Thursday, November 18, 2010

[fanfic] AU Ma-kunxTori - Overwhelmed

Title: Overwhelmed
Author: Panda^^
Fandom: Kamen Rider Decade/Samurai Sentai Shinkenger
Pairing: Inoue MasahiroxMatsuzaka Tori
Rating: PG
Warning: None.
Disclaimer: Again, and again. I do not own anyone
Note: fanfic gejeh. Maafkan.



Tori berjingkat pelan mengenakan celananya, menarik risleting tapi tak memasang kancing celananya. Diambilnya kemejanya yang tergeletak tak jauh dari celananya tadi. Merengut sedikit melihat kemeja itu sudah kusut tapi dikenakannya juga. Lagi-lagi membiarkan kancing-kancingnya terbuka. Meraba dalam gelap dan berhati-hati agar tak menyenggol sesuatu dan membangunkan sosok yang sedang tertidur lelap di tempat tidurnya, Tori mengambil sesuatu dan melangkah ke arah pintu geser yang membuka ke balkon. Agin dingin dini hari yang berhembus begitu Tori membuka pintu membuat Tori bergidik sekilas dan buru-buru ditutupnya pintu supaya angin tak masuk.

Tori memutar-mutar kotak rokok yang tadi diambilnya sambil mengamati pemandangan malam yang terlihat dari balkon kamarnya. Lampu-lampu berkelip-kelip di kejauhan sementara satu-dua mobil melintas di jalanan depan apartemennya. Sepi sekali. Tori menyandarkan sikunya ke pagar pembatas dan mengeluarkan sebatang rokok dari dalam kotaknya. Ditangkupkannya tangannya untuk menghalangi angin, nyala api kecil menyinari wajahnya sekilas dan sebentar kemudian, Tori sudah menghembuskan asap tipis dari bibirnya.

Untuk sejenak, rasanya segala sesuatu yang ada di dalam dada dan otaknya ikut melayang keluar seiring dengan asap itu. Satu tangannya mengusap rambutnya yang berantakan bekas bercinta lalu digunakan untuk menyangga kepalanya. Abu yang mulai menumpuk dijentikkan ke udara sebelum Tori menghisap lagi. Kali ini dibiarkannya asap dan nikotin itu memenuhi paru-parunya lalu dihembuskan perlahan-lahan. Sekali lagi mencoba mengurangi apapun yang sepertinya memenuhi dirinya.

Akhir-akhir ini rasanya dia tak pernah punya waktu untuk berhenti sebentar dan berpikir. Sudah setahun lebih hidupnya penuh dengan pekerjaan dan Masahiro. Kalau sedang suntuk dengan pekerjaan, Tori tinggal mengajukan cuti satu atau dua hari lalu dia akan segar lagi dan bisa kembali bekerja seperti biasa. Tapi tidak bisa seperti itu dengan Masahiro. Tori bukannya suntuk. Hanya saja sepertinya dia sudah tak punya waktu lagi untuk hal lain. Makan siang dengan Masahiro, makan malam dengan Masahiro, sarapan dengan Masahiro, pergi dengan Masahiro, menemani Masahiro ke lokasi pemotretan, kencan dengan Masahiro, sepertinya semua hal yang dilakukannya akhir-akhir ini selalu dengan Masahiro.

Tori tidak menyalahkan Masahiro. Bagaimanapun, ini keputusan Tori sendiri untuk menjadikan Masahiro pacarnya. Dan dia senang. Dia bahagia. Tori hanya butuh waktu untuk sendiri dan berpikir saja. Bukan untuk berandai-andai atau menyesali keputusannya tapi hanya untuk merapikan pikirannya. Dia tak akan pernah berpikir dua kali tentang Masahiro atau tentang hubungannya dengan Masahiro. Tapi sebelum mereka melangkah lebih jauh lagi, Tori ingin menata pikiran dan perasaannya. Supaya tak ada yang luput untuk diselesaikan atau dikatakan.

Tori merasa dia punya hak untuk melakukan itu. Orang tuanya sering melakukannya malah. Suatu waktu, ibunya akan menghilang entah ke mana dan Tori mendapati ayahnya memasak makan malam untuknya. Ayahnya hanya akan tersenyum dan menepuk kepalanya kalau Tori bertanya. “Ibu sedang ingin mengosongkan pikiran.” ujarnya. Ayahnya pun begitu juga. Tori kecil tak pernah mengerti. Barulah begitu dia beranjak dewasa, Tori mengerti kenapa ayah atau ibunya suka tiba-tiba menghilang beberapa hari. Mereka tahu ke mana salah satu dari mereka pergi tapi ayah atau ibunya tak akan menelepon atau bertanya kapan pulang. Dia ingat merasa khawatir sekali, takut salah satu dari mereka tak pulang lagi. Tapi mereka berdua hanya saling pandang dan tertawa.

Tori tahu dia dan Masahiro bukan ayah dan ibunya. Tori tak tahu bagaimana caranya mengatakan ini pada Masahiro. Pemuda itu pasti akan marah kalau Tori bilang ingin menyendiri beberapa hari saja. Kalau dia langsung menghilang begitu saja, Masahiro pasti tak akan berhenti meneror ponselnya dan akan menyusul kemanapun Tori berada. Tori menghisap rokoknya lagi.

Sepasang tangan yang melingkar di pinggangnya dan sentuhan hangat di tengkuknya nyaris membuat Tori terlonjak kaget tapi kemudian dia tersenyum lembut. Tangannya yang tidak memegang rokok terangkat ke atas untuk menyentuh kepala yang sedang sibuk menciumi tengkuk dan lehernya. Tori berjengit kegelian dan terkekeh rendah.

“Sedang apa?” akhirnya sosok di belakangnya bertanya, kali ini mengecup pipi Tori dengan lembut.

Tori mengangkat tangannya yang memegang rokok lalu balik bertanya, menyandarkan kepalanya ke bahu pacarnya. “Masahiro sendiri kenapa bangun?”

Ditanya begitu, pemuda jangkung itu merengut. “Habis aku tak menemukan Tori.”

Tori tertawa dan menoleh untuk balas mengecup pipi Masahiro. “Maaf ya. Cuma sebentar kok.” Dihisapnya rokok itu untuk yang terakhir kali, menghembuskan asapnya dengan cepat lalu membuang rokok yang sudah nyaris terbakar habis itu ke bawah. Tori memutar tubuhnya menghadap Masahiro. Punggungnya bersandar ke pagar balkon dan Masahiro melangkah mendekat. Tanpa malu-malu, Tori menyelipkan satu kakinya ke antara kaki Masahiro. Baru diperhatikannya kalau Masahiro bertelanjang dada, tak peduli dengan dinginnya udara yang cukup menggigit. Tori tersenyum dan meletakkan telapak tangannya di dada dan perut Masahiro, mengusap pelan.

“Tidak dingin?” tanyanya.

Masahiro menggeleng, menangkap satu tangan Tori. Ibu jarinya bergerak mengelus telapak tangan dan jari-jari Tori sambil menatap Tori dengan tatapan mengantuk. “Memikirkan apa?” tanyanya nyaris berbisik.

Tori menggigit bibir, ragu untuk menjawab. Kalau tak disampaikan, dia tak akan bisa melakukan apapun juga. Tori mendesah pelan. “Kalau aku bilang, Masahiro tak boleh marah ya?”

Kening Masahiro berkerut tapi kepalanya mengangguk tak sabar. Tori menarik nafas dan mendesah sekali lagi.

“Aku mau pulang ke Kanagawa akhir minggu nanti.” ujar Tori. “Tapi aku ingin Masahiro tidak menelepon atau mengirim pesan padaku selama akhir minggu nanti.” tambahnya dengan hati-hati.

Mata Masahiro menyipit curiga. “Kenapa?”

“Aku sedang ingin berpikir sendiri.” jawab Tori pelan.

“Kenapa?” Masahiro bertanya lagi, genggaman tangannya di tangan Tori sudah berubah jadi cengkeraman kuat.

Tori meringis. “Ada banyak hal yang ingin kupikirkan. Tentang kamu. Tentang kita.”

Kantuk sudah hilang dari mata Masahiro. Ditatapnya Tori nyaris tanpa berkedip. “Memangnya tak bisa dibicarakan langsung denganku?”

Tori menggeleng pelan. “Aku ingin menata pikiranku sebelum bicara denganmu.”

Masahiro menatapnya dengan ragu. “Bukan....hal yang buruk kan?”

Tori tertawa pelan dan menggeleng. “Bukan, bukan.”

Masih tak percaya karena mendadak tidak boleh menghubungi Tori sama sekali di akhir pekan, apalagi dengan alasan seperti itu, Masahiro menatap pacarnya dengan khawatir. “Sungguh? Bukan karena ingin putus denganku kan? Kalau memang iya, Tori bilang saja sekarang. Tak perlu menyuruhku menunggu seperti itu.”

Mau tak mau, Tori jadi tertawa terbahak-bahak. “Ya ampun, dari mana kau bisa punya pikiran seperti itu?”

Masahiro merengut. “Habis Tori bilang sedang ingin berpikir sendiri. Biasanya kan itu pertanda buruk.”

Tori melingkarkan tangannya dan memeluk pundak Masahiro. Digoyangkannya badan pemuda itu perlahan, seperti menenangkan anak kecil. “Sehari tak bertemu Masahiro saja rasanya sudah kangen, bagaimana mungkin aku mau putus denganmu?”

“Lalu kenapa aku tak boleh menelepon? Aku janji deh aku tak akan mengganggu Tori dengan menelepon terlalu sering.” Masahiro merengut hebat.

Tori jadi tak tahu harus bagaimana kalau sudah melihat Masahiro pasang tampang seperti itu. Tapi dikuatkannya niatnya. “Kalau mendengar suara Masahiro, pasti konsentrasiku akan langsung buyar.” Tori menjauhkan badannya untuk menyentil ujung hidung Masahiro.

“Benar-benar tak bisa dibicarakan denganku?” tanya Masahiro lagi.

“Aku pasti akan bicara dengan Masahiro, kok. Setelah aku pulang.”

Masahiro mendesah. “Sama sekali tak boleh tahu?”

“Jujur? Aku saja tak tahu apa yang sebenarnya ingin kupikirkan.” Tori meringis.

Mulut Masahiro membuka lalu menutup lagi. Matanya menyipit tak percaya lalu menggelengkan kepalanya. “Apa?”

Tori mengangkat kedua tangannya, menunduk kalah. “Aku  tahu memang kedengarannya tak masuk akal. Tapi saat ini rasanya kepalaku penuh sekali. Dengan kamu.” Tori merasa wajahnya memerah. “Aku terlalu banyak berpikir tentang kamu sampai-sampai lupa berpikir soal kita. Dan aku ingin menata pikiranku untuk itu. Maksudku... umh... sebelum... sebelum Masahiro melamarku nanti, aku ingin aku sudah punya gambaran yang jelas tapi aku tak tahu soal apa.”

“Oh, oh. Oh. Begitu? Umh....” Perasaan Masahiro bercampur aduk. Antara malu, senang, bahagia, bingung, apapun. Dia menjauh dari Tori lalu berjalan mondar-mandir di balkon sempit itu. Tangannya menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Sebentar kemudian, dia berhenti dan melihat ke arah Tori dengan takut-takut. “Umh, aku sama sekali tak berpikir lebih lanjut sejak mengambil keputusan itu. Maksudku, aku belum bicara lagi dengan kakak-kakakku juga.”

Tori terkikik geli. “Ya, makanya. Kamu sudah sempat berpikir dan bicara dengan kakak-kakakmu. Aku sama sekali belum sempat.”

Masahiro terdiam lalu mondar-mandir lagi. Tori nyaris saja mau menangkapnya dan menyuruhnya diam karena dia jadi ikut merasa gugup dan serba salah. Masahiro mendesah keras lalu mengacak-acak rambutnya lagi. Tori sudah siap-siap menimpuknya dengan korek api kalau Masahiro tak mau diam juga.

“Baiklah.” Pemuda itu berkacak pinggang. “Tapi Minggu malam aku akan menjemputmu di Kanagawa. Terserah kamu mau bilang apa.”

Tori mendekati pacarnya itu dan memeluk pinggang Masahiro. Kepalanya terangkat untuk menatap mata Masahiro lekat-lekat. Agak sulit karena cahaya lampu balkon yang tidak terlalu terang. “Takut aku tidak kembali?”

Masahiro membuang muka, pipinya menggembung dengan lucunya. Tori tertawa dan mencubit pipi itu dengan kedua tangan. “Dasar tukang ngambek. Percaya sedikit dong padaku.”

“Percaya kok.” Masahiro buru-buru melihat ke arah Tori.

“Kalau begitu, jadi anak manis dan tunggu aku ya.”

“Tapi Tori akan tetap kujemput hari Minggu malam.”

Tori memutar bola matanya. “Terserah.”

Beberapa jam kemudian, Tori masih tak bisa menutup matanya meskipun Masahiro sudah tertidur sangat pulas di sampingnya. Dihembuskannya nafasnya dengan perlahan dan ditatapnya wajah tidur Masahiro. Tak mengira kalau keputusan-keputusan impulsif yang diambilnya selama ini akan membawa mereka berdua sampai di tahap ini. Masahiro sudah bukan lagi anak SMU yang mengejarnya dengan ngotot. Tori sudah bukan lagi dokter muda yang senang-senang saja dijadikan target cinta monyet anak sekolahan. Masahiro adalah Masahiro yang mulai dewasa dan berpikir serius, setidaknya tentang mereka. Tori adalah Tori yang merasa beruntung dicintai seseorang dan ingin benar-benar hidup bersama orang itu.

Tori beringsut, mengecup pipi Masahiro dan membisikkan “Aishiteru” dengan sepenuh hati sebelum menutup matanya. Tori yakin ketika Masahiro menjemputnya di Kanagawa hari Minggu malam, dia sudah tak merasa kewalahan lagi dan tahu apa yang benar-benar diinginkannya dan bisa menyampaikannya dengan jelas pada Masahiro.

------

*jangan ditiru perbuatan Tori yang buang puntung sembarangan itu ya, adek2. Bahaya.* *dikemplang*

7 comments:

  1. *membaca......*
    *msh membaca.....*
    *selesai mbaca**
    duh, teuteup yg kpikiran itu adegan 'the night b4'nya mreka. Apa saiah sdh jadi tante2 hent*i ya? *tangan udah gatel pengen nulis* :p

    ReplyDelete
  2. Ada beberapa sih adegan ranjangnya *evilsmirk*

    Terima kasih sudah membaca *bow*

    ReplyDelete
  3. gue baru mau bilang itu puntung rokoknya kalau kena orang bagaimana?

    Masahiro sudah dewasa ya, dari awal fanfic mama-san sampai yang ini, senang sekali.
    Manis, tapi gue jadi ikut gemetar, tampaknya dingin.

    ReplyDelete
  4. untung hari ini aku makannya agak asem semua, jadi ga kena overload gula. asupan gula kayaknya cukup deh abis baca nih fic... *guling2*

    *pandangin sensei mupeng* sensei.... itu puntung rokok jatuh ke tanah dengan selamet kan?? enggak nyasar ke kepala orang lewat kan?

    pesan buat ma-kun : tabah ya nak.... cuma sehari kok.... *pukpuk kepala ma-kun*

    buat mama-san..... *nadong* lanjutannya dibikin kan?? *disabit*

    ReplyDelete
  5. @Nei: emang dingin *menggigil beneran* #eh

    @mom: dua hari loh. Tori kan perginya dr jumat malem huiahahhahaha

    ReplyDelete
  6. .......................... mau cubit pipi Ma-kun jugaaaaa >_<

    Aduh aduh adek lucu sudah dewasa yaaa. Manisnyaaa. Sekarang malah Tori yang kewalahan hihihi.

    BTW, typo. XD

    Tori menggeleng, menangkap satu tangan Tori.

    ReplyDelete
  7. *langsung lirik ma-kun* yakin dia kuat? yakin ntar jemputnya minggu malem, bukan sabtu malem??

    ReplyDelete