Aku terlalu tua untuk minta pelukan pada mereka di tengah malam.”
Mau tak mau Tori tergelak dan mendesah lega. Masahiro memang baik-baik saja. Sepertinya otaknya pun masih di tempat yang benar karena komentar-komentar nakal seperti itu masih bisa keluar dengan lancar.
“Baiklah.” Ujarnya sambil tersenyum geli. Aku juga tak ingin membiarkanmu sendirian malam ini.
“Janji?” Masahiro mengangkat alis.
“Janji.”
Jarak unit gawat darurat dan ruangannya cukup jauh tapi Tori tak peduli. Pikirannya kalut karena membayangkan yang terburuk tentang Masahiro. Dia berhenti sebentar di depan pintu masuk UGD, tersengal-sengal dan membuat suster jaga di situ khawatir. Tori mencengkeram lengan suster itu dan menanyakan tentang korban kecelakaan yang baru masuk dengan panik dan marah sampai membuat suster itu gemetar dan menjawab dengan takut kalau “Matsuzaka-sensei tak bisa masuk. Operasinya sudah mulai.”
Mendengar itu, jantung Tori rasanya seperti turun ke perut. Berarti kondisinya buruk sekali kalau sampai harus dioperasi saat itu juga. Dengan bingung, Tori mengucapkan terima kasih pada suster itu, yang jadi bertanya apakah Tori baik-baik saja karena wajahnya pucat sekali. Tori menggeleng pelan lalu berjalan pelan ke arah pintu ruang UGD, ragu-ragu untuk masuk. Kemudian menjadi marah dan kesal kenapa hari itu bukan gilirannya jaga di UGD.
Sepotong tangan menyentuh pundaknya. Tori menoleh dan melihat Kubota-sensei mengangguk padanya. Tori tersadar begitu melihat betapa tenangnya Kubota-sensei. Juga Kazuki-sensei yang berdiri di belakang Kubota-sensei. Tidak seharusnya dia panik seperti itu. Ini rumah sakit, apa jadinya kalau pasien melihat dokternya panik? Kalau dua dokter senior itu bisa setenang itu padahal kemungkinan besar adik mereka sedang kritis di dalam sana, Tori seharusnya juga bisa berbuat hal yang sama.
Kubota-sensei tersenyum kecil. Wajahnya memang terlihat khawatir. “Aku tahu kau khawatir. Tapi tenang saja, anak itu tak gampang mati, kok.”
“Dia seperti kecoa.” Komentar Kazuki-sensei.
Tori menatap dua koleganya itu dengan tak percaya. Dia tahu keluarga itu memang unik tapi sampai bisa berkomentar sesantai itu, Tori sungguh-sungguh tidak mengerti. “Tapi---” Tori membuka mulut untuk berkomentar tapi Kubota-sensei sudah mendorong punggungnya untuk masuk.
“Ayo, kau ingin lihat dia ‘kan? Sepertinya dia membuat dokternya repot. Mungkin kalau ada kau dia bisa tenang sedikit.” Kubota-sensei nyengir jahil.
Tori tetap tak mengerti. “Apa maksudnya? Apakah lukanya parah sekali?”
Kubota-sensei hanya mendorongnya sambil nyengir jahil.
------------
“Aku sudah bilang aku tak apa-apa! Kalian ini kenapa sih? Aku masih bisa bangun kok! Lihat! Li-- Adudududuh!”
“Inoue-kun! Duduk diam sedikit bisa tidak? Anda harus diperiksa sampai tuntas!”
“Aku tidak apa-apa! Ini kan cuma lecet-lecet saja. Dijilat juga sembuh. ADUH! SAKIT!”
Tori menatap bingung pemandangan di depannya. Di salah satu ruangan kecil di UGD itu, Masahiro duduk di atas tempat tidur dan berdebat dengan seorang dokter. Ada plester dan perban yang menempel di pelipis, lengan kanan dan dua jari tangan kirinya. Pakaiannya terkoyak dan tampak kotor di beberapa tempat. Tapi selebihnya dia tampak baik-baik saja.
Kazuki-sensei mendekati sang adik dan menjitak kepalanya. “Berisik! Kau mengganggu pasien yang lain, tahu. Mereka bisa stress kalau dengar kau teriak-teriak begitu. Lagipula menurut sedikit, kenapa sih?”
“Aniki! Aku kan sudah bilang kalau aku tak apa-apa. “ Masahiro mulai merajuk dan terdengar manja. “Lagipula tak perlu periksa total kan? Aku cuma terserempet angin. Berlebihan sekali, sih.” Gerutunya.
Kubota-sensei menggelengkan kepalanya. “Menurut saja deh. Kau ini senang sekali bikin orang khawatir.”
“Huh. Aniki berdua saja langsung keluar ruangan begitu tahu aku hanya lecet-lecet. Apanya yang khawatir?” Masahiro masih bersungut-sungut.
Lagi-lagi Kazuki-sensei menjitak kepala Masahiro. Masahiro langsung mengaduh keras karena Kazuki-sensei menjitak bagian yang kebetulan benjol karena terbentur tiang. Kazuki-sensei mengangguk ke arah Tori yang masih berdiri kebingungan di dekat pintu. Tori melangkah mendekati pemuda itu dan Masahiro langsung terdiam. Merasa bersalah melihat ekspresi khawatir di wajah Tori.
Sementara Tori masih memperhatikan Masahiro, Kubota-sensei memberi isyarat pada semua orang untuk meninggalkan ruangan itu. Masahiro jadi salah tingkah karena diperhatikan dengan kritis dan mulai menggaruk kepalanya tapi lalu meringis karena lagi-lagi bagian yang benjol tersentuh. Tori mengambil catatan pasien milik Masahiro dan membacanya dengan seksama lalu menghembuskan nafas lega.
Tori menarik kursi untuk duduk tepat di samping tempat tidur. Disentuhnya tangan Masahiro yang tidak terluka dan tersenyum lega. “Aku pikir kau yang sedang dioperasi. Untunglah kau tidak apa-apa.”
Masahiro menunduk. Dia tak suka melihat wajah Tori khawatir seperti tadi apalagi dia yang jadi penyebabnya. “Aku tak apa-apa, kok.”
Ibu jari Tori mengelus punggung tangan Masahiro dengan sayang. “Aku tahu. Tapi masih ada pemeriksaan yang harus kau jalani. Cuma untuk memastikan kalau kau benar-benar tak apa-apa. Ya?” Tori memiringkan kepalanya, membujuk.
Masahiro menelan ludah. Kenapa Tori harus terlihat tampan sekali dan susah untuk ditolak kalau sedang seperti itu? Masahiro balas menggenggam tangan Tori. “Memangnya perlu ya?”
Tori tersenyum. Dia menunjuk catatan pasien Masahiro. “Kepalamu terbentur sesuatu kan? Kita harus memastikan kalau tak ada akibat permanen yang baru ketahuan belakangan kalau kau menolak untuk diperiksa.” Tori memalingkan wajahnya sejenak lalu menatap Masahiro dengan telinga yang sedikit memerah. “Aku tak bisa jadi doktermu. Jadi menurut saja ya? Aku tak mau kamu kenapa-kenapa.”
Masahiro mengerang. “Argh.” Dia menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya dia masih merasa tak perlu untuk menjalani seluruh pemeriksaan itu tapi sepertinya dia benar-benar membuat Tori khawatir. Diangkatnya tangan mereka yang masih saling menggenggam untuk mencium telapak tangan Tori. “Okay. Aku akan menurut. Mereka boleh menyuruhku rontgen, MRI, CT scan atau apapun lah.”
Tori tertawa senang dan diusapnya kepala Masahiro dengan sayang.
“Tapi.” Masahiro langsung menambahkan.
Tori mengangkat alis.
“Kau harus menginap di rumah malam ini. Aku tak mau sendirian setelah kecelakaan seperti tadi.”
Tori tersenyum geli. “Ada kakak-kakakmu, kan?”
Masahiro mendengus. “Aku terlalu tua untuk minta pelukan pada mereka di tengah malam.”
Mau tak mau Tori tergelak dan mendesah lega. Masahiro memang baik-baik saja. Sepertinya otaknya pun masih di tempat yang benar karena komentar-komentar nakal seperti itu masih bisa keluar dengan lancar.
“Baiklah.” Ujarnya sambil tersenyum geli. Aku juga tak ingin membiarkanmu sendirian malam ini.
“Janji?” Masahiro mengangkat alis.
“Janji.”
Gnyuuuuuuuuuuu manisnyaaaaaaaaaaaa >_
ReplyDelete*berguling* hnnnnnnnnnnngggggggg-----
ReplyDelete*ded from moe~*
awwww manisnyaaaaa, gigi gw langsung ngilu~
ReplyDelete"Dia seperti kecoa."
~mati ngakak~
Gue tadi sempet ngeri kalo salah soal pembagian jaga itu. Berhubung di House dokter2nya suka jaga di UGD juga jd gue cuek aja *ngumpet dr Icha*
ReplyDelete*tepuk2* Kalo beneran Ma-kun langsung dioperasi, baru gw protes. XD
ReplyDeleteMakanya gue gak ngambil angle krn:
ReplyDelete1. Terlalu dramatis.
2. Gue gak tau prosedurnya
LOL
“Dia seperti kecoa.” Komentar Kazuki-sensei.
ReplyDeleteXDDDDDDD Pas ini beneran ngakak deh. XDD
ma-kun manja itu lucu yaaa. XD
yang dia merengut dan bilang terlalu tua untuk minta pelukan itu lhooo..
ReplyDeleteterbayang waktu kecil dia tidur dikelilingin tiga kakaknya dan dinina-boboin sambil ngemut jempol.
Dg kakaknya yg satu ngegejeh2in lagu ninabobo, yg satu nyanyi merdu tapi muka barong, dan satu lagi malah sibuk ngaca? XD
ReplyDeleteMa-kun yang malang. Pantes gedenya begitu. XDDD
ReplyDeleteKalo sama sensei kan dibisikin Oyasumi dg merdu~
ReplyDeleteYakin? Tori kayaknya ga bisa nyanyi deh. Chara song ShinkenRed aja pake curang yang nyanyi paduan suara anak2 kok. XDDD
ReplyDeleteDIBISIKIN doang, ga usah nyanyi. XD
ReplyDeleteEh, tapi emang kan? Kalo liat Ma-kun, kayanya emang tipe orang yg susah mati *lirik Anne*
ReplyDeleteUdah mati aja bisa nongol lagi. Berkat cinta semua haremnya. *lirik Movie Taisen* *dikepruk*
ReplyDeleteDibisikin aja dikit, pasti idup lagi.
ReplyDeletesave!
ReplyDelete