Title: Sharing
Author: Panda^^
Fandom: Kamen Rider DCD/Samurai Sentai Shinkenger
Pairing: Inoue MasahiroxMatsuzaka Tori
Rating: PG
Warning: None. Just them in bed
Disclaimer: I don't own anyone
Note: Sambungan dari ini dan ini. Gue juga gak tau kenapa ini jadi bersambung huahahaha. Anyway. Semoga bisa dinikmati.
“Eh? Image model?” Tori bertanya sambil melepas kancing kemejanya.
Masahiro mengangguk, duduk bersila di atas kasur Tori sambil melompat-lompat kecil saking antusiasnya. “Iya. Aku diberitahu kemarin malam. Aku sampai tak bisa tidur!” Dia melompat lebih tinggi sampai jatuh berguling ke samping dan tertawa terbahak.
Tori hanya geleng-geleng kepala menlihat tingkah pacarnya itu. Dilepasnya kemejanya dan dilipat rapi sebelum dilempar ke dalam keranjang pakaian kotor. Setelah itu berjalan ke lemari pakaiannya dan memandang isinya sebentar sebelum menarik sebuah tank top dari antara tumpukan baju.
“Ceritanya bagaimana?” tanya Tori sambil mengenakan tank top itu. Merengut karena ternyata sudah agak sempit di bagian dada. Ditariknya lepas dan memilih kaus oblong tanpa lengan warna merah sebagai gantinya.
“Jadi, perancang ini temannya Yuzawa-san. Beberapa kali aku ikut di pagelarannya dan rupanya dia juga melihat banyak fotoku di tempat Yuzawa-san. Katanya sih, aku cocok dengan image koleksi terbarunya. Tapi tak tahu juga, aku juga belum lihat sih. Manajerku bilang sepertinya pihak mereka terdengar antusias sekali di telepon.”
Mungkin akhirnya capek juga membal-membal, pemuda jangkung itu akhirnya menjatuhkan tubuhnya ke samping dan mendesah panjang. Meskipun begitu, ada cengiran lebar di bibirnya. Senyuman Masahiro memang menular dan Tori pun ikut tersenyum seraya mendekati pacarnya. Tori naik ke tempat tidur dan berbaring di atas Masahiro. Ditatapnya mata Masahiro yang bersinar-sinar.
“Senang?” tanyanya sambil menumpukan berat badannya di perut Masahiro.
Masahiro meletakkan satu tangan di punggung Tori. “Senang sekali!”
Belum sempat salah satu dari mereka mengatakan apa-apa lagi, ponsel Masahiro berdering nyaring. Menggapai dengan sedikit susah payah ke kantong belakang celananya karena ada Tori di atasnya, Masahiro menarik ponselnya. Diliriknya nama yang tertera di layar.
“Yuzawa-san.” cengirnya pada Tori. “Moshi-moshi. Yuzawa-san?”
Tori merebahkan kepalanya di dada Masahiro.
“Hai. Terima kasih untuk rekomendasinya. Hai, hai. Iya, aku diberitahu semalam. Umh, mungkin baru minggu depan? Eh? Yuzawa-san akan jadi fotografernya? Haha, tentu saja ya. Un. Un. Yoroshiku onegaishimasu. Eh? Iya, aku sedang bersamanya.” Masahiro melirik Tori.
Tori mengangkat alisnya lalu mengangkat kepalanya. Beringsut sedikit untuk mendekatkan wajahnya ke ponsel Masahiro. Masahiro memiringkan ponselnya. “Konbanwa, Yuzawa-san.” ujarnya sambil nyengir.
“Yo~ Matsuzaka-sensei!” terdengar samar balasan fotografer itu. “Kapan-kapan datang lagi ke studio ya. Aku ingin memotretmu lagi.”
Tori menggigit bibir. “Umh. Yah, kuusahakan. Terima kasih undangannya.”
“Aku serius loh~!” Seru Yuzawa dengan nada ceria. Tori tertawa sambil merebahkan kepalanya ke dada Masahiro lagi. Masahiro nyengir lebar dan berbicara sebentar lagi dengan Yuzawa sebelum akhirnya menutup telepon. Dilemparnya telepon hitam-magenta itu ke atas meja kecil di samping tempat tidur. Kedua tangannya kemudian diangkat ke atas dan dikepalkan.
“Unngh... Aku tak sabaaarrrr!!” ujarnya gemas.
Tori terkekeh. “Jangan terlalu semangat, nanti kalau tak jadi kecewanya besar sekali loh.” Tori mengingatkan.
“Iya juga sih.” Masahiro mendesah. “Tapi sepertinya Tori tidak terlalu senang ya, aku dapat pekerjaan ini?”
Tori diam. Seharusnya dia bisa bersikap lebih senang kalau tidak bisa mengimbangi antusiasme pacarnya. Tori senang, bangga malahan. Itu sudah tak usah ditanya lagi. Dia hanya tak senang karena ini artinya Masahiro akan jadi milik lebih banyak orang lagi. Kalau dulu pacarnya itu hanya muncul di majalah atau beberapa iklan saja, sekarang wajahnya akan benar-benar ada di mana-mana. Tori sudah dengan susah payah menanamkan ke pikirannya bahwa kecemburuannya itu sama sekali tak beralasan. Ditambah dengan hasil foto-fotonya dengan Masahiro yang berbeda jauh sekali hasilnya dengan foto-foto Masahiro dengan Totani-kun. Tapi tetap saja ada sebagian dari dirinya yang masih tak rela melihat Masahiro tersenyum manis atau menggoda atau terlihat luar biasa seksi untuk orang lain.
Tori mengerti kalau dia tak punya hak untuk melarang Masahiro. Pemuda itu sudah jadi model saat mereka bertemu untuk pertama kali bertemu dan Masahiro menikmati pekerjaannya itu. Dia ingin melakukan hal yang sama sekali berbeda dengan yang dilakukan kakak-kakaknya. Tori tahu semua itu. Dia juga tak mau jadi pacar yang tukang atur dan terlalu posesif. Toh selama ini dia selalu membiarkan Masahiro melakukan apapun.
Masahiro mengelus punggung Tori, “Setidaknya, Tori bisa bilang kalau Tori akan mendukungku loh.” ujar Masahiro pelan.
Mendadak Tori merasa malu sekali sekaligus kesal pada dirinya sendiri. Masahiro pasti kecewa karena tak mendapatkan reaksi yang dia harapkan. Kalau langsung cerita pada kakak-kakaknya mungkin Katou-sensei hanya akan mengangguk-angguk lalu mengingatkan agar jangan sampai mengganggu kuliahnya, Kubota-sensei mungkin akan lebih bersemangat sedikit, sementara Sainei-san.... Tori tak begitu tahu reaksi macam apa yang akan diberikan kakak Masahiro yang terakhir itu karena tak terlalu kenal.
Tangan Tori bergerak mengelus perut Masahiro dan dikecupnya dada yang tertutup kaus tipis itu. “Aku pasti akan mendukung Masahiro, kok.” ujarnya tanpa melihat ke arah sang pacar.
Masahiro menunduk untuk mengecup puncak kepala Tori. “Nanti kalau kontrak dan segalanya sudah beres, Tori ikut saja ke lokasi pemotretan ya.”
Tori mengernyit dan Masahiro buru-buru melanjutkan seolah tahu reaksi Tori. “Aku tahu Tori tak suka tapi aku ingin Tori ada di sana saat aku melakukannya.”
Tori akhirnya mengangkat kepalanya, terlihat bingung. “Kenapa?”
Masahiro terlihat malu-malu. “Aku sebenarnya gugup sekali. Brand ini lumayan terkenal dan aku sama sekali belum tahu kenapa mereka memilihku. Maksudku, aku ingin Tori ada di sana supaya aku tak terlalu gugup.”
Tori tertawa. “Yang benar saja. Kamu?”
“Te...tentu saja. Ini kan beda dengan pemotretan biasa. Meskipun fotografernya Yuzawa-san, tetap saja aku tak yakin akan bisa tenang.” Masahiro membuang muka.
Tori menghela nafas. “Tapi aku tak janji ya.”
Masahiro ingin protes tapi Tori sudah meringis minta maaf. Tentu saja dia kecewa tapi mau bagaimana lagi. Tori pasti akan datang kalau Masahiro merajuk dan memaksa tapi Masahiro juga tak ingin melihat Tori pasang wajah sebal sepanjang pemotretan. Bisa-bisa mood-nya ikut rusak juga. Kalau sudah begitu, pemotretannya pasti tak akan berjalan lancar.
Masahiro mengalihkan pandangannya ke salah satu sudut kamar Tori. Ada sebuah rak kecil yang penuh dengan majalah-majalah yang memuat foto-foto Masahiro di dalamnya. Tori membeli semua majalah itu. Tak peduli seberapa kecil pun bagian Masahiro. Belum sempat berpikir yang lain, pikirannya mendadak buyar karena bibirnya sibuk membalas ciuman Tori.
Tori harus melakukannya supaya Masahiro tak memaksa lebih jauh. Tori tahu dia jadi tak akan bisa benar-benar menolak. Betapapun berartinya pekerjaan ini untuk Masahiro, Tori memutuskan untuk mendukung dari jauh saja. Lewat telepon atau SMS seperti biasa. Mungkin, suatu hari nanti, kalau Tori sudah benar-benar bisa menerima kenyataan kalau senyum dan tatapan mata Masahiro bukan hanya miliknya seorang, Tori akan datang lagi ke lokasi pemotretan.
Mungkin.
Masahiro mengangguk, duduk bersila di atas kasur Tori sambil melompat-lompat kecil saking antusiasnya. “Iya. Aku diberitahu kemarin malam. Aku sampai tak bisa tidur!” Dia melompat lebih tinggi sampai jatuh berguling ke samping dan tertawa terbahak.
Tori hanya geleng-geleng kepala menlihat tingkah pacarnya itu. Dilepasnya kemejanya dan dilipat rapi sebelum dilempar ke dalam keranjang pakaian kotor. Setelah itu berjalan ke lemari pakaiannya dan memandang isinya sebentar sebelum menarik sebuah tank top dari antara tumpukan baju.
“Ceritanya bagaimana?” tanya Tori sambil mengenakan tank top itu. Merengut karena ternyata sudah agak sempit di bagian dada. Ditariknya lepas dan memilih kaus oblong tanpa lengan warna merah sebagai gantinya.
“Jadi, perancang ini temannya Yuzawa-san. Beberapa kali aku ikut di pagelarannya dan rupanya dia juga melihat banyak fotoku di tempat Yuzawa-san. Katanya sih, aku cocok dengan image koleksi terbarunya. Tapi tak tahu juga, aku juga belum lihat sih. Manajerku bilang sepertinya pihak mereka terdengar antusias sekali di telepon.”
Mungkin akhirnya capek juga membal-membal, pemuda jangkung itu akhirnya menjatuhkan tubuhnya ke samping dan mendesah panjang. Meskipun begitu, ada cengiran lebar di bibirnya. Senyuman Masahiro memang menular dan Tori pun ikut tersenyum seraya mendekati pacarnya. Tori naik ke tempat tidur dan berbaring di atas Masahiro. Ditatapnya mata Masahiro yang bersinar-sinar.
“Senang?” tanyanya sambil menumpukan berat badannya di perut Masahiro.
Masahiro meletakkan satu tangan di punggung Tori. “Senang sekali!”
Belum sempat salah satu dari mereka mengatakan apa-apa lagi, ponsel Masahiro berdering nyaring. Menggapai dengan sedikit susah payah ke kantong belakang celananya karena ada Tori di atasnya, Masahiro menarik ponselnya. Diliriknya nama yang tertera di layar.
“Yuzawa-san.” cengirnya pada Tori. “Moshi-moshi. Yuzawa-san?”
Tori merebahkan kepalanya di dada Masahiro.
“Hai. Terima kasih untuk rekomendasinya. Hai, hai. Iya, aku diberitahu semalam. Umh, mungkin baru minggu depan? Eh? Yuzawa-san akan jadi fotografernya? Haha, tentu saja ya. Un. Un. Yoroshiku onegaishimasu. Eh? Iya, aku sedang bersamanya.” Masahiro melirik Tori.
Tori mengangkat alisnya lalu mengangkat kepalanya. Beringsut sedikit untuk mendekatkan wajahnya ke ponsel Masahiro. Masahiro memiringkan ponselnya. “Konbanwa, Yuzawa-san.” ujarnya sambil nyengir.
“Yo~ Matsuzaka-sensei!” terdengar samar balasan fotografer itu. “Kapan-kapan datang lagi ke studio ya. Aku ingin memotretmu lagi.”
Tori menggigit bibir. “Umh. Yah, kuusahakan. Terima kasih undangannya.”
“Aku serius loh~!” Seru Yuzawa dengan nada ceria. Tori tertawa sambil merebahkan kepalanya ke dada Masahiro lagi. Masahiro nyengir lebar dan berbicara sebentar lagi dengan Yuzawa sebelum akhirnya menutup telepon. Dilemparnya telepon hitam-magenta itu ke atas meja kecil di samping tempat tidur. Kedua tangannya kemudian diangkat ke atas dan dikepalkan.
“Unngh... Aku tak sabaaarrrr!!” ujarnya gemas.
Tori terkekeh. “Jangan terlalu semangat, nanti kalau tak jadi kecewanya besar sekali loh.” Tori mengingatkan.
“Iya juga sih.” Masahiro mendesah. “Tapi sepertinya Tori tidak terlalu senang ya, aku dapat pekerjaan ini?”
Tori diam. Seharusnya dia bisa bersikap lebih senang kalau tidak bisa mengimbangi antusiasme pacarnya. Tori senang, bangga malahan. Itu sudah tak usah ditanya lagi. Dia hanya tak senang karena ini artinya Masahiro akan jadi milik lebih banyak orang lagi. Kalau dulu pacarnya itu hanya muncul di majalah atau beberapa iklan saja, sekarang wajahnya akan benar-benar ada di mana-mana. Tori sudah dengan susah payah menanamkan ke pikirannya bahwa kecemburuannya itu sama sekali tak beralasan. Ditambah dengan hasil foto-fotonya dengan Masahiro yang berbeda jauh sekali hasilnya dengan foto-foto Masahiro dengan Totani-kun. Tapi tetap saja ada sebagian dari dirinya yang masih tak rela melihat Masahiro tersenyum manis atau menggoda atau terlihat luar biasa seksi untuk orang lain.
Tori mengerti kalau dia tak punya hak untuk melarang Masahiro. Pemuda itu sudah jadi model saat mereka bertemu untuk pertama kali bertemu dan Masahiro menikmati pekerjaannya itu. Dia ingin melakukan hal yang sama sekali berbeda dengan yang dilakukan kakak-kakaknya. Tori tahu semua itu. Dia juga tak mau jadi pacar yang tukang atur dan terlalu posesif. Toh selama ini dia selalu membiarkan Masahiro melakukan apapun.
Masahiro mengelus punggung Tori, “Setidaknya, Tori bisa bilang kalau Tori akan mendukungku loh.” ujar Masahiro pelan.
Mendadak Tori merasa malu sekali sekaligus kesal pada dirinya sendiri. Masahiro pasti kecewa karena tak mendapatkan reaksi yang dia harapkan. Kalau langsung cerita pada kakak-kakaknya mungkin Katou-sensei hanya akan mengangguk-angguk lalu mengingatkan agar jangan sampai mengganggu kuliahnya, Kubota-sensei mungkin akan lebih bersemangat sedikit, sementara Sainei-san.... Tori tak begitu tahu reaksi macam apa yang akan diberikan kakak Masahiro yang terakhir itu karena tak terlalu kenal.
Tangan Tori bergerak mengelus perut Masahiro dan dikecupnya dada yang tertutup kaus tipis itu. “Aku pasti akan mendukung Masahiro, kok.” ujarnya tanpa melihat ke arah sang pacar.
Masahiro menunduk untuk mengecup puncak kepala Tori. “Nanti kalau kontrak dan segalanya sudah beres, Tori ikut saja ke lokasi pemotretan ya.”
Tori mengernyit dan Masahiro buru-buru melanjutkan seolah tahu reaksi Tori. “Aku tahu Tori tak suka tapi aku ingin Tori ada di sana saat aku melakukannya.”
Tori akhirnya mengangkat kepalanya, terlihat bingung. “Kenapa?”
Masahiro terlihat malu-malu. “Aku sebenarnya gugup sekali. Brand ini lumayan terkenal dan aku sama sekali belum tahu kenapa mereka memilihku. Maksudku, aku ingin Tori ada di sana supaya aku tak terlalu gugup.”
Tori tertawa. “Yang benar saja. Kamu?”
“Te...tentu saja. Ini kan beda dengan pemotretan biasa. Meskipun fotografernya Yuzawa-san, tetap saja aku tak yakin akan bisa tenang.” Masahiro membuang muka.
Tori menghela nafas. “Tapi aku tak janji ya.”
Masahiro ingin protes tapi Tori sudah meringis minta maaf. Tentu saja dia kecewa tapi mau bagaimana lagi. Tori pasti akan datang kalau Masahiro merajuk dan memaksa tapi Masahiro juga tak ingin melihat Tori pasang wajah sebal sepanjang pemotretan. Bisa-bisa mood-nya ikut rusak juga. Kalau sudah begitu, pemotretannya pasti tak akan berjalan lancar.
Masahiro mengalihkan pandangannya ke salah satu sudut kamar Tori. Ada sebuah rak kecil yang penuh dengan majalah-majalah yang memuat foto-foto Masahiro di dalamnya. Tori membeli semua majalah itu. Tak peduli seberapa kecil pun bagian Masahiro. Belum sempat berpikir yang lain, pikirannya mendadak buyar karena bibirnya sibuk membalas ciuman Tori.
Tori harus melakukannya supaya Masahiro tak memaksa lebih jauh. Tori tahu dia jadi tak akan bisa benar-benar menolak. Betapapun berartinya pekerjaan ini untuk Masahiro, Tori memutuskan untuk mendukung dari jauh saja. Lewat telepon atau SMS seperti biasa. Mungkin, suatu hari nanti, kalau Tori sudah benar-benar bisa menerima kenyataan kalau senyum dan tatapan mata Masahiro bukan hanya miliknya seorang, Tori akan datang lagi ke lokasi pemotretan.
Mungkin.
----
Brand apa? Brand apa? Jangan bilang ODRADEK! *dikepret Renn*
ReplyDeleteHyaaaa Sensei yang jeles dan posesif itu adorable sekaliiii. Dan Ma-kun membal-membal di kasur! Kyuuuuuuuun!
Maa-kun membal di kasur! *ngakak sampai nungging* aduh kasur sensei yang malang!
ReplyDeleteLucuuuu! *uyel2 Maa-kun*
Sunpah gue gak kepikiran brand apa XDDDDD *dikepruk Ma-kun*
ReplyDelete@Nei mungkin hrsnya gue bikin dia ditimpuk Sensei krn takut kasurnya jebol. Udahlah sering diabuse, skrg dimembal2in XD
ReplyDeleteUdah diganti puluhan kali tampaknya itu kasur sensei, soalnya tiap bercinta pasti jebol kena hentakan Ma-kun mereka berat.
ReplyDelete@leader yang pasti bukan Milkboy
ReplyDeletekok aku jadi kasihan sama sensei ya?? sejak jadian sama Ma-kun kok rasanya dia jadi tekor.... kalo mau nyuci sekarang di laundry, terus, sekarang juga jadi rajin ganti kasur.... *disambit ma-kun*
ReplyDeletejadi model apa nih mama? si manusia satu itu...
@mom loooh, siapa tau sensei minta reimburse tiap bulan sama Ma-kun *evilsmirk*
ReplyDeleteTUSUKAN CINTA ya....*lmao*
ReplyDeleteMa-kun! Semoga kau jadi model CK XD
*uyel2 Ma-kun yang membal2*
IYADAAAA APA ITU TUSUKAN CINTA! XDDD
ReplyDeleteAbis lu sih yang membuka istilah itu! XDDDDD
ReplyDeleteGw kan hanya menyampaikan apa yang dipantulkan lensa mata gw secara terbalik di retina gw! *bener ga sih ini*
ReplyDeleteheeee......... *lirik sensei* bener sensei??
ReplyDeletetu...tusukan cinta?? XDDD
ReplyDeletentar kalo salah sebut tante kocooook. XDDD
ReplyDelete