Fandom: Tennis no Ouji-sama
Pairing: Kanesaki KentarouxYagami Ren
Rating: NC-17
Warning: Stensilan. NSFW
Disclaimer: I do not own anyone
Note: Ini dibuat hanya karena belas kasih belaka sama gorila besar itu yang tiap mau kampai gak kesampean melulu. Juga karena malem2 liat adegan dia mandi di Kabukichou :p
Ouji menghela nafas panjang. Satu tangannya diletakkan di pinggang dan diluruskannya punggungnya yang luar biasa pegal karena menunduk selama dua jam terakhir. Kemudian satu tangannya mengepal, digunakan untuk memukul-mukul pelan bahunya yang juga terasa kebas. Shouma mondar-mandir di belakangnya, membereskan logistik dapur yang tadi dibongkar karena Ouji mau mengecek apa saja yang masih ada dan apa saja yang perlu dibeli. Sudah waktunya belanja bulanan dan semuanya sudah tercatat rapi di atas kertas panjang yang tergeletak di depan Ouji.
Shouma meletakkan segelas teh hijau hangat di hadapannya. “Otsukaresama, Ouji-sama.”
Ouji tersenyum berterima kasih dan menyesap tehnya. “Sekarang jam berapa, Shouma?”
“Sudah jam setengah sepuluh. Sebaiknya setelah ini Ouji-sama langsung istirahat saja. Saya tak mau dimarahi Tuan besar karena menahan Ouji-sama lama-lama di sini.”
“Sudah jam segitu ya? Kento sudah pulang?” tanya Ouji sambil berdiri.
Shouma menggeleng. “Katanya akan mampir ke rumah teman dulu.”
“Ah.” Ouji mengangguk-angguk. “Pantas tadi Genki manyun begitu.” ujarnya sambil tersenyum kecil. “Ya sudah. Siapkan sesuatu kalau dia pulang nanti ya?”
Shouma mengangguk dan membungkuk saat majikannya beranjak meninggalkan dapur. Ouji menyusuri selasar rumahnya. Pertama menuju kamar Genki. Digesernya pintu sedikit untuk mengintip ke dalam. Sudah gelap dan Ouji tak melihat ada tanda kehidupan lain selain dengkuran dari gundukan di dekat jendela. Ouji melangkah masuk, berhati-hati supaya tak menginjak barang-barang Genki yang berserakan di lantai. Ditepuknya pelan gundukan selimut itu dan membisikkan “Selamat malam, Genki.” sambil mengecup pelan rambut yang menyembul dari bawah selimut. Ditutupnya lagi pintu kamar Genki. Udara malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Ouji merapatkan haori yang dikenakannya dan berbalik menuju kamar tidur utama.
Langkahnya terhenti saat melewati dojo dan melihat lampu ruang itu masih menyala terang. Penasaran apa yang dilakukan suaminya - tak ada orang lain di rumah itu yang betah berlama-lama di dojo kecuali Kanesaki - selarut itu, Ouji memutar arah.
“Kane-chan?” panggilnya pelan.
Kanesaki, duduk tegak bersila di tengah ruangan, membuka sebelah matanya dan buru-buru berdiri menghampiri istrinya. “Dingin-dingin begini kenapa keluar?” tanyanya, berusaha memasang tampang galak tapi tangannya menggenggam tangan Ouji dengan hangat dan erat.
Ouji tersenyum dan balas menggenggam tangan Kanesaki. Dikecupnya pipi suaminya, “Kane-chan sendiri kenapa belum tidur?” Ouji malah balik bertanya. “Besok harus pergi pagi-pagi sekali kan?”
“Ini baru saja mau tidur, kok.” Kanesaki membimbing istrinya naik ke atas lagi setelah mematikan lampu. “Kento belum pulang ya?” tanyanya saat menyadari tak melihat mobil Kento di halaman.
Ouji menggeleng. “Kata Shouma, Kento mampir dulu ke tempat temannya. Kalau Genki sudah tidur.” Jawabnya menambahkan tanpa ditanya. “Kane-chan belum mandi ya?” Ouji mengendus pelan lengan kimono suaminya. Bau keringat samar membuat Ouji mengerutkan hidungnya. Wajahnya jadi terlihat lucu sekali.
Kanesaki nyengir dan menggaruk-garuk kepalanya. Pria besar itu sungguh tak pantas bersikap seperti itu. “Mandi dulu ya? Bau.” Komentar Ouji.
Kanesaki nyengir lebar. Mendadak merangkul istrinya. “Ren temani aku mandi ya?”
“Aku sudah mandi, Kane-chan.” protes Ouji.
“Sekarang kan sudah bau lagi terkena keringatku.” Kanesaki nyengir makin lebar.
Ouji mendesah. “Kupikir Kane-chan tak ingin aku masuk angin.”
“Airnya kan hangat. Ya? Ren~” Cengirannya kini berubah mesum.
Ouji memandang suaminya, kepalanya yang cantik itu dimiringkan dan matanya berkedip-kedip. Kanesaki menggerak-gerakkan alisnya. Ouji tertawa. “Baiklah, baiklah. Terserah apa mau Kane-chan. Sudah lama juga kita tidak mandi berdua ya?”
Kanesaki mengangguk-angguk semangat dan bersiul-siul sambil menggandeng istrinya ke ofuro. Pria besar itu harus menelan ludah saat Ouji membantunya melepas hakama dan kimono yang dikenakannya. Bukan apa-apa, tapi istrinya itu juga melemparkan pandangan nakal sambil mengurai setiap simpul yang ada. Setelah melepas hakama dan mengurai obi, Ouji mendekat. Tangannya diselipkan ke dalam kimono dan memeluk pinggang Kanesaki.
“Kangen juga begini dengan Kane-chan.” Ujarnya sambil mengecup dada suaminya yang mengintip di antara kerah kimono. Tangannya lalu bergerak mengelus dada Kanesaki dan jari-jari Ouji dengan sengaja bermain-main sebentar di puting suaminya. Ouji tersenyum nakal dan mengecup leher Kanesaki.
Kanesaki merinding senang. “Katanya tadi aku bau.” komentarnya menahan tawa. Dia mengaduh karena Ouji mencubit putingnya karena gemas. Lengannya yang panjang balas melingkar di pundak Ouji dan mengecup rambut yang menutupi kening istrinya itu. “Yuk, nanti kamu keburu masuk angin.”
Ouji menuruti saja keinginan suaminya dan menyelesaikan membantu Kanesaki melepas kimononya dan ganti membiarkan Kanesaki melucuti kimono yang dikenakan Ouji. Sejenak kemudian mereka sudah duduk di dalam ofuro kayu berukuran luar biasa luas. Kanesaki menarik Ouji mendekat dan mendudukkannya di pangkuannya. Tangannya memeluk posesif pinggang Ouji yang ramping dan diciumnya Ouji dengan penuh kerinduan. Segala sesuatu pada istrinya nampak rapuh dan Kanesaki harus selalu mengingatkan dirinya sendiri kalau sebenarnya Ouji tidak serapuh itu. Masa-masa mereka di sekolah dulu membuktikan kalau bukan karena penyakitnya, Ouji pasti sudah melanglang buana sebagai juara dunia saat ini. Itulah kenapa sekuat apapun dia berusaha, Kanesaki tak pernah sanggup melampaui Ouji dan tetap jadi fukubuchou klub tenis mereka.
“Kane-chan, kalau bengong, aku tinggal loh.” ancam Ouji lembut.
Kanesaki buru-buru membuyarkan lamunannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya dan mencium Ouji lagi. Dicium selembut itu, Ouji merebahkan kepalanya ke pundak Kanesaki dan menutup mata. Senang karena dimanja. Kanesaki memang selalu memanjakannya tapi tak ada salahnya kan kalau dia selalu menikmati saat-saat seperti itu? Toh Kanesaki suaminya sendiri. Kepala Ouji beringsut untuk menciumi pipi dan rahang Kanesaki.
Tangan Kanesaki menangkup air dan membasuh punggung Ouji. “Hari ini rasanya bagaimana?”
Ouji mengangguk. “Aku tidak capek sama sekali kok. Shouma sudah membereskan semuanya. Cuma tadi mengurus daftar belanjaan dengan Shouma. Punggungku pegal.”
Tangan Kanesaki bergerak turun lalu menekan lembut bagian bawah punggung Ouji. “Di sini?”
“Mmh. Iya. Di situ. Aaaah, Kane-chan, enak sekali.” Ouji mulai mendesah nikmat saat jari-jari Kane mulai memijat lembut. Ouji beringsut, tanpa sadar merapatkan pinggulnya dengan pinggul Kanesaki. Otomatis dia langsung menatap suaminya begitu merasakan kemaluan Kanesaki berdenyut hangat dan bersemangat. “Kane-chaaan.” tegurnya sambil memandang suaminya, tersenyum-senyum penuh arti.
Kanesaki melempar cengiran pada Ouji. “Punggungnya sudah tidak pegal lagi kan?”
Ouji tertawa dan menunduk untuk mencium Kanesaki penuh sayang. Tangannya diselipkan ke antara tubuh mereka untuk menyentuh kemaluannya sendiri dan mulai mengerang lagi sementara bibirnya masih sibuk mencium bibir Kanesaki. Ini membuat Kanesaki makin terangsang dan menarik pinggul Ouji makin rapat dengan pinggulnya sendiri.
“Ren,” bisiknya parau beberapa saat kemudian, sudah tak tahan karena Ouji makin terlihat menggoda dengan pipinya yang memerah. Entah karena suhu air yang panas atau karena perbuatannya sendiri. Mata sipit Ouji bersinar seperti kaca, menatap Kanesaki dalam-dalam sebelum akhirnya mengangguk memberi ijin.
Kanesaki menciumnya dan mengangkat tubuh Ouji sedikit.
“Kane-chan....” Ouji mengerang saat Kanesaki memasuki tubuhnya, pelan. Nafasnya tertahan dan tangannya mengcengkeram lengan suaminya. “Umh...airnya...masuk...Unnngh...”
“Tak apa-apa.” Bisik Kanesaki, mengelus punggung dan bagian samping tubuh Ouji dengan lembut dan penuh sayang. Dipastikannya untuk bergerak pelan dan lembut, mengisi dan merasakan tubuh Ouji menyelimutinya dan agar Ouji merasakan hal yang sama.
Ouji melepaskan pegangannya di lengan Kanesaki untuk menangkup wajah pria itu. Ditatapnya mata Kanesaki dan menundukkan kepalanya, mencari bibir Kanesaki. Kanesaki menyambut ciuman Ouji dengan tak kalah antusias. Satu tangannya bergerak ke atas, menyentuh dada Ouji. Ibu jarinya disapukan ke puting Ouji dan Kanesaki tersenyum senang saat Ouji menggeram ke dalam mulutnya.
Air di ofuro berkecipak pelan, tumpah ke lantai karena gerakan mereka. Tentu saja dua orang itu tak peduli. Kanesaki menengadahkan kepalanya, mulai tak kuat menahan diri. Ouji menunduk, memagut pelan leher dan jakun Kanesaki sambil menyebut nama Kanesaki dengan lirih, berusaha membuat Kanesaki mencapai klimaksnya karena dia sendiri juga mulai tak bisa menahan lebih lama lagi.
“Kane-chan...”
Kanesaki menggeram rendah. Matanya balas menatap mata Ouji yang memandangnya dari antara bulu mata yang panjang dan lentik. “Ren....di dalam...tak apa-apa...kan?” tanyanya.
Sebagai jawaban, Ouji menurunkan pinggulnya dan mengencangkan otot tubuhnya yang menyelimuti Kanesaki. Sedetik kemudian dirasakannya tubuh Kanesaki mengejang, pinggulnya menyentak beberapa kali dan selesai begitu saja di dalam tubuh Ouji. Ouji mengikuti sepersekian detik kemudian. Kanesaki memeluk erat Ouji selama klimaks mereka sampai akhirnya mereka terduduk lemas tapi tersenyum puas.
“Kamu cantik sekali.” puji Kanesaki sambil mengecup hidung Ouji.
Ouji menepuk dada Kanesaki. “Kalau sudah begini baru memuji.”
Kanesaki tertawa, masih agak terengah. “Tapi kan kamu sudah tahu kalau kamu memang cantik jadi aku tak perlu memujimu setiap saat kan?” Alis matanya bergerak-gerak menggoda.
“Terserah saja, deh.” Ouji melengos.
Kanesaki tak tahan untuk tidak tertawa dan mengecup istrinya dengan gemas. Jari-jari Kanesaki melingkar di dagu Ouji, memaksa dengan lembut agar Ouji melihat ke arahnya lagi. “Aku serius.” ujarnya.
Ouji tersenyum manis. “Aku tahu.”
------
Shouma memandang heran pada tuan mudanya yang tadi bilang mau mandi dulu sebelum makan malam lima menit yang lalu tapi sekarang sudah duduk manis di meja makan.
“Tuan Kento tidak jadi mandi?” Shouma memiringkan kepalanya.
“Tak usahlah. Besok pagi saja.” Ujar Kento sok acuh.
Shouma hanya mengangguk-angguk sambil meletakkan semangkuk sup ke hadapan Kento.
“Shouma.”
“Ya, Tuan?”
“Irei selalu menguras ofuro tiap pagi kan?” tanya Kento sambil mulai makan.
Shouma mengangguk lagi meskipun bingung karena biasanya Kento tak pernah bingung dengan urusan seperti itu. Dia semakin bingung saat Kento menghela nafas lega.
Shouma meletakkan segelas teh hijau hangat di hadapannya. “Otsukaresama, Ouji-sama.”
Ouji tersenyum berterima kasih dan menyesap tehnya. “Sekarang jam berapa, Shouma?”
“Sudah jam setengah sepuluh. Sebaiknya setelah ini Ouji-sama langsung istirahat saja. Saya tak mau dimarahi Tuan besar karena menahan Ouji-sama lama-lama di sini.”
“Sudah jam segitu ya? Kento sudah pulang?” tanya Ouji sambil berdiri.
Shouma menggeleng. “Katanya akan mampir ke rumah teman dulu.”
“Ah.” Ouji mengangguk-angguk. “Pantas tadi Genki manyun begitu.” ujarnya sambil tersenyum kecil. “Ya sudah. Siapkan sesuatu kalau dia pulang nanti ya?”
Shouma mengangguk dan membungkuk saat majikannya beranjak meninggalkan dapur. Ouji menyusuri selasar rumahnya. Pertama menuju kamar Genki. Digesernya pintu sedikit untuk mengintip ke dalam. Sudah gelap dan Ouji tak melihat ada tanda kehidupan lain selain dengkuran dari gundukan di dekat jendela. Ouji melangkah masuk, berhati-hati supaya tak menginjak barang-barang Genki yang berserakan di lantai. Ditepuknya pelan gundukan selimut itu dan membisikkan “Selamat malam, Genki.” sambil mengecup pelan rambut yang menyembul dari bawah selimut. Ditutupnya lagi pintu kamar Genki. Udara malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Ouji merapatkan haori yang dikenakannya dan berbalik menuju kamar tidur utama.
Langkahnya terhenti saat melewati dojo dan melihat lampu ruang itu masih menyala terang. Penasaran apa yang dilakukan suaminya - tak ada orang lain di rumah itu yang betah berlama-lama di dojo kecuali Kanesaki - selarut itu, Ouji memutar arah.
“Kane-chan?” panggilnya pelan.
Kanesaki, duduk tegak bersila di tengah ruangan, membuka sebelah matanya dan buru-buru berdiri menghampiri istrinya. “Dingin-dingin begini kenapa keluar?” tanyanya, berusaha memasang tampang galak tapi tangannya menggenggam tangan Ouji dengan hangat dan erat.
Ouji tersenyum dan balas menggenggam tangan Kanesaki. Dikecupnya pipi suaminya, “Kane-chan sendiri kenapa belum tidur?” Ouji malah balik bertanya. “Besok harus pergi pagi-pagi sekali kan?”
“Ini baru saja mau tidur, kok.” Kanesaki membimbing istrinya naik ke atas lagi setelah mematikan lampu. “Kento belum pulang ya?” tanyanya saat menyadari tak melihat mobil Kento di halaman.
Ouji menggeleng. “Kata Shouma, Kento mampir dulu ke tempat temannya. Kalau Genki sudah tidur.” Jawabnya menambahkan tanpa ditanya. “Kane-chan belum mandi ya?” Ouji mengendus pelan lengan kimono suaminya. Bau keringat samar membuat Ouji mengerutkan hidungnya. Wajahnya jadi terlihat lucu sekali.
Kanesaki nyengir dan menggaruk-garuk kepalanya. Pria besar itu sungguh tak pantas bersikap seperti itu. “Mandi dulu ya? Bau.” Komentar Ouji.
Kanesaki nyengir lebar. Mendadak merangkul istrinya. “Ren temani aku mandi ya?”
“Aku sudah mandi, Kane-chan.” protes Ouji.
“Sekarang kan sudah bau lagi terkena keringatku.” Kanesaki nyengir makin lebar.
Ouji mendesah. “Kupikir Kane-chan tak ingin aku masuk angin.”
“Airnya kan hangat. Ya? Ren~” Cengirannya kini berubah mesum.
Ouji memandang suaminya, kepalanya yang cantik itu dimiringkan dan matanya berkedip-kedip. Kanesaki menggerak-gerakkan alisnya. Ouji tertawa. “Baiklah, baiklah. Terserah apa mau Kane-chan. Sudah lama juga kita tidak mandi berdua ya?”
Kanesaki mengangguk-angguk semangat dan bersiul-siul sambil menggandeng istrinya ke ofuro. Pria besar itu harus menelan ludah saat Ouji membantunya melepas hakama dan kimono yang dikenakannya. Bukan apa-apa, tapi istrinya itu juga melemparkan pandangan nakal sambil mengurai setiap simpul yang ada. Setelah melepas hakama dan mengurai obi, Ouji mendekat. Tangannya diselipkan ke dalam kimono dan memeluk pinggang Kanesaki.
“Kangen juga begini dengan Kane-chan.” Ujarnya sambil mengecup dada suaminya yang mengintip di antara kerah kimono. Tangannya lalu bergerak mengelus dada Kanesaki dan jari-jari Ouji dengan sengaja bermain-main sebentar di puting suaminya. Ouji tersenyum nakal dan mengecup leher Kanesaki.
Kanesaki merinding senang. “Katanya tadi aku bau.” komentarnya menahan tawa. Dia mengaduh karena Ouji mencubit putingnya karena gemas. Lengannya yang panjang balas melingkar di pundak Ouji dan mengecup rambut yang menutupi kening istrinya itu. “Yuk, nanti kamu keburu masuk angin.”
Ouji menuruti saja keinginan suaminya dan menyelesaikan membantu Kanesaki melepas kimononya dan ganti membiarkan Kanesaki melucuti kimono yang dikenakan Ouji. Sejenak kemudian mereka sudah duduk di dalam ofuro kayu berukuran luar biasa luas. Kanesaki menarik Ouji mendekat dan mendudukkannya di pangkuannya. Tangannya memeluk posesif pinggang Ouji yang ramping dan diciumnya Ouji dengan penuh kerinduan. Segala sesuatu pada istrinya nampak rapuh dan Kanesaki harus selalu mengingatkan dirinya sendiri kalau sebenarnya Ouji tidak serapuh itu. Masa-masa mereka di sekolah dulu membuktikan kalau bukan karena penyakitnya, Ouji pasti sudah melanglang buana sebagai juara dunia saat ini. Itulah kenapa sekuat apapun dia berusaha, Kanesaki tak pernah sanggup melampaui Ouji dan tetap jadi fukubuchou klub tenis mereka.
“Kane-chan, kalau bengong, aku tinggal loh.” ancam Ouji lembut.
Kanesaki buru-buru membuyarkan lamunannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya dan mencium Ouji lagi. Dicium selembut itu, Ouji merebahkan kepalanya ke pundak Kanesaki dan menutup mata. Senang karena dimanja. Kanesaki memang selalu memanjakannya tapi tak ada salahnya kan kalau dia selalu menikmati saat-saat seperti itu? Toh Kanesaki suaminya sendiri. Kepala Ouji beringsut untuk menciumi pipi dan rahang Kanesaki.
Tangan Kanesaki menangkup air dan membasuh punggung Ouji. “Hari ini rasanya bagaimana?”
Ouji mengangguk. “Aku tidak capek sama sekali kok. Shouma sudah membereskan semuanya. Cuma tadi mengurus daftar belanjaan dengan Shouma. Punggungku pegal.”
Tangan Kanesaki bergerak turun lalu menekan lembut bagian bawah punggung Ouji. “Di sini?”
“Mmh. Iya. Di situ. Aaaah, Kane-chan, enak sekali.” Ouji mulai mendesah nikmat saat jari-jari Kane mulai memijat lembut. Ouji beringsut, tanpa sadar merapatkan pinggulnya dengan pinggul Kanesaki. Otomatis dia langsung menatap suaminya begitu merasakan kemaluan Kanesaki berdenyut hangat dan bersemangat. “Kane-chaaan.” tegurnya sambil memandang suaminya, tersenyum-senyum penuh arti.
Kanesaki melempar cengiran pada Ouji. “Punggungnya sudah tidak pegal lagi kan?”
Ouji tertawa dan menunduk untuk mencium Kanesaki penuh sayang. Tangannya diselipkan ke antara tubuh mereka untuk menyentuh kemaluannya sendiri dan mulai mengerang lagi sementara bibirnya masih sibuk mencium bibir Kanesaki. Ini membuat Kanesaki makin terangsang dan menarik pinggul Ouji makin rapat dengan pinggulnya sendiri.
“Ren,” bisiknya parau beberapa saat kemudian, sudah tak tahan karena Ouji makin terlihat menggoda dengan pipinya yang memerah. Entah karena suhu air yang panas atau karena perbuatannya sendiri. Mata sipit Ouji bersinar seperti kaca, menatap Kanesaki dalam-dalam sebelum akhirnya mengangguk memberi ijin.
Kanesaki menciumnya dan mengangkat tubuh Ouji sedikit.
“Kane-chan....” Ouji mengerang saat Kanesaki memasuki tubuhnya, pelan. Nafasnya tertahan dan tangannya mengcengkeram lengan suaminya. “Umh...airnya...masuk...Unnngh...”
“Tak apa-apa.” Bisik Kanesaki, mengelus punggung dan bagian samping tubuh Ouji dengan lembut dan penuh sayang. Dipastikannya untuk bergerak pelan dan lembut, mengisi dan merasakan tubuh Ouji menyelimutinya dan agar Ouji merasakan hal yang sama.
Ouji melepaskan pegangannya di lengan Kanesaki untuk menangkup wajah pria itu. Ditatapnya mata Kanesaki dan menundukkan kepalanya, mencari bibir Kanesaki. Kanesaki menyambut ciuman Ouji dengan tak kalah antusias. Satu tangannya bergerak ke atas, menyentuh dada Ouji. Ibu jarinya disapukan ke puting Ouji dan Kanesaki tersenyum senang saat Ouji menggeram ke dalam mulutnya.
Air di ofuro berkecipak pelan, tumpah ke lantai karena gerakan mereka. Tentu saja dua orang itu tak peduli. Kanesaki menengadahkan kepalanya, mulai tak kuat menahan diri. Ouji menunduk, memagut pelan leher dan jakun Kanesaki sambil menyebut nama Kanesaki dengan lirih, berusaha membuat Kanesaki mencapai klimaksnya karena dia sendiri juga mulai tak bisa menahan lebih lama lagi.
“Kane-chan...”
Kanesaki menggeram rendah. Matanya balas menatap mata Ouji yang memandangnya dari antara bulu mata yang panjang dan lentik. “Ren....di dalam...tak apa-apa...kan?” tanyanya.
Sebagai jawaban, Ouji menurunkan pinggulnya dan mengencangkan otot tubuhnya yang menyelimuti Kanesaki. Sedetik kemudian dirasakannya tubuh Kanesaki mengejang, pinggulnya menyentak beberapa kali dan selesai begitu saja di dalam tubuh Ouji. Ouji mengikuti sepersekian detik kemudian. Kanesaki memeluk erat Ouji selama klimaks mereka sampai akhirnya mereka terduduk lemas tapi tersenyum puas.
“Kamu cantik sekali.” puji Kanesaki sambil mengecup hidung Ouji.
Ouji menepuk dada Kanesaki. “Kalau sudah begini baru memuji.”
Kanesaki tertawa, masih agak terengah. “Tapi kan kamu sudah tahu kalau kamu memang cantik jadi aku tak perlu memujimu setiap saat kan?” Alis matanya bergerak-gerak menggoda.
“Terserah saja, deh.” Ouji melengos.
Kanesaki tak tahan untuk tidak tertawa dan mengecup istrinya dengan gemas. Jari-jari Kanesaki melingkar di dagu Ouji, memaksa dengan lembut agar Ouji melihat ke arahnya lagi. “Aku serius.” ujarnya.
Ouji tersenyum manis. “Aku tahu.”
------
Shouma memandang heran pada tuan mudanya yang tadi bilang mau mandi dulu sebelum makan malam lima menit yang lalu tapi sekarang sudah duduk manis di meja makan.
“Tuan Kento tidak jadi mandi?” Shouma memiringkan kepalanya.
“Tak usahlah. Besok pagi saja.” Ujar Kento sok acuh.
Shouma hanya mengangguk-angguk sambil meletakkan semangkuk sup ke hadapan Kento.
“Shouma.”
“Ya, Tuan?”
“Irei selalu menguras ofuro tiap pagi kan?” tanya Kento sambil mulai makan.
Shouma mengangguk lagi meskipun bingung karena biasanya Kento tak pernah bingung dengan urusan seperti itu. Dia semakin bingung saat Kento menghela nafas lega.
awwwwww aku terharu. AKU TERHARU DAN BAHAGIAAAA MAMA-SAN!
ReplyDeleteakhirnya papa gorila mendapatkan adegan seperti ini. ~Nei mengepalkan tangan dengan gembira~
HNNNGGGGGGHHHHHHH GW JADI HIGH TENSIOOOONNN GAAAAH KANE-CHAAAAANNN.
ReplyDeleteMatanya balas menatap mata Ouji yang memandangnya dari antara bulu mata yang panjang dan lentik.
Hihihih ini kesalahan yang sama dengan gw. Ouji ga punya bulu mata, Mama-saaaan! XDDD
masaaaaaaaaaaaaaaaa? XDDDDD kayanya punya deeeh
ReplyDeleteah, ya sudahlah. Namanya juga fanfic *dilempar meja*
abis gue kasian kaaaan... nanti dia biru2 kalo kelamaan XDDD
ReplyDeletebulu mata ada tapi ga sepanjang bulu mata Shi Gi.
ReplyDeleteah tak apa, biar kesannya makin cantik.
Gw juga pernah nulis begitu soalnya, trus pas merhatiin foto Ouji... KOK BULU MATANYA HEMAT BEGINI? XD
ReplyDelete*membayangkan Kane-chan biru2* XDDD
BWUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAH
ReplyDelete*baiklah, anggep aja Ouji pake bulu mata palsu*
. . . . .terus gw jadi membayangkan Irei nguras ofuro. LMAO maxmillian yang malang.
ReplyDelete& pertanyaan kenapa senyum Kento terlihat mesum kini terjawab.
ReplyDeleteDari kecil pasti sering ga sengaja denger Kane ma Ouji! *fitnah*
Dimaklumi.
ReplyDeleteLMAO
*geret Kento ke asrama Shi Gi* sebagai sesama korab, lebih baik kalian saling bagi pengalaman. XDD
ReplyDeleteakhirnya.... gorilla itu udah enggak stress lagi. asal besoknya dia enggak cengar-cengir sendiri aja di kantor. XDDD
Kesalahan karena saya bacanya tengah malam dan jadi sangat menghayatinya! >.< Nyuuu~ kasian nih jantung, tapi syukur d kanechan dapet juga jatah stahun 2kalinya XD
ReplyDeleteEh? Stensilan tengah malam gak bagus buat jantung ya? XDD;
ReplyDeleteYa, karena jadi sangat menghayati (dan menikmati) XD
ReplyDelete